PEREMPATAN LAMPU MERAH.

11.1K 1K 125
                                    


Welcome di chapter 50 ❤❤
Tuh kan aku janji buat double up, pokoknya banyakin komentar sampai naskah ini ending ya.

Btw ini 2300 kata.

Jan lupa taburan bintangnya ❤❤

***

Minggu yang menyesakan hati akhirnya berakhir, sunyi yang memenuhi langit-langit tempat itu akhirnya bisa ditinggal bekerja di Senin pagi hari ini. Kemarin, Dewa seperti kehilangan arah, ia tak mampu menemukan Mya di mana-mana sekalipun wanita itu ada, istrinya bahkan enggan keluar dari kamar dan terus mengunci rapat pintu agar Dewa tak perlu berkali-kali mengintip keadaannya. Wanita itu hanya minta kunci lemari yang sengaja Dewa sembunyikan, karena Mya juga perlu berganti pakaian setelah ia mandi.

Dewa resah, tapi ia tak memiliki daya untuk melawan keputusan Mya, ia terus mengupayakan kesabarannya dan menunggu hingga wanita itu sudi berbicara. Dewa mencoba membeli makanan di restoran area apartemen tersebut, saat ia menawarkannya pada sang istri—Mya menolak. Ia sama sekali tak makan hingga sore tiba dan semua makanan yang Dewa beli berakhir di tempat sampah tanpa tersentuh, pasalnya Dewa juga tak memiliki minat untuk menyantap apa pun, mereka sama saja.

Pernah sekali Mya membuka pintu kamar dan keluar menghampiri dapur, Dewa senang bukan main. Ia pikir Mya mau berbicara dengannya, tapi dugaan Dewa salah, wanita itu tetap saja diam dan melangkah melewatinya tanpa berbicara saat Dewa berdiri di ambang pintu dapur—seolah ia tak kasat mata.

Pagi ini Mya melakukan aktivitasnya dengan normal, ia tetap bersikap sebagai seorang istri saat membuatkan sarapan untuk Dewa tanpa melupakan kopi, tapi tetap tak ada suara yang terlontar dari bibirnya, menatap Dewa saja enggan meski sang suami terus saja memperhatikan gerak-geriknya seraya duduk di balik meja makan.

"My, nanti aku antar kamu kerja, ya?" tawar Dewa mengharap jawaban positif.

"Sorry, enggak bisa. Aku mau pesan taksi online aja."

Dewa bergeming, ia tak bisa melawan keputusan istrinya lagi, wanita itu beranjak meski hanya menghabiskan setengah potong roti tawarnya. "My—" Suara Dewa menggantung di udara tanpa mampu melanjutkannya, wanita itu sudah lebih dulu keluar, Dewa mendengkus pasrah, ia merasakan perang dingin antara mereka.

Dewa membiarkan istrinya benar-benar pergi bekerja sendiri, di sini ia merasa tak berguna sebagai seorang suami, hobinya menyakiti Mya dan membuat hubungan mereka lagi-lagi renggang. Apa sih yang Dewa inginkan?

***

"Pagi, My," sapa Melody yang baru tiba di sisi Mya setelah berlari menghampiri wanita itu saat Melody baru turun dari mobilnya di parkiran.

"Pagi, Mel." Untuk teman-temannya Mya masih sanggup melukis senyum.

"Oh ya, kok kemarin lo pergi duluan sih? Habisnya gue cari enggak ada."

"Oh kemarin ya." Mya bergeming mencari alasan. "Ada urusan mendadak, sorry ya enggak bisa lebih lama di sana."

"It's okey, oh ya. Satu lagi, My. Kemarin kenapa kok lo kayak kaget gitu pas gue bilang yang tunangan sama Bang Jef itu mantan si Dewa? Omongan lo juga ...." Sebaris alis Melody terangkat, mereka masuk ke dalam lift yang kebetulan kosong dan tidak antre.

"Eum, iya. Kaget aja kalau mantan pacar Dewa ternyata tunangan kakak kamu." Sungguh, segala pertanyaan Melody harus membuat Mya piawai mencari alasan mendadak, harusnya kemarin Mya mengungkapkan status hubungannya dengan Dewa pada teman-teman, sayang sekali dipaksa gagal karena sebuah fakta yang membuat Mya ingin sekali tenggelam ke dasar laut dengan segera.

Keduanya berpisah saat Melody mencapai kubikelnya, Mya memasuki ruang kerja seraya merenggangkan otot leher yang terasa kaku, mungkin posisi tidurnya semalam tidak benar sampai terasa pegal. Ia duduk di balik meja dan mengeluarkan ponsel dari cross body bag, ia baru ingat kalau nomor Dewa masih diblokir dan Mya belum memiliki niat untuk membuka blokiran, ia tidak berencana membahas apa pun tentang masalah tersebut.

Jika, Mungkin (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang