Roseanne mempercepat langkahnya. Dengan kaki yang terasa keram karena terjatuh dari tangga pagi tadi, gadis itu terus berlari.
Keringat membasahi keningnya. Namun semuanya itu tidak sia - sia. "Hah, finally!"
Gadis itu tersenyum simpul. Dengan tangan kiri yang ia taruh ke atas kepala, Roseanne mendorong pintu gimnastik yang dipilih ibunya.
Maklumkan saja, gadis itu bukanlah tipe orang yang suka bermain di luar rumah sehingga sang ibu menyarankan anak semata wayangnya itu untuk mendaftarkan diri pada salah satu gimnastik.
And here she is.
Berdiri di hadapan beberapa orang yang tengah disibukkan dengan exercise mereka masing - masing.
Balutan kaos hitam dan legging berwarna senada itu menutupi tubuh semampai seorang Roseanne Wiyana.
Gadis itu lalu menuju ke ruang tunggu kemudian meletakkan barang - barangnya pada loker yang tersedia. Sepertinya ia harus bersyukur karena tak perlu mendaftarkan diri dan segala urusan tentang gimnastik, sebab pemilik gedung ini adalah teman ibunya.
Hari masih pagi dan Roseanne ingin segera berolahraga. Gadis itu sempat merenggangkan tubuhnya kemudian duduk di dekat tumpukan rapi barbel dengan berbagai jenis itu.
"Huh, trainernya dimana sih?" tanya Rose sembari menopang dagunya dan memasang wajah sebal.
Gadis itu terus menundukkan kepalanya bosan. Matanya pun melirik jam pada ponsel yang dipegang erat di tangannya. "Hush, lama bat dah!"
"Selamat pagi, apa anda anak dari tante Renata Fradika? Saya trainer anda disini."
Suara itu menginterupsi kebosanan Roseanne. Gadis itu pun menyadari kehadiran sang pelatih yang dipilih oleh sang ibunda tercinta.
Roseanne pun mengangguk semangat. Ia berdiri dan mengangkat kepala yang sedari tadi ia tundukkan itu.
"Rose?"
"Jahe?"
Wajah cengo keduanya tak dapat disembunyikan. Roseanne dan lelaki dihadapannya itu, Jahesa sama - sama terkesima.
Apa ini mimpi buruk?
Roseanne lah yang tersadar duluan. Sambil mengipasi leher jenjangnya itu, ia menatap lelaki itu dengan senyum malu. "Jahe, jangan bilang lo-"
"Shit, gue trainer lo, Rose!" Jahe menggaruk kepalanya tak gatal kemudian melipat kedua tangannya di depan dadanya.
Roseanne berdecak kesal. Lantai tak berdosa yang dipijaki itu menjadi sasaran kekesalan seorang Roseanne Wiyana. "Damn, gue kesini bukan buat jatuh cinta elah."
Selang beberapa menit, sebuah panggilan mengganggu pikiran Rose.
"Hey!" Roseanne yang sibuk dengan pikirannya itu menatap Jahesa yang sedang tersenyum manis padanya.
"Apa?" balas Rose gusar. Rambut ala ponytail itu bergoyang kesana dan kemari.
Jahesa menatap gadis itu dengan serius. "Let's start the training. Shall we?"
"Okay, pelatih." Jawaban Rose dengan wajah serius itu menunjukkan bahwa ia ingin berlatih sungguh - sungguh.
Bukan untuk memiliki badan yang bagus sebab hal tersebut didapat dengan gampang oleh Rose berkat genetik hampir sempurnanya itu.
Ia didaftarkan pada gimnastik, mengikuti perkataan sang ibunda semata - mata hanya menunjukkan betapa Rose sangat menyayangi orangtuanya.
Meski, perselingkuhanlah yang menjadi makanan sehari - hari gadis itu.
"Rose?"
"Eh, iya?"
"Fokus." Jahesa berucap menatap gadis itu.
Mereka pun memulai pelatihan tersebut. Dan dari sini, Jahesa tahu. Gadis itu sedang bersungguh - sungguh.
☆☆☆☆
"Dia anak baru?"
"Iya."
"Cantik yah!"
"Hm."
"Gue jadi pen deketin!"
Jahesa yang masih menatap gadis diseberang sana yang tengah berlari di atas treadmill itu seketika berbalik dan menatap Doyoung, salah satu dari sekian pelatih disana.
"A big no."
Doyoung cemberut dibuatnya. Lelaki yang sudah membuka bajunya karena berkeringat itu menampilkan kening yang berkerut pada Jahesa. "Kenapa?"
"She's mine."
Selesai dengan perkataannya yang membuat Doyoung kaget, Jahesa langsung berjalan menuju kearah Rose.
Langkah kakinya berhenti di atas treadmill tepat di samping kiri Roseanne. Jahesa lalu menekan beberapa tombol disana kemudian berlari di atasnya.
Beberapa kali ia melirik gadis disampingnya. Kaos hitam tanpa lengan yang digunakan gadis itu sudah penuh dengan bulir - bulir keringat.
Sungguh, pikiran Jahesa tak berbohong. Gadis ini benar - benar mengisi otak Jahesa.
"I'm so hot and I know that fact tho." Perkataan Rose membuat Jahesa malu dibuatnya. Lelaki itu memelankan larinya di atas treadmill kemudian memandang leher jenjang Rose yang penuh dengan keringat.
"Rose!"
Gadis itu menoleh, sembari menyipitkan matanya. "Hm?"
"Minggu depan pakai pakaian yang lebih sopan yah," terang Jahesa, menciptakan kebingungan pada Roseanne.
"Dih, nanti gue kepanas-"
"Damn, lo bikin gue kepanasan juga tau."
Roseanne tertawa pelan. Sadar bahwa lelaki ini tengah menunjukkan sikap protektif padanya. "Heh, lo kira cuman lo yang kepanasan?"
"Apa?" Giliran Jahesa yang heran dengan ucapan Rose barusan.
Roseanne tersenyum, lebih tepatnya smirk pada bibirnya yang terpoleskan lipbalm pink.
"Trainer, you look so hot, too."
"Jadi, jangan berani pake baju tanpa lengan terus pake celana seketat itu. Kamu gak sadar yah itu jadi pemandangan indah?" lanjut Rose kemudian mematikan treadmill tersebut lalu berjalan menuju ruang ganti.
Jahesa mengulumkan senyumnya. Bukan dia saja yang tak suka dengan cara berpakaian Roseanne.
Gadis itu juga merasakan hal yang sama. Perlahan tapi pasti, kupu - kupu terasa beterbangan di perut Jahesa.
Sebelum kepergian Roseanne beberapa menit lalu dari sampingnya membuat lelaki itu panik.
Ia pun mempercepat langkahnya menuju Roseanne yang berada tak jauh darinya.
"Nak SMA, let's have a date!"
-----
kamu baper?
yok yok, tekan bintangnya dan kasih komentarmu<3
salam 3002,
arga
KAMU SEDANG MEMBACA
Dead Man's Feeling ✓
General FictionDia Roseanne Wiyana. Gadis yang setia menemani malam si mahasiswa amburadul. ©biangpenat, 2020