Jahesa menghembuskan napasnya pelan. Oksigen terasa tak ada didalam paru - parunya yang telah penuh dengan berbagai jenis penyakit itu.
Gulungan tembakau yang dibungkus rapi oleh daun nipa dan kertas itu bertengger manis di sela jari - jari Jahesa.
Ia kembali meletakkan ujung rokok pada mulutnya lalu menghela napasnya lagi. Kegiatan yang membosankan itu terus dilakukannya berkali - kali. "Hush!"
Mata Jahesa Adiningrat mengitari sekelilingnya. Rel kereta api yang tak pernah terselesaikan itu menjadi tempat nongkrongnya yang baru.
Rel tersebut telah berkarat, mungkin karena tak pernah dipakai dan dirawat pula. Jahesa sendiri tengah duduk di sebuah batu besar yang ada disekitar tempat itu.
Memang usang namun hawa menenangkan benar - benar terasa disini. Dia sebenarnya tak tahu bila ada tempat seperti ini di kota besar seperti Surabaya.
Jahesa menaikkan dagunya keatas. Dilihatnya ruang yang terbentang luas di atas bumi, tengah sepi akan gemerlap malam yang biasa menghiasinya.
"Malam ini banyak bintang yah!" umpatan seseorang yang terdengar sangat jelas di gendang telinga jahesa seketika membuat lelaki itu kaget.
Dilihatnya ke belakang dan mendapati seorang gadis yang tengah memakai jaket kulit dan rok putih abu - abu khas anak SMA tengah berjalan menyusuri rel kereta api tersebut, menuju kearah Jahesa.
Gadis yang bersenandung dengan amat lembut itu merasa ada yang memperhatikannya. Ia yang sejak tadi menunduk itu pun menaikkan dagunya dan gerakannya terhenti.
Ada seorang lelaki dengan pakaian ala kadarnya, tengah duduk di batu besar dekat rel kereta api yang selalu menjadi jalan pulangnya ke rumah itu.
"Eoh?"
-----
ini gimana gimana yah
salam 3002,
arga
KAMU SEDANG MEMBACA
Dead Man's Feeling ✓
General FictionDia Roseanne Wiyana. Gadis yang setia menemani malam si mahasiswa amburadul. ©biangpenat, 2020