"Isla, ini makam mendiang kakek sama nenek kamu, Nak," ucap Mya seraya menaburkan beragam kelopak bunga pada tanah nan tertutup rerumputan tersebut, kenapa tak Mya cabut? Karena bukan rumput liar, tapi rumput yang memang disengajakan hampir memenuhi semua permukaan makam nan sudah lama berada di sana.Isla berada di tangan sang ayah, bayi itu seolah merasakan atmosfer sendu acapkali setiap manusia datang ke tempat ini, sebabnya Isla diam sembari menggigit alat perangsang gigi berbentuk gajah merah nan memenuhi sepasang tangan mungilnya.
Keluarga kecil tersebut berada di Yogyakarta setelah Dewa mengambil cuti dari kantor, ia juga butuh refreshing bersama si mungil yang cantik serta istri wonder womennya, paling tidak membawa mereka menepi dari kerumitan Jakarta sejenak, toh sejak pernikahan Dewa tak pernah datang ke kota ini.
"Cucu ayah sama ibu semakin tumbuh, Isla udah mulai belajar jalan, tapi kadang-kadang jatuh juga, dia selalu bikin orang lain ketawa," tutur Mya sembari tersenyum tipis, ia menaburkan bunga untuk dua makam yang mengapitnya. "Lihat deh, Isla lebih mirip siapa ya?" Mya menoleh pada si kecil dan mengusap lembut pipi bayi itu. "Aku atau Dewa ya? Kalau kalian masih ada pasti kalian juga senang punya cucu seperti Isla."
Mya mendengkus, "Aku, Dewa ama Isla pamit pulang ya, ayah, ibu. Kami harus pergi ke tempat lain, Mya nggak bawa rasa sedih lagi kan? Karena sekarang Mya sangat bahagia, doakan semoga nanti kami bisa ke sini lagi." Ia mengecup bergantian pusara mendiang ibu dan ayahnya, setelah itu beranjak, Dewa juga melakukan hal yang sama. "Ayo kita pergi, Wa."
Keduanya menyingkir melewati makam-makam lain menuju gapura masuk tempat yang dipenuhi kesedihan tersebut, setidaknya Mya menepati janji datang ke tempat ini bersama perasaan bahagia, bersama keluarga kecilnya yang lengkap. Masih ingat terakhir kali Mya datang hampir dua tahun lalu saat ia membawa rasa sedihnya sebab bermasalah dengan Dewa, tapi badai kala itu belum merobohkan pertahanan Mya untuk berdiri kokoh, dan di tahun-tahun berikutnya mereka mampu membangun fondasi yang lebih kokoh, sebut saja cinta dan kepercayaan.
Perjalanan mereka lebih seperti road trip, apalagi Dewa mengemudikan mobil sendiri dari Jakarta ke Yogyakarta, lama waktu yang ditempuh juga lumayan, tapi tentu saja menyenangkan dan berkesan meski beberapa kali berhenti di rest area, terlebih Isla pintar sekali saat tidak mabuk perjalanan, si mungil yang menggemaskan itu justru menikmati full time masa liburannya.
"Salah aku banyak banget sama orangtua kamu, My," ucap Dewa begitu keduanya masuk ke dalam mobil, Isla sudah berpindah tempat ke tangan sang bunda.
"Salah?"
"Iya, salah." Ia lebih dulu mengemudikan mobilnya sebelum melanjutkan kalimat, "Selama ini aku banyak menyakiti kamu, malah dengan sengaja, aku ngerasa jadi pengecut banget waktu itu sampai nyusahin istri aku sendiri. Aku emang nggak tahu diri banget ya, My."
"Kamu ngapain bahas itu, kan udah masa lalu, lagian kita tahu sendiri awalnya gimana. Mungkin kita adalah salah satu dari sekian pasagan di dunia yang memiliki kecocokan karena perjodohan, kalau enggak dijodohin belum tentu aku mau sama kamu."
Dewa-nya mengernyit, merasa tak setuju dengan perkataan sang istri. "Serius kamu ngomong gitu? Kalau enggak kenal aku, nggak akan ada Isla di dunia lho."
"Bikin sama yang lain, kan laki-laki di bumi enggak cuma satu." Istrinya malah semakin senang menyinggung.
"Terus sekarang siapa yang salah kalau kamu jodohnya aku? Orangtua kamu atau orangtua aku?"
"Kayaknya yang salah si Isla deh."
"Isla?"
Mya mengangkat si mungil di depan wajahnya, ia dan Dewa kompak menyipit menatap bocah itu, tapi Isla malah menjatuhkan alat perangsang giginya sebelum tertawa menggemaskan melihat tingkah kompak orangtuanya. Sontak Mya mendekap dan mengecupi wajah si bayi, "Aduh, ya enggak mungkin dong. Mana ada Isla salah, Isla-nya bunda kan membawa kebahagiaan ya, Nak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika, Mungkin (completed)
ChickLit1 in metropop (15 Januari 2021) 1 in generalfiction (29 April 2021) "Jika saja aku bertemu denganmu lebih awal, Mungkin kisah kita akan berbeda." Cincin pernikahan harusnya menjadi sebuah lambang penuh arti, tapi bagaimana jika mereka hanya memasang...