/46.00/

155 61 76
                                    

Happy reading 💜

---

Sekarang Taehyung sedang berada di dalam mobilnya. Mengendalikan kemudi dengan kecepatan sedang. Mobil sportnya membelah jalan raya yang lumayan sepi malam itu.

Tangan kanannya bergerak ke samping untuk membuka dashboard mobil kemudian mengeluarkan ponselnya dari sana. Sesaat mobilnya berhenti di pertikungan sebab lampu jalan berganti merah, Taehyung memutuskan untuk mencari kontak Ae-ri dan menelfonnya.

Tujuh detik berlalu, hanya suara operator yang terdengar. Gadis itu tidak mengangkat panggilannya.

Hidung Taehyung mengerut memikirkan berbagai macam asumsi yang menyebabkan gadis itu tidak mengangkat teleponnya. Apa ia sedang tidak memegang ponselnya atau sibuk?

Taehyung memutuskan untuk menutup panggilan itu dan segera memperlaju kecepatan mobilnya agar lebih cepat sampai ke rumah Ae-ri. Ia tidak mau menunda kesalahpahaman mereka lagi. Kehilangan Ae-ri beberapa waktu ini hampir membuat dirinya hilang kendali.

Taehyung bahkan lupa kapan terakhir ia tidur bahkan istirahat yang cukup. Jujur penampilannya cukup kacau sekarang.

---

"Gomawo sudah mengantarku pulang." *terima kasih

Ae-ri turun dari mobil Jimin seraya menenteng beberapa kantung plastik berisikan makanan. Karena memesan terlalu banyak, makanan mereka tidak habis dan Ae-ri mengusulkan untuk membungkus pulang. Toh sayang, mana tahu nanti dirinya akan lapar lagi ketika sampai di rumah.

Membuang makanan bukan motto hidup seorang Park Ae-ri.

"Sama-sama, aku juga berterima kasih karena kau sudah mau menemaniku malam ini," balas Jimin menutup kembali pintu mobilnya.

"Ingat jangan lupa memberitahuku kapan kau berangkat, " peringat Ae-ri menatap Jimin.

"Aku tidak bilang ingin menerima tawaran itu, " elak Jimin seraya menunduk menatap tanah seakan menghindari tatapan Ae-ri.

"Jim, kita sudah membahasnya tadi," tegur Ae-ri.

Sewaktu di kafe Jimin sudah memutuskan untuk menerima tawaran appa Taehyung perihal kuliah ke luar negeri. Itupun atas paksaan Ae-ri, gadis itu yakin seratus persen Jimin akan mendapat hidup yang lebih baik disana. Sebagai sahabat, Ae-ri ingin yang terbaik untuk Jimin.

"Akan ku pikirkan lagi," Jimin mendongak menampilkan deretan gigi putihnya guna mengusir nada keraguan dalam dirinya.

Ae-ri mengangguk sekali, "Pikirkan dengan baik, jangan terburu-buru. Ikuti kata hatimu, aku tidak akan memaksamu lagi jika memang itu keinginanmu, " ujar Ae-ri tersenyum manis.

Jimin membalas tersenyum kepada Ae-ri, semua yang ingin ia utarakan kepada gadis itu hari ini sudah terungkap. Jimin merasa sangat lega.

"Kalau begitu aku masuk dulu, " pamit Ae-ri, melambaikan tangannya sekali kemudian berbalik untuk masuk ke dalam rumahnya.

"Park Ae-ri," panggil Jimin membuat langkah Ae-ri terhenti. Ae-ri berbalik badan menghadap Jimin.

"Boleh aku meminta sesuatu darimu lagi? " tanya Jimin dengan nada pelan. Sebenarnya Jimin tidak mau merepotkan Ae-ri lagi, namun apalah daya, sekali lagi hatinya berkehendak lain.

"Tentu saja boleh, wae? " tanya Ae-ri. *ada apa

Detik selanjutnya Ae-ri terkesiap, tubuh Ae-ri terhuyung beberapa langkah ke belakang ketika Jimin dengan sigap berlari ke arahnya, menenggelamkan tubuh mungil Ae-ri ke dalam pelukan hangat pria itu. Pelukan Jimin terasa sangat mendadak dan erat. Ae-ri bahkan susah untuk mengambil nafas sekarang.

Destiny√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang