“Ini serius Marisa yang itu?” Aira tak kalah bingung, ia menatap Mya nan terlihat syok, buru-buru Aira meletakan sumpitnya sebelum beranjak mendekati Mya, sementara Melody seperti kehilangan akal sehat untuk sesaat, ia bak manusia lupa ingatan—meski sudah terjadi hampir tiga tahun silam, seharusnya Melody mengingat sesuatu tentang iparnya itu dengan Mya. Namun, tiba-tiba bak sambaran petir di siang bolong keanehan terjadi. “Mya, lo nggak apa-apa, kan?” tanya Aira cemas, ia mengusap-usap punggung Mya.“Ak-aku enggak apa-apa kok.” Wanita itu tersenyum kecut, ia membungkuk meraih kedua sumpitnya dari lantai, lantas beranjak. “Mel, Ra. Aku ke toilet ya, nggak akan lama kok.” Ia menyingkir menjauhi teman-temannya, setelah itu Aira berganti menghampiri Melody.
“Lo itu kenapa sih, Mel. Kerasukan?”
Melody juga membeku, ia yang awalnya bersikap begitu santai dan tenang kini merasa tegang, semua itu akibat perkataannya sendiri. Melody menatap kaku Aira, ia menggeleng pelan disertai mimik wajah penuh kecemasan. “Gue salah ngomong yah, Ra?”
Sahabatnya berdecak, menyentuh kening. “Lo baru nyadar sekarang? Biasanya gue yang suka ceplas-ceplos kepleset, kenapa sekarang jadi elo, sih?”
“Mya marah nggak yah sama gue, Ra.” Melody meremat sumpitnya kuat-kuat, perasaan getir itu menyerang ulu hati, ia menatap ke arah toilet di ujung ruangan dengan pintu tertutup, kecemasannya meningkat drastis. “Gue kan enggak sengaja, maksudnya gue tadi cuma kepikiran kalau Marisa yang udah sah jadi ipar gue emang mau ke sini karena dia lagi hangout bareng Bang Jeffry sama anak mereka. Malah situasinya jadi runyam gini, gimana dong, Ra.” Melody mendekap perut Aira yang berdiri di sampingnya. “Kalau Mya sampai nggak mau ngomong lagi sama gue gimana dong, Ra.”
Aira berdecak. “Ya ampun, emang si Mya bisa sampai kayak gitu? Nggak akanlah, kayaknya dia cuma syok aja, secara kan Marisa ini mantan pacar suaminya dulu, karena lo nyeplos kayak tadi, gue juga baru inget ternyata Marisa ipar lo, Mel. Bumi kok makin rumit aja.”
“Marisa ada di mall ini, pasti sebentar lagi sampai.” Melody beranjak. “Gue samperin Mya ke toilet kali ya, gue perlu minta maaf nggak sih?”
“Nanti aja, analisis gue juga kejadian kayak gini pasti bakalan ada sekali seumur hidup, mending kita mikirin cara biar nanti enggak canggung.” Ide Aira lebih baik, ia kembali duduk di kursinya sembari mengajak Melody berdiskusi, sementara Mya masih berdiri di depan cermin wastafel toilet, menatap pantulan diri, ini bukan tentang mencari kekurangan atau celah dalam dirinya. Ia hanya merasa aneh perihal situasi, sebab bayang masa lalu yang bahkan tak pernah lagi Mya ingat kembali naik ke permukaan, seperti putaran kaset lama dengan beragam video pendek berslide berwarna abu-abu.
Tangan Mya terangkat untuk menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga, lalu beralih menyentuh wajah, ia seperti melihat seorang Mya Davika di masa lalu, pada kisah-kisah sulit serta ruang lingkup yang begitu memenjarakan, dari sekelumit kepelikan hidup nan tetap ia telan meski pahitnya melebihi pil biru.
Wanita itu mencoba tersenyum, dari yang datar dan nyaris tak terlihat hingga membentuk sebuah garis lengkung memikat, Mya bisa tersenyum sekarang.
***
Lagi-lagi cuma spoiler, pokoknya kamu bisa baca full final chapter di KaryaKarsa, ada 3500+ kata lho buat dibaca sampai bener² lega, gak mau gitu?
Buat yang gak punya aplikasinya bisa tap link di bio wattpad aku ya, masuk lewat web juga gampang kok, buruan deh baca o(〃^▽^〃)o
Enjoy your day 💕💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika, Mungkin (completed)
Romanzi rosa / ChickLit1 in metropop (15 Januari 2021) 1 in generalfiction (29 April 2021) "Jika saja aku bertemu denganmu lebih awal, Mungkin kisah kita akan berbeda." Cincin pernikahan harusnya menjadi sebuah lambang penuh arti, tapi bagaimana jika mereka hanya memasang...