Kreek.
Pintu terbuka.
Rose rasanya ingin menangis saat menatap sang pemilik senyum abadi di depan pintu rumah itu.
Jahesa Adiningrat. Dia yang berdiri disana agak cukup kaget saat menilik Rose dari bawah sampai ke atas. Yang benar saja gadis ini, ia ternyata memakai gaun lengkap seakan berkata secara tersurat bahwa ia memang ingin datang ke pertemuan jam 7 tadi.
Sayang sekali jadi ngaret sampai subug begini.
"Jahesa." Ada nada gemetar dari ucapan Rose.
Gadis itu tak mempersilahkan Jahesa untuk masuk sama sekali. Ia masih terus berdiri di ambang pintu, sembari menempatkan kedua tangan di samping tubuh. Ia tatap Jahesa dengan rona malu dan siratan kesedihan.
"Jahesa-"
"Aku disini. Kamu tenang." Seakan tahu isi pikiran Rose, Jahesa pun menaiki tangga depan pintu dan merengkuh tubuh kurus pemilik nama lengkap Roseanne Wiyana itu.
Gadis itu juga membalas pelukan Jahesa yang sudah ia sematkan di belakang pinggang dengan mesra.
Tak lupa dengan dagu yang jadi tumpuannya di atas kepala Rose itu dielusnya perlahan pada rambut gadis itu.
"Jahesa aku nyesel."
"Tahu kok kamu nyesel. Udah, aku disini. Peluk aja kenceng-kenceng."
Mengiyakan perkataan Jahesa, Rose memeluk lelaki itu dengan begitu erat. Seakan tak ingin melepaskan sosok satu ini.
"Jahesa, minta maaf."
Nada sumbang ia ucapkan masih pada wajah yang membenam pada dada Jahesa.
Lelaki itu tak mengiyakan juga tak menolak, ia hanya terus mengelus zrambut Rose dengan dagunya dalam diam.
Lima menit mereka di posist tersebut barulah Jahesa terlebih dahulu melepaskannya. Ia menatap mata Rose.
"Rose, jalan-jalan, mau?"
"Mau!" balas Rose dengan semangat meski raut wajah menunjukkan kekesalan.
Jahesa dibuat bingung olehnya, "katanya seneng"
"Emang tapi gak suka kamu ngelepas pelukan gitu aja. Aku masih mau dipeluk."
Dengan polosnya Rose berucap begitu, tak peduli akan pipi memerah yang sudah sejak tadi tercipta di wajahnya.
Jahesa mengangguk pelan. "Yaudah, ke mobil aku gendong."
Rose yang belum ngeh akan keadaan itu lantas mengernyitkan dahinya bersama kedua mata yang agak melotot saat mengetahui Jahesa sudah mengambil tubuhnya dan menggendong gadis itu ala bridal style.
Sungguh membuat malu.
Sesampainya di depan mobil Jahesa, ia menurunkan gadis itu dan membukakan baginya pintu. Rose pun masuk, Jahesa lalu memutar dan masuk serta duduk di kursi pengemudi.
"Let me take you for a ride, babe."
"Sure, babe."
20 menit sebelumnya.....
Jahesa merutuki keputusannya untuk mendatangi rumah Rose di subuh begini.
"Alay banget dah gue."
Masih dengan guratan kekesalan pada keputusan dan juga pada gadisnya ini, Jahesa memutukan untuk menelpon sang kakak yang sepertinya masih di ruang tunggu bandara.
Jaringan tersembung dan Jahesa bersyukur akan itu, "Angkat dong kak, angkat."
"Hello?"
"Kak Italllll!"
"What is wrong with you, little boy? Kakak mau naik pesawat aaaaaaa!"
Jahesa yang ingin mendengar suara lembut dan sebuah wejangan malah disambut dengan nada kesal kak Ital.
Lelaki itu langsung saja menjauhkan ponselnya dari telinga dan memutuskan untuk menyalakan mode loudspeaker.
"Kak Ital dimana?"
"Ya di bandaralah, masa di pasar!"
"Kak aku mau tanya." Jahesa berucap dengan ragu.
Sebuah nada mengeles datang dari arah sana. "Kenapa lagi?"
"Gimana cara nenangin cewek?"
"Hmmmm peluk dia. Gausah ngomong apa-apa, kan kamu gak jago bicara kek Jongin jadi peluk aja."
"Terus?"
"Suruh dia peluk kuat- kuat dan kalo napasnya kamu rasa udah mau abis baru kamu lepasin terus ajak dia jalan jalan."
"Sadis bangett!"
"Iya sih tapi cewek pada suka yang begitu. Apalagi modelan rapuh kayak pacar kamu."
"Sialan-"
"Bahasanya tolong dijaga yah."
"Okay, bye!"
"Dasar adek lak-"
Tut tut tut tut
....
ide cerita ngalir terus tuh rasanya... ah mantep..
KAMU SEDANG MEMBACA
Dead Man's Feeling ✓
Ficción GeneralDia Roseanne Wiyana. Gadis yang setia menemani malam si mahasiswa amburadul. ©biangpenat, 2020