Kalo kalian komen kan aku jadi semangat, sampe double up gini ^^Angin malam menyapa begitu sepasang kakinya membawa tubuh itu keluar dari taksi, mereka berembus menerobos Mya begitu saja tanpa meminta izin, membuat leher yang hanya tertutup kerah kemeja tartan tampak meremang. Angin malam terkadang tak bersahabat saat kebanyakan orang tak suka melakoni aktivitas di luar meski matahari telah menepi, sebab angin malam membawa intuisi tersendiri.
Mya masih bergeming di tepi jalan seraya tatap jam di ponsel, sepuluh menit lagi mungkin Dewa akan meneleponnya, tapi ada baiknya Mya pulang ke rumah lebih cepat saat ia harus melewati momen canggung bersama Sakti tadi. Otaknya terus dipenuhi tentang Sakti sejak Mya tinggalkan rumah itu. Jika Sakti tahu status Dewa sebenarnya, mungkinkah Sakti tetap berharap jika Mya dan Dewa berakhir begitu saja?
Mya merasa beban pikirannya bertambah, ia seperti miliki PR sulit yang harus dikerjakannya tanpa bantuan siapa-siapa. Mya dilema tanpa pilihan, entah Sakti atau Dewa sama sekali bukan pilihan. Alternatif? Mya belum memikirkannya sejauh ini, semua masih samar baginya.
Sepasang kaki perempuan itu menyeretnya memasuki lobi, menunggu lift selanjutnya hingga ia tiba di lorong menuju apartemen Dewa. Baru saja ia hendak merangkai kode, tetangga sebelah keluar dan mengagetkan Mya. Salsa tersenyum tanggapi ekspresi perempuan itu.
"Pasti lo lagi ngelamun ya sampai kaget gitu pas gue tepuk pundaknya. Nggak ada riwayat jantung, kan?" Untung saja Mya tak miliki niat melaknat perempuan itu, ia hanya bisa menghela napas kesabaran. "Lo dari mana?"
"Habis main ke rumah teman."
"Main ke tempat gue, yuk!" Salsa menariknya paksa tanpa ingin mendengar penolakan dari Mya, ia membawa perempuan itu ke unit miliknya. Mendudukan Mya di sofa ruang tamu sebelum melenggang hampiri dapur, tanpa perlu diterka apa yang ingin Salsa lakukan terlihat sangat jelas.
Ia kembali seraya letakan dua gelas teh beraroma jahe serta piring ceper berisi beberapa potong lapis talas rasa green tea. "Dinikmati ya, My. Anggap aja tempat sendiri." Kepribadian Salsa cukup hangat, terlebih saat ia memperlakukan Mya yang terlalu baru menjadi temannya.
"Makasih, Sal." Mya raih salah satu gelas sebelum meniup uap panas yang masih mengudara, ia meneguknya sedikit, rasa hangat dari jahe membuat kerongkongannya terasa nyaman.
"Kok nggak sama Dewa?"
"Dia lagi ada kerjaan di Perth."
"Hubungan kalian sebenarnya apa, sih? Lebih dari pacar, kan?" Tiba-tiba saja Salsa membuat Mya mendelik kaku. "Soalnya dua clue buat gue ragu sama hubungan kalian, Tante Paramitha nggak pernah lho datang ke apartemen Dewa kalau lagi ada Marisa di sana, tapi ini elo, dan dia datang kan waktu itu. Gue nggak sengaja ketemu beliau waktu di lobi." Mya menganga mendengarnya.
"Ak-aku sama Dewa—"
"Kalian udah nikah, kan?" Harusnya bola mata Mya sudah melompat dari sarangnya sekarang, tapi kelopak mata bagian bawah masih mampu menahannya, serat-serat otot juga masih sanggup menariknya. "Jujur aja deh sama gue, Mya. Tante Paramitha sendiri yang bilang kalau dia mau ketemu menantunya di tempat ini, gue agak ambigu waktu itu, jadi gue butuh penjelasan lo sekarang."
Apa Mya sedang kepergok mencuri sekarang?
Menipu memang bukanlah hal yang baik, Mya menyadarinya sejak lama, lambat laun setiap orang akan mencium bangkai yang disembunyikannya. Untung saja Mya tak jantungan tanggapi dua kejutan sekaligus. Pertama, pengakuan Sakti tentang perasaannya. Kedua, pengakuan Salsa tentang kecurigaannya.
Ada apa dengan malam ini? Nabastala pekat tanpa malu-malu memberi kejutan bagi Mya.
"Eum, kamu udah tahu ya." Sikap Mya semakin canggung. "Iya, aku sama Dewa sebenarnya udah menikah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika, Mungkin (completed)
Literatura Feminina1 in metropop (15 Januari 2021) 1 in generalfiction (29 April 2021) "Jika saja aku bertemu denganmu lebih awal, Mungkin kisah kita akan berbeda." Cincin pernikahan harusnya menjadi sebuah lambang penuh arti, tapi bagaimana jika mereka hanya memasang...