"Rokok tuh gabaik buat kesehatan, bisa merusak paru - paru dan-"
Dan bla bla bla. Jahesa menghembuskan napasnya pelan. Seharusnya pagi ini diisi dengan kepulan asap dari rokoknya itu dan bukan ceramahan panjang dari seorang Jeloya Kusumo.
"Iya iya, gue gak ngerokok pagi ini. Puas?" Jahesa kembali meletakkan sebatang rokoknya itu kedalam saku celana denimnya.
Diliriknya Jeloya yang sudah kembali ke tempat duduknya. "Cih, kalo suka bilang aja."
Jahesa tahu, perempuan yang seangkatan dengannya itu menyukai dirinya. Namun apa daya, ia tak suka dengan sikap Jeloya yang sangat suka mencari perhatian.
Lelaki itu menggeleng pelan. Ditatapnya beberapa jenis buku khas anak kuliah diatas meja kecilnya itu. Rasa bosan telah menguap entah kemana.
Jahesa Adiningrat, lelaki yang tahu segala hal tentang dunia namun tak pernah memperdulikan kesehatannya sendiri.
Huh, apa dunia menginginkan kematian seseorang?
Karena pada saat ini, Jahesa ingin mati saja karena kebosanan yang terus hidup dalam dirinya itu.
"Kapan gue punya pacar yang perhatian tapi gak kegeeran?"
☆☆☆☆
"Yak! Lo tuh gak ada rasa malu?"
Roseanne untuk kesekian kalinya menatap jengah gadis populer di kursi sana yang tengah menginjak - injak martabat gadis lainnya. "Sabar Anne."
Rose kembali menatap mereka berdua, Resti si gadis pengganggu dan Ayu si gadis yang selalu setia menerima siksaan Resti.
Resti saat ini telah mendorong Ayu dengan keras ke atas lantai kantin tersebut.
Suara bising khas siswa - siswi tengah bergosip menjadi suatu hal yang akan terus terdengar di telinga Roseanne.
Gadis itu berdiri, sembari menatap seorang sahabat polos dihadapannya bernama Mira. Keberanian tengah terselubung pada jiwa gadis berambut panjang itu. "Mir, apa gue perlu tampar dia?"
"Ros, lo gila ya? Udah berapa kali gue bilangin. Jangan sibuk soal mereka, si Resti it-"
"Yak, bukan dia doang yang mau popularitas!"
"Huh?"
Roseanne, dengan keberanian yang terkumpul dalam dirinya itu, melangkah menuju Resti dan Ayu yang dimana si Resti terus menarik rambut Ayu.
Siswa - siswi SMA itu seakan membuka jalan bagi Roseanne yang katanya, adalah seorang penyelamat.
Resti sadar akan kehadiran Rose, si gadis yang suka mengganggu momennya. Rasa lelah masih menghinggap setelah beberapa kali menjambak rambut Ayu yang terus menangis itu.
"Mau apa lo?"
"Gue cuman mau ngebongkar rahasia seseorang!" Rose dengan tenangnya, mengeluarkan ponsel samsung merek terbaru dari saku seragamnya itu lalu membuka sebuah suara rekaman disana.
Sebelumnya, Rose telah memegang sebuah speaker yang ia bawa di tangan kirinya lalu menghubungkannya dengan ponsel miliknya.
Percakapan disana membuat para murid yang berkumpul terkejut. Rasa takut yang selama ini hinggap dalam diri mereka karena Resti si tukang pengganggu nyatanya hanyalah sebuah adegan palsu.
"Yu, nanti gue jambak rambut lo terus lo teriak - teriak di kantin yah?"
"Terus, bayaran gue gimana?" Suara Ayu terdengar disana.
Resti berdecih pelan. "Tenang, nanti gue kasih black card punya bokap gue ke lo!"
"Oh, lo gitu Res?"
"Selama ini lo berdua itu fake?"
"Wah, gue kira lo pengganggu. Ternyata lo cuman pencari popularitas!"
"Ayu, lo kok mau dijadiin boneka sama si Resti?" Sambung siswa lainnya seakan memanaskan suasana tegang itu.
Roseanne yang masih memegang ponsel dan speaker di kedua tangannya itu menaikkan lengkungan di bibirnya dan kali ini, seakan mengejek Resti dan Ayu. "Kalo ngobrol, jangan di kamar mandi dong! Dasar remahan roti!"
"Lo yak!" Resti berteriak keras. Rambutnya telah berantakan karena kedua tangan yang hinggap disana. Wajah yang sedari tadi membanggakan diri sendiri itu berubah menjadi sangat kesal dengan Roseanne.
Gadis itu melangkahkan kakinya menuju Roseanne. Tangan yang terasa gatal itu siap ia layangkan ke pipi mulus gadis itu.
Suara tamparan tiba - tiba menggema begitu saja. Roseanna melirik sahabat yang tingginya sama dengan dirinya itu, baru saja menurunkan tangannya dan meniupnya pelan. "Udah gue selamatin nih!"
"Thanks Mira!"
"Lo berdua yak! Arghh!" Resti terus berteriak seperti orang gila sembari memegang pipi kanannya yang baru saja ditampar oleh Mira, soulmate si Roseanna.
Amarahnya sangat membuncah melihat kedua orang yang rasanya begitu tolol karena berhasil mengungkap rahasianya bahkan menampar dirinya didepan khalayak umum.
Ayu yang ada disana tak dapat berbuat apa - apa. Ia menangis saat melihat siswa - siswi yang mengelilingi mereka berdua tengah melempar susu dan makanan pada mereka.
"Roseanne! Lo tunggu yah!"
Roseanne tak berbalik. Ia dan Mira berjalan dengan santainya, masih menggunakan seragam sekolah, menuju kursi kantin yang tadi mereka duduki.
"Rose, lo yakin kita gakabalan diapa - apain?"
Rose yang tengah memegang garpu sambil menundukkan kepalanya itu tersenyum pelan.
Ia menghembuskan napasnya, mengangkat dagunya dan menatap mira. Senyum manis tertempel pada bibirnya.
"Duh, emang ada yang mau ngelawan siswi tersayang pak kepala sekolah?"
"Apaan sih, bacot lo!"
"Biarin aja! Sekali - kali bagi popularitaslah, masa mereka yang populer terus, Mir!"
Mira mengangguk semangat. Keduanya saat ini menjadi pusat perhatian banyak orang. Roseanne tersenyum senang melihatnya. "Udah gue bilang kan, gaada yang mau samperin kita!"
Roseanne Wiyana dengan julukan siswi tersayang pak kepala sekolah dan sejuta pesona yang dimilikinya, berhasil membuat para murid SMAN 7 Surabaya itu terheran - heran.
"Apa jadinya kalo ada yang punya pacar kek dia?"
-----
hellaw, bagaimana kabarmu in this quarantine? remember to always perhatikan your body and mind.
#dirumahajasalam 3002,
arga
KAMU SEDANG MEMBACA
Dead Man's Feeling ✓
General FictionDia Roseanne Wiyana. Gadis yang setia menemani malam si mahasiswa amburadul. ©biangpenat, 2020