"Babe, are you okay?"
Setelah euforia pesta pernikahan menggelora di hati, satu insannya lalu bangun dari mimpi menyadari semua hanyalah kejadian satu malam.
Pesta pernikahan adalah hal sementara. Yang selamanya akan ia jalani adalah pernikahan itu sendiri.
And, honestly, Roseanne sangat ragu untuk masuk ke dalam zona asing ini.
Sehabis dari hotel yang di-booking langsung oleh kakak sang suami untuk merayakan pesta, kini dua insan yang punya status baru itu sedang duduk berdampingan di pinggiran kasur king size dalam sebuah kamar hotel yang dipesan berdua.
Rose menoleh dan memberi senyum lembut pada kekas--ralat suaminya itu. Tatapan Jahesa memang selalu punya kesan tersendiri di mata Rose.
Ia memilih angguk kepala. "Iya. Aku baik."
"Rose--" Sepertinya Jahesa sama sekali tak mengharapkan ucapan itu. Ini bukan Rose yang dengan hebatnya bisa menjabarkan semua perasaan di depan mata. She hides something in those eyes. "--jujur kalau kamu ngerasa ada sesuatu."
"Entah marah, kesal, sedih, kecewa....jujur yah. Kamu kelihatan gak baik. I mean, look at those pipi," tambahnya lagi kali ini sedikit berbalik menghadap Roseanne dengan piama tidurnya.
Pria itu langsung saja mengangkat kedua tangannya dan membiarkan jemari itu menyentuh bahkan mengerumuni setiap inci pipi istrinya yang tak terpoles hiasan lagi.
"Pipi kamu tambah tirus."
Rose dibuat geli sekaligus engah ketika jemari Jahesa mengelus pipinya itu. Ia pun berniat mengambil tangannya dan memegang kedua tangan Jahesa.
"Aku baik kok. Emang akhir-akhir ini gak nafsu makan."
"Nah....bener kan kata aku." Kini Jahesa bergerak mencondongkan tubuhnya ke depan.
Rose hanya terkekeh pelan. Lalu berangsur menggerakkan tangannya yang membuat tangan Jahesa sudah tak lagi berdiam manis di pipinya.
"Rose. Apa persoalan orangtua membebani kamu? Aku gak mau bohong tapi aku lihat jelas mata sayu kamu ketika pesta tadi. Kamu cari mereka berdua."
Ketika meliriknya, Jahesa tahu bahwa Rose jelas-jelas menundukkan kepalanya.
"Om Rendy hanya datang sebagai wali kamu saat tadi berjalan di altar. Setelah itu dia tiba-tiba hilang. Tante Renata bahkan gak datang ke pernikahan kita. What is wrong with both of them? Bisakah mereka peduli sama kamu?"
Roseanne menarik napas dalam, meski kepalan tangan terasa semakin mengalihkan fokusnya
"Aku gak benci tapi ini keterlaluan, Roseanne. Seharusnya kamu ngomong. This is the first and the last wedding kamu. Kenapa seolah menjadikan perceraian sebagai alasan untuk meluluhlatahkan kebahagiaan anak mereka send--"
"Jahesa, cukup."
Dua kata penuh tekanan berhasil Rose keluarkan, memotong sekaligus membuat pria yang duduk tepat di sampingnya itu agak tertegun.
"Cukup. Kamu kata cukup? Aku jadi kamu juga gak bakal terima perlakuan semacam itu Rose. Besok-besok ayah kamu datang minta tolong mending gausah digubris. Ibu kamu juga. Datang pas butuh aja mereka."
"Hey, Jahesa. Kamu kalau gak pernah di posisi aku mending jangan ngomong yang aneh gitu deh," terang Roseanne sembari menengadahkan kepalanya dan menatap mata pria itu dengan tajam.
Pernapasannya berangsur membaik setelah dirasa Jahesa sudah tak berkata apa-apa lagi.
Rose dengan segala pikiran yang terus berkecamuk itu memilih untuk berpindah posisi pun akhirnya membaringkan tubuhnya di atas kasur itu--dengan tubuh yang membelakangi punggung Jahesa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dead Man's Feeling ✓
General FictionDia Roseanne Wiyana. Gadis yang setia menemani malam si mahasiswa amburadul. ©biangpenat, 2020