Nodong dulu, 50 vote ya ^^Suara detak jarum jam lebih mirip suara degup jantung yang menggebu saat tiada suara lain mengusik sama sekali, ia benar-benar masih mempertahankan kelopak matanya agar terbuka meski jarum panjang dan pendek sudah bertemu di angka sebelas, harusnya Mya terlelap lebih awal setelah merasakan lelah berpergian sampai ke Bogor hari ini, harusnya Mya terlelap sebab bekerja esok hari. Namun, perempuan itu justru sibuk merangkai senyumnya tatkala bola mata terus mengarah pada layar ponsel—di mana foto-fotonya saat bersama Dewa berada di Loji serta Curug Cibadak telah dibagi sang suami ke nomor istrinya.
Mya bersila di tepi ranjang seraya menggeser satu per satu foto pada layar ponsel, begitu antusiasnya sampai ia tak menyadari jika seseorang berdiri seraya sandarkan lengan kanan pada ambang pintu, tangannya memegang cangkir berisi kopi yang dibuatnya sendiri tanpa ingin membangunkan sang istri—saat ia pikir jika Mya sudah terlelap, nyatanya ketika Dewa berniat mengecek keadaan Mya di kamar—ia justru menemukan istrinya masih membuka mata sampai-sampai tak mengidahkan jika seseorang membuka pintu kamarnya tanpa izin.
Dewa meneguk lebih dulu kopinya sebelum bergerak pelan menghampiri sang istri, Mya dibuat terkejut saat seseorang tiba-tiba duduk di sebelahnya—membuat Mya berpikir seraya menatap Dewa beberapa saat sebelum ia menarik napas lega. "Aku kira siapa."
"Siapa? Emang ada orang lain bisa masuk tempat ini?" Dewa meneguk lagi kopinya. "Kok nggak tidur?"
"Sebentar lagi, besok aku mau cetak semuanya. Aku mau beli lampu kecil-kecil yang nempel di kabel panjang itu—terus japit foto-foto kita di sela lampu biar kayak kamar anak SMA zaman sekarang." Mya mengatakannya penuh semangat, Dewa mendengarkannya penuh minat.
"Di sebelah mana?"
"Sebelah sana." Mya menunjuk sudut ruangan di sebelah kanannya—tepat di samping jendela.
"Jadi, rame dong. Kayak pasar malam."
"Iya." Mya terkekeh pelan, ia meletakan ponsel di pangkuannya. "Kok Dewa belum tidur? Emang nggak capek?"
"Ini." Ia menunjukan gelas kopinya. "Aku lupa kalau ada kerjaan sedikit, jadi bisa lembur sebentar sambil minum kopi. Aku kira kamu udah tidur, besok kerja."
"Iya, aku juga mau tidur kok." Mya berkedip beberapa kali seraya menunduk menatap ponsel sebelum kembali pada Dewa. "Eum, makasih banyak buat hari ini, ya, Wa. Mungkin perjalanannya emang bikin capek, tapi hasil yang didapat enggak berkhianat kok, otak aku rasanya jernih."
"Cuma terima kasih?"
Mya mengernyit. "Apa?"
Dewa tersenyum tipis menatap wajah Mya, dimulai dari binar matanya, turun ke hidung dan berakhir di bibir ranum tanpa polesan apa pun. Mya sendiri beberapa kali berkedip saat Dewa hanya diam mengamati tanpa berkata apa-apa.
"Coba kamu sebut nama hari," ucap Dewa.
"Nama hari?" Mya semakin kebingungan. "Kenapa?"
"Sebut aja, setelah hari Rabu, tapi sambil merem."
"Merem?" Mya berpikir sejenak sebelum mengangguk menyetujui, ia memejamkan matanya seraya menarik napas lebih dulu. "Kamis, Jumat, Sabtu." Mya mengucapkannya dengan tempo pelan, ia membuka mata sebelum terhenyak kaget saat tubuhnya terdorong perlahan bersama tangan Dewa yang kini berakhir di punggung serta tengkuk Mya—menahannya agar tak menyentuh permukaan ranjang. Sebuah kecupan pelan menyapa bibir Mya saat kelopak matanya terbuka tadi, kali ini gerakan pelan enggan menyudahi meski cangkir berisi sisa kopi sudah jatuh menyentuh selasar hingga legam mengalir dari sana.
Semua berjalan lambat bersama detak jarum jam yang tak lagi seirama dengan degup jantung—sebab berpacu dua kali lebih cepat dan tak berangsur netral, justru semakin cepat saat kesimpulan masing-masing mendesak semuanya agar lekas berlanjut. Mya tahu posisinya sama sekali tak membuat Dewa nyaman, masih duduk bersila seraya memiringkan wajah, kali ini perempuan itu memiliki tekad sendiri untuk mengubah posisi saat akhirnya ia berdiri dengan lutut bersama sepasang tangan yang mulai merayap pada bahu Dewa dan berakhir menyatu menjadi sebuah rangkulan di leher laki-laki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika, Mungkin (completed)
ChickLit1 in metropop (15 Januari 2021) 1 in generalfiction (29 April 2021) "Jika saja aku bertemu denganmu lebih awal, Mungkin kisah kita akan berbeda." Cincin pernikahan harusnya menjadi sebuah lambang penuh arti, tapi bagaimana jika mereka hanya memasang...