PALSU RASA ASLI.

11.5K 1K 23
                                    


Lagi dan lagi, Dewa memasuki kamar Mya tanpa seizin pemiliknya—bahkan tanpa mengetuk lebih dulu, ia langsung masuk seolah kamar milik sendiri. Ada sesuatu yang membuat Dewa penasaran sejak kemarin, sejak mereka memboyong sebagian perabotan di kamar Mya ke kamar Dewa, sesuatu terselip di lemari sang istri, tapi Dewa belum sempat menanyakannya.

Suara shower dari arah kamar mandi sama sekali tak mengusik Dewa, laki-laki itu perhatikan sekitar sampai bola matanya terhenti pada lemari yang tertutup rapat, Dewa mendekat. Senandung lirih terdengar, menciptakan senyum kecil yang menarik kedua sudut bibir si laki-laki. Ia membuka pelan pintu lemari, benda yang diincarnya masih utuh di posisi semula, tepat bersandar di bagian paling bawah, Dewa lantas membungkuk raih benda itu sebelum menutup lagi pintunya.

Ia hempaskan pantat di tepian ranjang, meski suara shower telah terhenti Dewa tetap melanjutkan urusan, ia telanjur ingin tahu. Perlahan kertas yang membungkus benda persegi itu Dewa robek hingga pemandangan dari sudut Barcelona terlihat jelas, lukisan milik Mya.

Seseorang mengintip dari balik pintu kamar mandi, tadi ia sudah membukanya lebar-lebar sesaat sebelum mendelik dan tarik pintu secepat mungkin, lantas berakhir dengan mengintip. Mya merasa seperti seseorang yang sedang bersembunyi dari sosok penculik, tangan kirinya tampak meremas bagian bawah handuk.

Saat ekor mata Dewa mengarah ke pintu kamar mandi, Mya lantas menutupnya tanpa celah lagi. "Gue tahu lo udah selesai mandi, kenapa nggak keluar?"

"Nggak! Aku nggak mau kamu lihat aku kayak gini." Mya sandarkan tubuh di balik pintu, dadanya terasa bergemuruh, kenapa Dewa piawai sekali membuatnya alami serangan jantung meski tak mematikan.

Entah apa yang terjadi di luar sana—sesaat terdengar hening, tapi mulai terdengar langkah kaki seseorang mendekat, Mya mulai mendelik menyadarinya. Ketukan dari luar kamar mandi pun terdengar, bola mata Mya bisa saja melompat dari sarangnya sekarang.

"Ap-apa, Wa? Kamu ngapain di situ?" Mya memutar tubuh seraya tempelkan sisi kepala pada permukaan pintu.

"Buka, gue bawa baju buat lo ganti sekarang. Gue mau tanya sesuatu."

Mya mengalah, ia tarik perlahan pintu hingga terbuka sedikit celah, tangan Dewa terulur berikan setumpuk pakaian lengkap—sebelum Mya merebutnya dengan cepat dan menutup lagi pintu. Perempuan itu bernapas lega kali ini, ia bergerak cepat kenakan pakaiannya di kamar mandi, tapi satu hal membuat Mya tercengang usai menyadarinya.

"Dewa yang pilihin bra sama celana dalam aku?" lirih Mya seraya menelan ludah.

***

"Masak apa?"

Mya mungkin harus mulai terbiasa dengan hadirnya Dewa yang tiba-tiba seperti sesuatu tak kasat mata yang sering kali ditakuti banyak orang, sayangnya Dewa seratus persen manusia. Degup jantung Mya berpacu lebih kencang usai mendengar suara seseorang yang berdiri di belakangnya, perempuan itu sibuk memasak—sebab sang ibu mertua datang malam ini, beruntungnya Mya miliki ketrampilan masak sejak masih SMA, jadi ia mudah melakukan pekerjaan rumah sendiri—terlebih Mya sudah ditinggalkan sang ayah saat usia empat belas tahun karena tewas saat menjalankan tugas sebagai tentara di daerah Papua, dan sang ibu yang juga meninggal dua tahun berikutnya usai penyakit maag kronis.

Mya sempat tinggal di rumah Herdi—sang paman—pasca meninggalnya sang ibu, jiwa Mya sempat terguncang saat itu, ia yang masih berstatus sebagai kelas sebelas SMA harus kehilangan orangtuanya. Namun, setelah Mya lulus SMA ia putuskan kembali tinggal di rumah lama yang sempat dikosongkan selama setahun, Mya memulai lagi hidupnya dengan dukungan financial dari warisan yang ditinggalkan orangtuanya, cukup banyak sampai Mya bisa langsungkan kuliah hingga semester akhir seraya mengikuti pekerjaan paruh waktu di sebuah kafe.

Jika, Mungkin (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang