Hai, lama nggak menyapa pembaca Jika, Mungkin.
Long time no see di work ini, sebenarnya udah dari lama pengin lanjutin, cuma aku selalu pikir-pikir lagi karena bahasa yang aku pakai di naskah ini diusahakan tertata kayak naskah SCHATJE, udah baca belom?Kalo belom baca gih, jadi kalau bahasa seperti itu musti aku rangkai dulu di kepala, enggak asal tulis seperti beberapa karya yang lain.
Semoga kamu masih menikmati karya ini ya 🖤🖤
***
Awalnya, perempuan yang sibuk menjepit foto-fotonya saat bersama sang suami piknik ke Curug Cibadak pada sekat lampu tumblr ingin ia atur di dekat jendela, tapi Mya berubah pikiran dan memilih menatanya pada tembok di ujung tempat tidur. Setelah pulang kerja ia mampir sebentar ke toko perlengkapan untuk membeli lampu, lantas mencetak foto-fotonya di rumah. Kini, sesuatu yang Mya atur semenarik mungkin telah selesai, kamarnya jauh lebih berwarna—seperti aura yang tampak dari wajah kuarsa si nona, melebihi rona pelangi."Ini beneran kamar anak SMA," gumam Mya yang masih berdiri dengan lutut di permukaan ranjang seraya berkacak pinggang, ia tersenyum puas melihat hasil perbuatannya. "Mandi dulu, habis itu masak buat Dewa, dia bilang bakal pulang agak malam."
Bersyukur adalah satu hal yang wajib Mya kokohkan dalam benaknya, segala yang berlangsung dalam kehidupannya tentang kemarin, hari ini atau besok memiliki campur tangan Tuhan. Ia tak ingin merasa naif melakoni rumah tangga yang diawali dengan hubungan yang disebut sebagai asing, sebab kini mereka tengah merajut kata saling dan merangkai kenang yang takkan pernah lekang.
Memang tidak banyak yang harus ia perbuat, menjadi diri sendiri adalah cara paling baik untuk bernegosiasi dengan keadaan sekitar, lantas beradaptasi dengan hal-hal baru termasuk sebuah perhatian kecil saat seseorang berkata akan mengantarnya ke kantor atau duduk berdua di sofa ruang tamu seraya meneguk segelas kopi dengan rangkaian cerita yang tertuang di dalamnya. Terasa hangat dan nyaman, seperti pelukan rindu seorang ibu.
Bahasa rasa memang sederhana, apa pun yang membuat seseorang merasa nyaman dan ingin terus bertahan maka goreskan saja menjadi memoar yang mungkin suatu hari bisa dikenang
Di bawah naungan langit-langit flat tersebut Mya tengah merangkai ceritanya sendiri, cerita dengan bahasa rasa yang ia paksa sejak awal meski lambat laun kata 'terpaksa' telah beralih menjadi 'terbiasa', semudah itu. Mudah mengganti frasa, tapi sulit menjadi lakon di dalamnya.
Apa yang perlu ia nikmati maka akan ia nikmati, bukankah hidup hanya sekali?
Suara shower dari arah kamar mandi tak lagi terdengar, beberapa menit berselang Mya keluar dengan balutan kimono handuk di tubuh, rambutnya yang basah dililit handuk lain. Terdengar dering ponsel dari arah ranjang, ia bergegas menjemput benda pipihnya dan duduk di tepi ranjang, tertera nama Herdi—sang paman yang pernah menjadi wali nikahnya menelepon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika, Mungkin (completed)
ChickLit1 in metropop (15 Januari 2021) 1 in generalfiction (29 April 2021) "Jika saja aku bertemu denganmu lebih awal, Mungkin kisah kita akan berbeda." Cincin pernikahan harusnya menjadi sebuah lambang penuh arti, tapi bagaimana jika mereka hanya memasang...