Sosok itu masuk apartemen saat jarum pendek menunjuk angka sebelas malam, ia dapati keadaan di dalam sudah gelap, tangannya meraba tombol lampu di permukaan tembok dekat pintu utama, seketika cahaya memperlihatkan isi ruangan apartemen Dewa yang semakin rapi saja. Ia bergeming sejenak menatap sekitar seraya berdecak, laki-laki itu melangkah tinggalkan ruang tamu, masuk ke dapur dan temukan makanan di permukaan meja makan. Dewa mendekat, menatapnya sejenak sebelum beralih dekati kulkas dan meminum sebotol air dingin yang ia keluarkan dari sana, setelah itu keluar meninggalkan ruang makan tanpa menyentuh apa-apa lagi.Dewa tahu, ia mengecewakan istrinya lagi kali ini.
Sosok itu berhenti sejenak di depan pintu kamarnya, ia menoleh tatap pintu kamar Mya yang tertutup rapat. Entah apa yang tengah Dewa pikirkan kali ini, ia menoleh tatap pintu dapur, sepasang kakinya ingin melangkah ke sana dan melawan anomali yang terus membuncah, tapi Dewa lebih egois rupanya. Ia menarik kenop pintu dan masuk kamarnya sebelum hari berikutnya akan berlangsung.
***
Pagi telah menegaskan kalau Mya harus menelan kekecewaannya lagi begitu ia dapati masakannya masih utuh di permukaan meja makan, Dewa tak menyentuhnya. Mya terpejam sejenak di sisi meja makan, kedua tangannya terkepal kuat menahan emosi yang menghampiri, tapi sebuah tarikan napas sudah cukup membuatnya melapangkan kesabaran.
"Nggak apa-apa kok, Wa. Mungkin kamu udah makan malam di luar," terka Mya sendiri, ia mencoba berpikir positif kali ini. Meski berat hati, tapi Mya terpaksa membuang semua masakannya ke tempat sampah, mencuci semua wadah kotor itu. Kali ini ia lakukan lagi aktivitas pagi membuat secangkir kopi serta setangkup roti panggang seraya merapal doa semoga Dewa akan menyentuhnya meski seteguk saja.
Mya tetap bangun lebih pagi seperti kemarin, menyiapkan segala hal untuk sarapan suaminya, tapi entah mengapa bibir terasa kelu berucap seperti dijahit agar tak bisa mengajak bicara sosok itu. Mya bahkan tak melihat rupa Dewa sejak kemarin pagi hingga pagi lagi, saat Dewa pulang istrinya sudah terlelap dalam lelahnya, lantas kala pagi tiba laki-laki itu belum keluar kamar hingga Mya pergi ke kantor. Mereka seatap, tapi seperti terpisah jarak berkilo-kilo meter jauhnya, agak lucu memang.
Bentuk kecil rasa menghargai seorang istri kepada suaminya sudah terhidang di meja, Mya bersiap keluar dari apartemen saat ia kenakan heels seraya duduk di sofa ruang tamu, matanya mengarah pada pintu kamar Dewa. "Aku pamit berangkat kerja, Wa," gumam Mya sebelum beranjak keluar dari apartemen.
"Pagi, Mya," sapa Salsa yang juga baru keluar dari unit apartemennya, ia tersenyum menatap Mya yang kini mengangguk pelan tanpa lupa melukis sesuatu di wajahnya, tak perlu orang lain tahu seberapa menyedihkannya ia hari ini. "Nggak berangkat bareng Dewa?"
"Nggak, aku terbiasa berangkat lebih pagi, kalau dia ...." Mya menelan ludah, bingung harus berkata apa. "Terbiasa bangun agak telat, udah mendarah daging."
"Kok paham banget, ya." Salsa terkekeh saat mereka melangkah beriringan hampiri lift. "Dewa pulang jam berapa semalam?" Tiba-tiba Salsa bertanya seperti itu saat mereka sudah berdiri di dalam lift, hanya berdua.
"Dewa?" Mya berkedip beberapa kali, ia bahkan tak tahu jam berapa suaminya pulang. "Eum, jam sembilan kalau nggak salah." Ia salah tingkah saat Salsa mengernyit padanya.
"Lo serius?" Salsa memperhatikan Mya dengan seksama, tatapannya berbeda. Kenapa dia bohong, padahal gue lihat Dewa semalam jam 11 baru pulang waktu baru beli nasi goreng. Salsa manggut-manggut, ia tak bertanya lagi hingga mereka tiba di lantai dasar dan melangkah lewati lobi, menyapa beberapa orang yang hilir-mudik di sana. Saat Mya baru akan menuruni anak tangga pertama di beranda, Salsa menarik tangannya. "Lo kalau punya masalah atau curhat apa pun itu, langsung aja cari gue, ya, Mya. Hati-hati di jalan." Ia melepaskan Mya dan melangkah melewatinya menuju parkiran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika, Mungkin (completed)
Chick-Lit1 in metropop (15 Januari 2021) 1 in generalfiction (29 April 2021) "Jika saja aku bertemu denganmu lebih awal, Mungkin kisah kita akan berbeda." Cincin pernikahan harusnya menjadi sebuah lambang penuh arti, tapi bagaimana jika mereka hanya memasang...