Teman-teman pada puasa enggak nih?Jangan lupa tekan vote dan komen, kalo dapat 40vote aku update lagi deh ^^
Percikan air menyentuh tiap-tiap permukaan hijau sang kaktus, jendela swing kamar itu telah dibuka lebar-lebar setelah pemiliknya bangun sejam lalu, kali ini ia biarkan para kaktus mungilnya menikmati udara segar dari luar, menikmati sesejuk apa tiap tetes air yang Mya bagi.
Perempuan itu belum juga mandi meski jarum jam tak mungkin mundurkan waktu, tiba-tiba saja ia dihinggapi rasa malas pagi ini saat ekspektasinya sebelum terlelap hanyalah omong kosong, semua yang ia harapkan sebagai mimpi rupanya kenyataan dan Mya harus menelannya bulat-bulat ala pil pahit untuk orang sakit. Meski ia bosan, tapi mereka datangnya seperti mengejutkan seolah surprise menyenangkan, padahal Mya ingin sekali berlari sejauh-jauhnya, keluar dari jebakan Batman yang membuatnya keteteran.
Ia keluar dari kamar, duduk di balik meja makan seraya mengaduk susu cokelat, bahasa tubuh yang Mya perlihatkan cukup menjadi clue jika ia malas melakoni aktivitasnya, tapi tak mungkin juga ia bolos kerja, apa kata atasannya nanti.
Ponsel Mya di permukaan meja tampak menyala sebelum dering terdengar, nama kontak bertuliskan Mama Paramitha membuat Mya membuang napas kasar. Ia raih benda itu, mendekatkannya ke telinga kanan seraya seruput sedikit susu cokelat hangatnya sebagai upaya relaksasi pikiran, kata orang-orang cokelat bisa membuat bahagia. Mungkin hanya mitos.
"Mya nanti bisa ke rumah nggak? Pasti sepi kan nggak ada Dewa, atau mama aja yang ke apartemen buat temani kamu?"
"Ng—" Mya berkedip. "Nanti Mya aja yang ke situ, ya, Ma. Pulang kerja."
"Oke, mama tunggu. Semangat kerjanya." Panggilan berakhir, Mya letakan ponselnya lagi di permukaan meja. Ia meraup wajah sebelum hentakan kakinya di selasar, mungkin susu cokelat tak memberi efek apa-apa, tetap saja semua masih buruk. Begitulah, susu cokelat hanya minuman, cokelat juga hanya makanan.
***
Apakah pemimpin divisi marketing adalah karyawati yang baru bekerja hari ini?
Tentu saja tidak, namanya masih Mya Davika, statusnya sebagai pimpinan marketing sudah berlangsung cukup lama, hanya saja orang-orang mulai menerka-nerka hal lain dari perempuan itu, ia terlihat aneh hari ini. Sejak Mya turun dari taksi dan memasuki kantor, ekspresi katatoniknya membuat beberapa orang tak berani menyapa, aura hitam seolah menyelimuti perempuan itu. Biasanya Mya tampak hangat, saling menyapa dengan orang lain atau berbincang sebelum mereka tiba di meja masing-masing. Hanya saja, pagi ini mendung seperti berada di pihak Mya seorang.
Melody serta Aira pun mulai bertanya-tanya, apa yang membuat teman mereka tampak berbeda hari ini? Sama sekali tiada rona sumringah yang biasanya Mya perlihatkan meski punggung dihinggapi banyak beban, tapi hari ini Mya seakan memperlihatkan semua bebannya pada orang-orang, membiarkan mereka menerka-nerka sendiri.
Sejak masuk ruang kerjanya, Mya sama sekali tak keluar dari sana, biasanya perempuan itu akan buat kopi sendiri, tapi kali ini OB yang melayaninya.
Jam makan siang mulai berlangsung. Aira, Melody serta Dimas berkumpul di dekat kubikel Melody, mereka sibuk membahas tempat makan siang hari ini. Sedangkan Sakti baru keluar dari ruangannya, ia berhenti sejenak di depan pintu ruangan Mya, tapi kaca persegi panjang dengan posisi vertikal yang membuat setiap orang bisa melihat keadaan Mya di dalam membuat Sakti urungkan niat untuk masuk. Perempuan itu terlihat sibuk dengan laptopnya tanpa mengidahkan jika jam makan siang baru saja dimulai.
"Jadi, enaknya makan di mana sekarang? Gue tiba-tiba pengin makan sushi pas habis lihat video mukbang semalam." Aira gemas sendiri membayangkan, ia berdiri di sisi Dimas, sedangkan Melody masih duduk di kursinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika, Mungkin (completed)
Literatura Feminina1 in metropop (15 Januari 2021) 1 in generalfiction (29 April 2021) "Jika saja aku bertemu denganmu lebih awal, Mungkin kisah kita akan berbeda." Cincin pernikahan harusnya menjadi sebuah lambang penuh arti, tapi bagaimana jika mereka hanya memasang...