Surabaya dan kisahnya. Menggelora di hati Roseanne Adiningrat bak kembang api yang bertebaran di malam tahun baru. Terhitung satu bulan lebih. Keputusan Jahesa untuk lost contact darinya dan memilih menyendiri sebentar di Surabaya.
Sebentar?
Hahahaha, ingin rasanya Rose terbahak keras dengan air mata mengiringi kepalsuan sukacitanya itu.
"Ayah, maaf tapi bisa tolong ngomong dengan Jahesa tidak? Dia tidak mau pulang ke Jakarta. Ini sudah sebulan."
"Maklumkan saja, Jahesa memang suka begitu."
Ingin Rose berteriak kencang dan meminta ayah Jahesa untuk sedikit memberi perhatian pada masalah namun apa daya, Rose juga tahu apabila beliau punya banyak pekerjaan. Maka di hari itu, Rose yang telah menyelesaikan ujian dan tinggal menunggu hasilnya kini dihadapkan dengan situasi baru.
Doyoung Wiraga dengan segala pemaksaannya agar Rose mau tetap diantar oleh dia.
"Gue gak mau."
"Gak boleh. Gue mau nganterin lo."
Rose memang sudah tak mahir memukul orang, tak seperti dirinya waktu duduk di bangku sekolah menengah. Jadi Rose memilih untuk memberi senyum kecut pun menghela napas sembari menaiki jok belakang motor Doyoung.
"Gue masih temanan sama lo karena lo pernah baik sama gue!"
"Terserah!"
Pagi itu diisi dengan aktivitas Rose berkelana dalam perpustakaan dan menjelajahi setiap buku yang menarik atensi puan cantik itu. Rose memilih untuk pergi begitu saja tatkala Doyoung masih sibuk memarkirkan motornya di parkiran dekat situ.
Membosankan.
Hari itu terasa datar seperti biasa. Jahesa yang sering menemani sudah tak disamping--lebih tepatnya tak mau mendampingi.
Tembok egois terasa begitu nyata dari masing-masing pihak.
"Gue bingung mesti gimana. Sebulan lalu dia masih ngabarin tapi sekarang dia kayak udah gak ada. Apa gue mesti nyusul ke Surabaya yah?"
Monolog itu tak dijawab siapa-siapa, bahkan dirinya sendiri.
Perkuliahan akan segera dilaksanakan dan tak mungkin Rose pergi begitu saja mengingat betapa gigih perjuangannya dulu hingga akhirnya bisa lulus ke universitas tersebut.
"Pulang yuk," ajak Doyoung yang sudah kembali datang.
Mereka telah ada di kampus selama hampir delapan jam. Rose akhirnya ikut pulang dengan diantar Doyoung sore itu.
"Terima kasih." Doyoung balas dengan anggukan dan senyum simpul di bibirnya.
"Doyoung."
"Ya?" Lelaki itu tengah memasang kembali helm ke kepalanya.
Sembari berucap, Rose juga menghindari tatapan aneh dari Doyoung. "Gue gak mau lo jemput lagi. Tolong, jauh dari gue yah? Ada hati yang harus gue jaga meskipun jarak memisahkan."
"Makasih udah baik selama ini sama gue." Rose menutup dialog sebelah pihak itu dengan melenggang masuk ke dalam rumah.
Doyoung diam saja.
Dia hembuskan napas perlahan dan lantas menyalakan motornya pun melaju pada jalanan.
"So, this is the end for us?"
☆☆☆☆☆
Rose masuk ke rumah, pun disambut sebagaimana biasanya. Lampu teras yang belum dinyalakan, ayah Jahesa yang belum pulang, juga keheningan kompleks rumah yang menjadi makanan sehari-hari perempuan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dead Man's Feeling ✓
Tiểu Thuyết ChungDia Roseanne Wiyana. Gadis yang setia menemani malam si mahasiswa amburadul. ©biangpenat, 2020