MERAIH BAYANGMU.

11K 1K 186
                                    


Hai, aku apdet lagi, padahal niatnya enggak.

Tolong baca author note ini sebentar ya, aku lagi rada kecewa.

Aku berharap komentar.

Komentar.

Komentar.

Dan komentar.

Itu gampang banget gasi? Kadang aku bingung, naskahku ancur banget apa ya sampe gapada komentar, kasih tau kalo kalian gasuka. Bilang aja, sebentar lagi naskah ini ending, semoga bulan April udah selesai di sela kesibukan aku di lapak sebelah yang harus nulis 3k kata setiap hari, dan ini berlaku 4bulan, aku sempet-sempetin waktu buat apdet utang aku yang menggunung di wattpad.

Udah beberapa kali aku beneran niat hiatus, tapi selalu gagal sekalipun aku sibuk di platform lain, aku masih sempetin update biar kalian senang karena emang cari pembaca enggak gampang.

Tapi, apa komentar aja gabisa?

Serius gabisa? Padahal ini hal sepele yang bikin semangat penulisnya naik, aku kadang suka baca komentar schatje buat semangat² sambil mikir kenapa aku mesti apdet di sini, itu buat kalian 😥😥

Tolonglah, bantu aku.

Kasih komentar, semoga naskah ini endingnya sesuai ekspektasiku pun ekspektasi kalian.

***

"Hallo, Ma." Dewa yang sedari tadi mondar-mandir di ruang tamu apartemennya menjawab panggilan masuk dari Paramitha.

"Kalian di mana? Kok udah malam belum pulang? Mama jadi cemas, Wa."

Dewa melirik arloji yang sudah menunjukan pukul sebelas, ya memang cukup malam, ia bahkan tak memikirkan harus pulang ke rumah ibunya sekarang, sedari tadi Dewa resah sendiri menunggu Mya yang tak kunjung pulang ke apartemennya, sesekali Dewa keluar sekadar mengecek siapa tahu Mya juga keluar dari unit Salsa, sayangnya tak pernah ada apa-apa.

Dewa memijat pelipis seraya mendesah, ia memutuskan duduk di sofa. "Maaf, Ma. Mya ... Mya perutnya melilit, jadi enggak bisa balik ke situ." Dewa menggigit bibir terpaksa harus berbohong pada ibunya, ia belum siap untuk mengatakan kekacauan yang berlangsung malam ini.

"Melilit? Ya ampun Mya sakit, Wa? Udah dibawa ke dokter belum?" Suara Paramitha kentara panik.

"Enggak, bukan yang serius banget, siklus bulanan Mya, Ma." Ia semakin pintar mengarang seperti anak SD, pasalnya Dewa pernah menghadapi permasalahan ketika Marisa melakoni siklus bulanan perempuan dan perut wanita itu selalu saja melilit sampai akhirnya tumbang dan dirawat di rumah sakit. Otak Dewa masih bisa berpikir untuk menemukan alasan yang sama meski ia sendiri tak tahu kapan siklus bulanan Mya berlangsung.

"Oh gitu. Mesti dibanyakin minum jamu kunyit asem itu, Wa." Kepanikan Paramitha mereda.

"Iya besok Dewa cariin kok, Ma." Dewa mengusap tengkuknya seraya menatap ke arah pintu utama yang tak kunjung terbuka dan memunculkan sosok sang istri, Dewa sangat berharap jika Mya akan pulang malam ini. "Mama nggak usah khawatir ya, Dewa sama Mya enggak kenapa-kenapa kok, Mama sekarang istirahat aja. Masih ada besok buat main ke sana lagi kok."

"Iya, Wa. Ya udah kalau gitu, hati-hati, ya. Mama tutup teleponnya." Panggilan berakhir, Dewa mendesah merasa lega setelah kebohongannya berjalan lancar. Ia beranjak membuka satu per satu kancing kemeja yang dipakainya, Dewa memasuki kamar untuk mengganti pakaian yang lebih santai.

Ia meraih sebuah plester luka yang tersimpan di laci nakas dan menempelkannya pada lecet akibat sentuhan stiletto Mya di keningnya. Ia tak menyangka kemarahan Mya bisa semengerikan itu sampai membuat fisik Dewa terluka.

Jika, Mungkin (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang