Roseanne mengangkat kedua tangannya, bermaksud meregangkannya. Gadis itu menguap sebentar, lalu merapikan rambutnya yang berantakan karena angin menerpa.
Rose terus berjalan, menyusuri jalanan sepi yang menusuk raga. Ia terus melangkahkan kakinya hingga akhir sampai di sekitaran rel kereta api.
Tempat ia bertemu Jahesa
untuk pertama
kalinya.Gadis itu tanpa sadar mengukir senyum manis di bibirnya. Ada seorang lelaki yang wajahnya dihafal sangat jelas oleh Roseanne, tengah menghembuskan napas pelan dengan uap samar yang keluar dari hidungnya.
"Jahesa!"
Lelaki itu menengok. Mendapati Roseanne dengan jaket kulit favoritnya, tengah berjalan ke arahnya.
Jahesa mengulum senyumnya. Berusaha terlihat santai walau hati tak menyetujui.
"Ngeliatnya biasa aja Jahe!"
Lelaki itu mendengus. "Mau biasa aja tapi wajah kamu gak biasa."
"Sayang banget kalo aku ga senyum liat wajah secantik itu," lanjut Jahesa penuh gombalan maut.
Roseanne meremas kedua tangannya. "Apaan dah. Gombalannya receh."
"Tapi kamu memerah loh!"
"Au ah bacot." Roseanne pun mengambil posisi duduk di samping Jahesa. Gadis itu lalu menyandarkan kepalanya pada bahu Jahesa.
"Kamu kenapa?"
"Capek."
"Aku disini. It's okay."
Setelah berucap, ia meletakkan tangannya di kepala Rose dan mengelus rambut gadis itu. "Lusa aku bakalan magang di rumah sakit."
"Semangat yah sayang." Rose menggerak - gerakkan kepalanya di sana.
Jahesa mengangguk pelan. "Terima kasih. Kita gak ketemu beberapa minggu, kamu ga masalah kan?"
"Lagian ini buat masdep kamu kok Jahe. Aku bakalan baik - baik aja disini." Roseanne lalu mengangkat kepalanya dari bahu Jahesa.
Ia menatap lelaki itu. Jahesa pun balik menatapnya.
Roseanne memajukan wajahnya pada bahu Jahesa lalu mendekatkan pipi mereka berdua.
Perlahan, gadis membuat gerakan mengelus yang terasa geli bagi Jahesa. "Rose, kamu ngapain sih."
"Aku gabut. Tapi gabutnya pengen sama kamu." Ia terus mengelus pipi Jahesa dengan pipinya.
Jahesa tertawa pelan. "Untung pacar sendiri nih."
Lelaki itu lalu menarik tubuh Rose dan memeluknya sedikit erat.
"Jangan merasa bersalah. Aku ga masalah kalo akhirnya kamu sama orang lain."
"Kamu ah, pesimis banget sih. Kita baru jalan dua bulan, tapi kamu udah kayak gini," celoteh Rose tak suka dengan perkataan Jahesa barusan.
Lelaki itu menggeleng pelan. "Bukan pesimis. Lebih ke menerima keadaan."
"Terserah. Aku kesel." Rose melepaskan pelukan mereka berdua. Ia berdiri dan pergi meninggalkan Jahesa.
Lelaki itu hanya tersenyum sambil menatap punggung Roseanne.
"Mau kemana?"
"Pulang."
"Tiati di jalan."
Rose memberhentikan langkahnya. Ia berbalik dan mendapati Jahesa yang tengah berberes di sana. Lelaki itu pun telah menaiki motornya.
"Kamu mau pergi?"
"Siapa bilang?" Jahesa menjalankan motornya hingga berhenti di samping Rose.
"Naik," lanjutnya dengan gaya cool, berhasil membuat Rose tersenyum lebar lalu memposisikan tubuhnya memeluk Jahesa.
"Makasih Jahe!"
"Ga usah makasih. Nganterin pacar pulang itu sebuah prioritas."
"Kamu ah, gombal mulu."
"Udah Rose. Kalo mau senyum ya senyum aja. Ga usah sok ngeledek."
Rose dibuat terpingkal dengan ucap Jahesa.
Langit penuh bintang
serta biru gelap
yang menghiasi
cakrawala,menjadi latar
dari kisah cinta
seorang perokok
dan siswi
sma.
-----
apa cuman arga doang yang senyum senyum kek orang kesurupan manisan?mau double update, tpi part sebelah enggak rame (modus terselubung🌚)
salam 3002,
arga
KAMU SEDANG MEMBACA
Dead Man's Feeling ✓
General FictionDia Roseanne Wiyana. Gadis yang setia menemani malam si mahasiswa amburadul. ©biangpenat, 2020