48. Ridiculous Promise

756 118 35
                                    

Beribu keindahan purnama tak akan berhasil mendeskripsikan kebahagiaan Roseanne di saat ini. Atas seizinNya, Rose dan Jahesa akhirnya menginjakkan kaki lagi ke Jakarta setelah sekian lama tak bersua dengan ibu kota.

"Kita langsung ke rumah ayah yah."

"Oke," sahut Rose sembari sibuk mengemil bekas stik es krim yang masih ia pegang itu.

Hal tersebut langsung mendapat gelengan gemas dari suaminya, Jahesa. "Rose, udah nikah masih aja hobi gituan."

"Kan aku masih muda--" Dia berimbas mengomeli Jahesa pun menjulurkan lidahnya singkat. "--kalau kamu buat ginian pasti langsung diketawain kak Ital."

Jahesa iyakan saja, tak mau memperpanjang komunikasi.

Dia harus berurusan dengan tas besar milik Rose juga miliknya yang ia bawa sendiri itu--maklum, Rose lagi mode anak kecil.

Mereka menaiki taksi lantas melaju menuju lokasi rumah sang ayah.

"Eh Rose--"

Roseanne yang sudah duduk di samping Jahesa itu menoleh sebentar. "Iya sayang?"

"Kata papa dia gak bisa sambut kita berdua, jadi kita langsung masuk aja ke rumah sekalian beresin kamar kita buat nanti ditempatin."

Jahesa berucap masih dengan tatapannya fokus pada layar ponsel tersebut.

Rose mengangguk cepat. Entah bagaimana ada rasa aneh saat pengucapan kita dari mulut Jahesa, mengacu kepada dirinya dan suami.

Wah, Roseanne Adiningrat-Wiyana masih tidak menyangka akan menikah dengan pria yang bersua dengannya di rel kereta api.

"Rose? Kenapa liatin aku kek gitu?"

Rose yang senantiasa tak melepaskan maniknya dari Jahesa itu lantas mempertunjukkan lengkungan manis dari bibirnya.

Rose senantiasa tersenyum. "Rose, kenapa--"

"Aku lagi mandangin keajaiban dunia."

"Hah?"

Puan itu tersenyum semakin cerah. "Iya, kamu. Kamu keajaiban dunia dalam hidupku."

Jahesa yang sejak tadi bertatap serius itu jadi memperlihatkan senyum tipisnya. Sungguh kupu-kupu seperti sedang beterbangan dalam perutnya.

"Rose, gombalnya pinter banget. Langsung tepat sasaran."

Rose mengangkat kedua alisnya dan bermain menaikturunkan dua benda di atas mata itu. Dengan suara yang dibuat-buat, Rose berucap. "Yaiya dong, istrinya Jahesa Adiningrat! Masa gak tahu gombal kayak suaminya."

Jahesa tertawa pelan dibuatnya.

Hah, penat memang selalu hadir tapi kehadiran Roseanne lebih-lebih lagi siap mengusir semua biang kepenatan Jahesa.

Dan tuan itu sangat bersyukur tentangnya.

●●○

Perjalanan menuju rumah ayah Marcel tidak memakan waktu banyak. Mereka menghabiskan sekiranya dua puluh menit untuk sampai kesana.

Untung sekali rumah ayah tidak bersempitan di dalam geng melainkan ada di jalanan besar.

"Terima kasih," pungkas mereka bersamaan.

Jahesa dan Roseanne sudah mengeluarkan tas ransel juga koper mereka masing-masing. Keduanya lalu menuju pagar rumah yang tidak dikunci sama sekali.

"Emang gapapa yah pagarnya gak dikunci?"

Jahesa angguk kepala. "Iya biasanya juga kek gini."

Dead Man's Feeling ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang