RESTORASI.

10K 856 35
                                    


Soundtrack chapter ini Brisia Jodie — Cinta Kau Di Mana.

Biar sadboy-nya Mas Sakti sama Aa Dewa makin kerasa.

Sambil baca boleh puter multimedia ya 😉😉

***

Laki-laki berbalutkan kemeja cokelat melajukan motornya cukup kencang, ia seperti terburu-buru untuk menemui seseorang, tepat saat motor Dewa berbelok dari jalan raya menuju komplek Perumahan Cempaka—tempat pulangnya sang istri—motornya bersimpang...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Laki-laki berbalutkan kemeja cokelat melajukan motornya cukup kencang, ia seperti terburu-buru untuk menemui seseorang, tepat saat motor Dewa berbelok dari jalan raya menuju komplek Perumahan Cempaka—tempat pulangnya sang istri—motornya bersimpangan dengan taksi yang membawa Mya menjauh dari sana, tapi mereka sama-sama tak melihat sebab Dewa yang sibuk mengemudikan motor serta Mya menunduk menatap ponselnya.

Alhasil, Dewa terus saja mengemudikan motornya menyusuri cluster yang kini tak lagi asing, kendaraan roda dua tersebut akhirnya terhenti tepat di depan tempat tinggal Mya yang lama, padahal semalam Dewa baru dari tempat itu, sekarang datang lagi.

Dewa bergegas turun tanpa melepas helm, ia bergerak cepat mendorong gerbang rendah di depannya agar mendapatkan celah untuk masuk sebelum berlari menghampiri beranda, diketuknya pintu berkali-kali seraya memanggil nama sang istri, tapi tak ada siapa pun yang keluar.

Tangan Dewa terulur menyentuh kenop pintu, bergerak meski pintu tak terbuka, sudah pasti jika pintu terkunci kan?

Dewa mendengkus. "Malah udah berangkat, argh!" Ia menendang udara seraya mengumpat, Dewa bergegas lagi menghampiri motornya tanpa menutup gerbang rumah Mya, ia lantas memutar gas meninggalkan tempat tersebut. Sia-sia usaha Dewa untuk menemukan Mya, Dewa kehilangan kesempatan—sebab kini ia juga harus berangkat ke kantor.

***

Mereka melangkah beriringan, tapi jaraknya cukup menegaskan jika seseorang memang tengah menjauhi Mya, entah sebab tahu diri atau sakit hati, yang jelas Mya tak nyaman menghadapi situasi seperti ini. Kenapa harus ada jarak hanya karena takdir tak berpihak?

Sakti sudah lebih dulu memasuki lift, tapi Mya buru-buru menghampirinya dan ikut masuk ke dalam lift sebelum lima detik selanjutnya pintu lift tertutup rapat—membuat siapa pun di luar sana tak tahu bagaimana interaksi sepasang makhluk Tuhan di dalam lift, sebab Mya bersidekap menghadap Sakti yang tegang menatap lurus ke depan, yang jelas bukan manik mata Mya.

Wajah Mya tampak datar, tapi tatapannya mengintimidasi, ia sedari tadi hanya diam menatap lekat laki-laki itu—yang justru tetap membisu seperti manekin toko pakaian, anggap saja Mya tak terlihat di matanya.

Mya mendengkus, ia menyungging senyum miris sebelum memutar tubuh memunggungi Sakti yang akhirnya bisa bernapas lega sebab momen canggung sedikit berkurang.

"Sak, aku tahu masalahnya apa, tapi kalau sikap kamu kayak gini ke aku—udah mirip anak kecil, kita perang dingin, padahal aku nggak ada niat untuk itu. Aku harap kamu bisa berpikir lagi buat bersikap kayak gini sama aku," tutur Mya tepat beberapa detik sebelum pintu lift terbuka otomatis sesampainya mereka tiba di lantai tempat ruang kerja berada, Mya keluar lebih dulu tanpa ingin menoleh sama sekali, semoga perkataannya tadi sedikit banyak membuat Sakti menyadari sesuatu.

Jika, Mungkin (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang