Isi kamar Mya tak lagi utuh, cukup banyak barang yang ia pindahkan ke kamar Dewa semalam, tapi ia masih terlelap di kamarnya sendiri. Demi membuat Paramitha percaya jika hubungan mereka harmonis—maka keduanya lakukan pemindahan barang-barang Mya ke kamar Dewa, bahkan lemari Dewa sudah sesak saat ditambah beberapa pakaian Mya. Untung kaktus-kaktus di kamar Mya tetap mereka biarkan di tempatnya.Pagi ini Mya tampak sibuk mencari sesuatu, arloji yang biasa ia pakai saat ke kantor belum Mya temukan di mana pun, saat Mya ingat-ingat lagi ia baru menyadari jika benda itu ikut diboyong ke kamar Dewa, jika tak salah mereka meletakannya pada nakas di sana. Alhasil Mya yang sudah berpakaian rapi keluar kamar, untung saja masih ada pakaian kerja tersisa di lemarinya. Jadi, ia tak perlu repot mengobrak-abrik isi lemari Dewa.
Perempuan itu mengetuk pintu kamar Dewa, tapi tak ada siapa pun membukanya, alhasil Mya nekat membuka tanpa izin dari si pemilik kamar. Mya masuk begitu saja saat suara shower dari kamar mandi membuatnya gelagapan, ia sungguh tak ingin melihat Dewa yang hanya kenakan handuk atau kimono. Mya bergegas buka laci nakas tempatnya meletakan jam tangan di sana, ia langsung pakai di pergelangan tangan setelah menemukannya. Mya hendak hampiri pintu, tapi saat bola matanya menemukan sesuatu di permukaan laci kecil sisi ranjang—langkah Mya beralih ke sana.
Sebuah pigura kecil berada di sana, pigura yang perlihatkan foto Dewa dan Marisa saat berada di Barcelona entah disingkirkan entah ke mana oleh si pemilik kamar, foto yang kali ini Mya lihat adalah foto dirinya serta Dewa saat di Barcelona, foto berlatar belakang kumpulan merpati di belakang mereka, foto yang memperlihatkan ekspresi bingung Mya saat menatap Dewa dari tepi—sedangkan Dewa tersenyum ke arah kamera. Rupanya Dewa benar-benar menyimpannya, menjadikan benda itu sebagai pelengkap kamar atau sebagai upaya untuk menipu Paramitha?
Perasaan yang sempat menghangat kini terasa sesak lagi saat Mya menerka hal buruk itu dalam pikirnya, ia letakan lagi pigura sebelum beralih pada seseorang yang berdiri di depan pintu kamar mandi, menatapnya seraya mengacak rambut yang basah.
Mya mendelik, kenapa akhir-akhir ini ia seringkali di hadapkan dengan situasi konyol semacam itu. "Eum, maaf masuk kamar kamu tanpa izin, Wa. Aku cuma cari jam tangan aja kok." Ia memperlihatkan pergelangan tangan kanannya. "Aku bisa keluar sekarang."
"Tunggu," ucap Dewa sebelum istrinya melangkah tinggalkan kamar, ia bergerak hampiri Mya yang masih berdiri di dekat laci.
"Ada, ada apa, Wa? Aku mau buat sarapan." Langkah Dewa yang semakin dekat membuat jantung Mya seperti akan melompat dari sarangnya.
"Lo habis lihat apa?" Begitu santainya Dewa mempertontonkan bagian atas tubuhnya tepat di depan Mya, tak ada rasa canggung seperti saat mereka di Barcelona.
"Nggak ada kok."
"Ini, ya?" Dewa raih pigura kecil tadi, mengangkatnya di depan Mya. "Karena gue tahu hal kayak gini bakal berguna, khususnya buat malam ini."
"Iya, kamu benar." Ia paksa tersenyum. "Kalau gitu aku keluar sekarang, ya. Kamu bisa siap-siap." Mya sudah bergerak beberapa langkah, tapi Dewa bergerak cepat meraih tangannya hingga sang istri kembali memutar arah dan tak sengaja mendorong Dewa, membuat keduanya terbaring di ranjang dengan posisi Mya berada di atas. Pandangan mereka beradu sedekat itu, wajah Mya hanya beberapa centi dari wajah Dewa. Saat Mya hendak beranjak, kedua tangan Dewa justru menekan punggung Mya agar tetap berada di sana, Dewa tak segan memeluk pinggang Mya erat-erat. "Dewa—"
"Mya." Aroma citrus dari tubuh Dewa membaui indra penciuman Mya, ia harap Dewa tak mendengarkan detak jantungnya saat ini. Tanpa aba-aba Dewa bergerak cepat memutar tubuh mereka, membuat posisinya jadi terbalik.
"Dewa—" Mya semakin ketakutan menanggapi sikap suaminya. Kedua tangan perempuan itu terus menahan lengan Dewa sekuat tenaga, tapi mungkin ia salah menerka, sebab seberusaha apa pun Mya mendorong, Dewa lebih berkuasa terhadapnya. Laki-laki itu semakin memangkas jarak mereka, menutup binar dari mata keduanya ketika kelopak sama-sama meluruh di saat yang tepat, ketika setiap detiknya semakin dipercepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika, Mungkin (completed)
ChickLit1 in metropop (15 Januari 2021) 1 in generalfiction (29 April 2021) "Jika saja aku bertemu denganmu lebih awal, Mungkin kisah kita akan berbeda." Cincin pernikahan harusnya menjadi sebuah lambang penuh arti, tapi bagaimana jika mereka hanya memasang...