Katanya, tempat ini adalah akhir dunia. Kalau memang benar, izinkan aku kembali ke tempat ini untuk terakhir kali bersama seseorang yang benar-benar mencintaiku, menginginkanku ada untuknya setiap hari, Tuhan. Mya tersenyum kecil menatap keadaan sekitar, angin berembus cukup kencang di dekat Pelabuhan La Coruna, Galacia, Spanyol. Debur ombak lautan biru di dekat mereka terdengar seperti sebuah nyanyian yang cukup panjang, langit dan samudra seringkali bersaing di sana—perihal siapa yang lebih biru dan memikat, nyatanya sama saja, setiap sudut bisa dikagumi oleh orang-orang yang datang.
Mya dan Dewa berdiri bersebelahan pada selasar yang membentuk sebuah setapak bundar mengitari sebuah mercusuar peninggalan Romawi setinggi 55meter dengan posisi menghadap ke Laut Atlantik Utara dari pesisir pantai Spanyol, mercusuar yang dibangun pada paruh kedua abad pertama menjadikan tempat itu sebagai mercusuar tertua di dunia yang masih beroperasi.
Tower Of Hercules berdiri kokoh di depan Mya dan Dewa, begitu tinggi dan gagah—menjadikannya sebagai salah satu peninggalan ikonik di Spanyol. Entah harus bagaimana Mya menjelaskan perasaannya sekarang, ia benar-benar senang bisa dibawa ke tempat itu, jika Mya tak ke Barcelona mungkin ia takkan menemukan tempat yang sering disebut-sebut sebagai akhir dunia.
"Nggak mau foto di sini?" tanya Dewa memecah sunyi antara mereka, ia menengadah tatap mercusuar itu sejenak—sebelum beralih pada sang istri yang seolah terhipnotis untuk terus menatap bangunan tinggi nan tua di depannya.
"Kenapa kamu suka banget tanya kenapa aku harus foto, kamu punya ponsel buat foto sendiri, kan?" Kedua tangan Mya masuk ke saku mantelnya, ia melangkah tinggalkan Dewa yang justru mengekor seolah ingin tahu apa pun urusan Mya, padahal perempuan itu hanya berdiri lebih dekat dengan tebing sekadar tatap betapa birunya lautan lepas di bawah tebing, tapi sejauh mata memandang Mya bisa saksikan semua.
"Gue nggak ada maksud apa-apa, lo kan bawa kamera, jadi pasti pengin foto, kan?" Dewa berdiri di belakang Mya.
"Nanti, kalau aku ingin." Mya terpejam rasakan angin menerjang membuat mahkotanya yang tergerai seperti menari sesuka hati. "Ngomong-ngomong makasih udah bawa aku ke sini."
"Makasih?" Ia bahkan tak pernah terpikir Mya bisa mengatakan satu kata itu, ia juga tak pernah mengharapkannya.
"Iya, makasih." Mya memutar tubuh seraya tampilkan senyum tulusnya untuk Dewa, bukankah ia tak pernah melakukan hal sederhana itu meski pada suaminya sendiri? Bukankah satu keajaiban yang datang dari Tower Of Hercules.
Ada lengkung balasan meski begitu tipis dan nyaris tak terlihat. "Lo tahu legenda yang ada di tempat ini nggak?"
"Aku nggak tahu."
"Katanya, kalau dua orang yang berpisah di tempat ini—pasti suatu hari bakal dipertemukan lagi," tutur Dewa sebelum menoleh seraya tunjuk mercusuar di belakangnya, "dia saksinya."
Biarpun aku ingin pisah sama kamu, Wa. Semoga bukan di tempat ini, di masa depan kita nggak perlu ketemu lagi. Mya menunduk, ia keluarkan kamera polaroidnya sebelum arahkan benda itu pada pemandangan samudra yang biru di bawah langit biru, mereka sangat serasi, tapi tak mungkin menyatu. Mya berhasil dapatkan satu cetak foto estetik dari samudra yang ia jepret, ia simpan lembar foto pada sling bag sebelum arahkan kameranya lebih tinggi dengan lensa menghadap pada Mya. Ia tersenyum seraya angkat tangan kiri yang kosong tanpa memikirkan jika orang lain masih memperhatikannya di belakang, Mya juga tak peduli jika wajah Dewa ikut tertangkap usai ia menekan tombol shutter, kali ini berfoto dengan latar belakang Tower Of Hercules sudah cukup menjadi penyempurna dari beberapa foto yang berhasil Mya abadikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika, Mungkin (completed)
ChickLit1 in metropop (15 Januari 2021) 1 in generalfiction (29 April 2021) "Jika saja aku bertemu denganmu lebih awal, Mungkin kisah kita akan berbeda." Cincin pernikahan harusnya menjadi sebuah lambang penuh arti, tapi bagaimana jika mereka hanya memasang...