Harusnya, seseorang bisa membaca situasinya sekarang—tentang bahasa tubuh yang menegaskan sebuah penolakan, bahkan tiada tatap mata meski berkali-kali diajak bicara. Mya membenci situasi serta keberadaannya, ia tak enak hati dan tak tahu harus bagaimana ketika duduk di sofa berjejeran dengan Melody serta Aira, berseberangan dengan Sakti dan Dimas. Sejak Mya kembali, netra Sakti enggan beralih darinya, hal itu membuat Mya gemas sendiri, ia ingin segera lenyap dari sana, tapi tak memiliki alasan yang tepat.
Teman-temannya mulai menikmati makan siang mereka dengan lahap seraya sesekali mengomentari rasa makanannya atau melempar candaan, sedangkan Mya yang terlalu pening menghadapi situasinya—hanya menyesap jus melon susu melalui sedotan. Saat penglihatannya mengarah pada Sakti, laki-laki itu tengah memperhatikannya—membuat Mya seperti orang yang ketakutan, menunduk dan tak ingin menatap lagi.
Situasi macam apa ini! Makan siang mereka terasa begitu canggung bagi Mya, perut laparnya seolah ditekan agar diam sebab si pemilik yang terlalu malas diajak kompromi akibat gugup sendiri.
"Lo nggak makan?" Melody melirik Mya, posisi Melody berada di tengah, Aira di sisi kiri Melody alias samping tembok dan Mya di sisi kanan—dekat dengan meja-meja lainnya.
"Iya." Mya tersenyum canggung, ia meraih garpu sendok yang sempat terbungkus tisu, tangannya mulai terulur menusuk salad sayur yang terhidang, setiap gerak-geriknya tak luput dari bidikan mata Sakti. Mya yang menyadarinya semakin muak dengan keadaan—sampai tangannya refleks meloloskan garpu serta sendok dan mencipta suara yang membuat teman-temannya menoleh. "Sorry."
"Lo gerogi ya karena tahu Sakti mau ungkapin cinta lagi?" bisik Melody membuat pupil Mya melebar, sungguh ironi menyadari jika kebodohannya diketahui orang lain.
"Nggak." Mya menyesap lagi jus miliknya, ia semakin tak betah berada di sana, padahal biasanya momen makan bersama teman-teman adalah hal yang menyenangkan untuk berbagi cerita, tapi semua tampak berbeda saat salah satunya memiliki sebuah rasa.
Dering ponsel membuat Mya buru-buru mengeluarkannya dari sling bag, senyum mengembang saat nama Dewa tertera di sana, kali ini ponsel menyentuh telinga kiri bersama sebuah fokus yang mengarah menuju pintu masuk kafe. "Iya, aku di sebelah sini." Tangannya melambai pada sosok yang kini berjalan mendekat, semua orang refleks mengikuti arah pandang Mya termasuk Sakti dan Dimas yang kini menoleh.
"Lo ajak sepupu lo makan di sini?" terka Melody, semua orang masih menganggap jika Dewa hanyalah sepupu Mya, tapi keganjilan lain hanya dirasakan Sakti saja. Laki-laki itu merasakan nyeri sekaligus sesak di bagian dada, tebak saja apa yang terluka.
"Hai." Dewa menyapa, tersenyum menatap semua orang dan membuat Melody serta Aira menganga, terakhir kali kesan yang mereka dapatkan dari Dewa adalah sikap dingin serta tak acuh, tapi kali ini?
"Hai!" Aira beranjak bersama tangan terulur pada Dewa, ia tampak bersemangat. "Gue Aira, temannya Mya. Gue baru tahu kalau lo sepupunya Mya."
Dewa mengernyit pada sang istri, tapi Mya mengalihkan pandang seraya berharap jika Dewa bisa memahami kondisinya saat itu, tentang janji mereka untuk tak mengatakan arti dari cincin pernikahan pada orang lain meski kini benda yang Dewa sematkan sendiri saat hujan turun malam itu sudah menegaskan sebuah publikasi yang nyata, tapi teman-teman Mya memang belum menyadarinya dan mungkin menganggap benda itu cincin biasa.
"Oh, iya." Dewa mengangguk, ia juga membalas uluran tangan Aira. "Boleh gabung? Kebetulan kantor gue dekat tempat ini, terus Mya tadi chat, jadi sekalian mampir aja mumpung jam makan siang." Ia mencoba berbaur dengan suasana asing yang ditemuinya.
"Boleh kok, boleh. Duduk aja di sebelah Sakti." Melody turut bicara, kehadiran laki-laki tampan yang mereka pikir tak memiliki pasangan benar-benar membuat benak terasa nyaman. Good looking yang Dewa miliki sudah cukup membuat setiap perempuan terpikat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika, Mungkin (completed)
Chick-Lit1 in metropop (15 Januari 2021) 1 in generalfiction (29 April 2021) "Jika saja aku bertemu denganmu lebih awal, Mungkin kisah kita akan berbeda." Cincin pernikahan harusnya menjadi sebuah lambang penuh arti, tapi bagaimana jika mereka hanya memasang...