27. Kekejutan tentang Candra

2.3K 346 23
                                    

Rose masih terus melayangkan tatapannya pada mahakarya sang pencipta yang luar biasa indahnya itu.

Jahesa--mahakarya yang dimaksud--menoleh ke belakang, bingung dengan arah pandang Rose.

"Kamu ngapain sih?"

"Ngeliat mahakarya indah ciptaan Tuhan." Rose menjawab sambil mengulum senyum menggemaskannya itu.

Jahesa yang masih duduk rapi di atas motor miliknya itu menautkan alisnya, masih terus mengitari matanya pada pemandangan dekat situ. "Dimana?"

"Di depan aku."

Jahesa terdiam. Ia balik menatap Rose. Sesaat kemudian, rasa malu mengguncang hebat hatinya yang terlalu bucin dengan anak sma itu. "Jangan bikin aku terbang loh."

"Iyadeh, maaf sayang." Rose berkata sembari bibirnya yang tak tahan untuk melengkungkan diri keatas.

Roseanne telah berdiri di depan pagar. Ada rasa belum rela untuk sekedar meninggalkan posisinya itu. Ya, gadis itu masih merindukan Jahesa.

Beberapa minggu pacarnya pergi dan magang itu terasa sedikit menyiksa, sebab Jahesa melarang gadisnya untuk berkunjung ke tempatnya magang, karena katanya banyak predator yang siap menyantapnya.

Lucu tapi tau ah, seharusnya waktu itu Rose berkunjung saja. Toh, dia bisa menanyakan orang dalam.

"Masuk gih. Ntar kamu sakit, gimana dong?"

"Apa sih! Kamu yang pulang duluan. Angin malam kek gini gak baik buat calon dokter spesialis."

Mata mereka beradu dalam diam. Secercah ketulusan benar - benar terukir pada apa yang orang sebut jendela dunia.

Benar juga kata orang, rindu bisa jadi tak berucap.

Karena lewat tatapan mata saja, Roseanne dan Jahesa telah membuktikannya.

Masih sibuk menatap Rose, Jahesa sedikit teralihkan dengan sosok perempuan muda yang berjalan kearah mereka. Tante Rose apa sepupunya kali?

Tapi tunggu, mengapa raut wajah yang Jahesa tangkap dari wanita itu malah amarah dan kekesalan? Dan hey, mengapa tangan perempuan itu terkepal kuat?

"Rose, kamu kenal dia?"

Gadis itu sedikit membuka matanya lebar - lebar. Ia ikut menengok dengan apa yang dipandang kekasihnya itu. Seorang perempuan yang berjalan kearah mereka.

Wajah gadis itu sedikit terlihat berkat lampu jalanan yang menyala cukup terang di area rumah Rose.

Pakaiannya didominasi warna merah muda dan matanya seperti menyala - nyala.

Perempuan itu telah berdiri di depan mereka. Api emosi dapat Jahesa dan Rose rasakan hanya dari delikan mata dan kerutan di dahi perempuan itu.

Rose berusaha tersenyum ramah, sedikit bingung dengan tingkah orang ini. "Selamat malam mbak. Ada yang bisa saya ban-"

plak

Sebuah tamparan sukses melayang di pipi kiri Rose. Guratan merah bekas aksi itu terlihat jelas di pipinya. Jahesa kaget melihatnya. Lelaki itu turun dari motornya lalu bersiap mengambil tubuh Rose kearahnya, bermaksud menenangkan gadis itu.

Namun apa yang Jahesa saksikan di depan mata malah semakin membuatnya sesak napas.

Bagaimana tidak? Rose yang baru saja ditampar itu memalingkan mukanya menghadap perempuan itu. Dalam satu kali hentakan, tangan kanan Rose turut memberi sebuah bekas manis di pipi wanita itu.

Ya, Rose membalas perempuan yang baru saja menamparnya itu.

"Mbak! Mau mbak emosi atau mabuk, tolong jangan tampar orang sembarangan. Rasain itu tamparan saya."

"JANGAN DEKETIN CANDRA ANARDY! CANDRA PUNYA GUE!"

"Heh?" Rose yang masih desiran emosi, dengan satu tangannya yang mengelus pipi bekas tamparan itu, sedikit menyipitkan matanya pada perempuan di depan itu.

"Loh, kok nangis?"

Jahesa dibuat pening dengan aksi perempuan itu.

Sudah menampar gadisnya, berteriak sesuatu tentang Candra-orang yang dijodohkan dengan Rose-kemudian menitikkan air mata tanpa dosa dihadapan mereka berdua.

Rose menurunkan tangannya yang sedari tadi mengelus pipi mulusnya itu.

Ia berinisiatif memberi empati pada perempuan itu, katanya : "Mbak, saya gak bermaksud menyakiti hati mbak. Mbak sendiri yang nampar saya duluan. Terus tadi mbak kata apa? Candra Anardy? Emang Candra kenapa?"









































"Hiks. Gue Wendy Setya, hiks hiks tunangannya hiks hiks Candra Anardy."

Sebuah pernyataan yang baru saja diucapkan Wendy, perempuan itu, langsung saja mendapat respon berupa delikan mata dari dua manusia di hadapannya yang juga bingung dengan keadaan.
























-----
aduh, otokhe otokhe!
itu kok maen tampar - tampar
mending maen sepakbola

geserrr lagiiiii
ada bonus short story yang dijamin bikin baper

salam 3002,
arga

Dead Man's Feeling ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang