/11.00/

354 270 60
                                    


"Wah, aku naik odong-odong"

Terdengar sebuah seruan dari punggung Taehyung yang membuat darahnya ingin mendidih.

"Diam atau kupotong lidahmu," Taehyung berujar sinis. Ia mengeratkan tangannya sesekali, memastikan agar gadis itu tidak terjatuh.

Mimpi buruk apa semalam Taehyung sampai mendapat musibah seperti ini.

Pertama ia harus menahan malu karena lupa bayar, kedua ia harus membayar makan malam gadis itu yang seluas danau saking banyaknya piring kosong, ketiga yang ia lakukan sekarang.

Menggendong gadis itu kemudian mengantarnya pulang.

Beberapa detik kedepannya hanya terdengar suara jangkrik. Senyap, Ae-ri tidak mengeluarkan ocehannya lagi.

"Sedang dalam masalah?" tanya Taehyung memecah keheningan.

Jalan Seoul malam itu sepi. Hanya seberkas remang cahaya lampu jalan yang menemani mereka berdua.

Dilihat dari keadaan Ae-ri, sepertinya gadis itu sedang mengalihkan masalahnya dengan cara minum sampai tepar.

"Hm....., eomma," gumamnya nyaris tidak terdengar.

Taehyung terkekeh kecil "ternyata masalah kita sama," ia menjawab sambil mengeratkan kembali tangannya.

Setelah melihat porsi makan Ae-ri tadi, Taehyung tidak terkejut lagi dengan bobot gadis itu, berat, sangat berat. Ia menyesal karena tidak mengendarai mobilnya malam ini. Tadinya, Taehyung berniat berolahraga di malam hari sambil singgah ke restoran itu, sekedar untuk mengisi perutnya. Malahan bertemu dengan gadis itu.

Taehyung memiringkan kepalanya sedikit agar dapat meneliti wajah Ae-ri. Tenang dan damai, tidak bar-bar seperti biasanya. Kecantikannya bertambah dalam keadaan seperti itu, bahkan sekarang Taehyung tidak bisa menahan hasrat yang sudah lama hilang itu.

"Ook..ugh,"

Lamunan Taehyung bubar ketika mendengar suara mualan. Kepalanya berbalik untuk mengecek keadaan Ae-ri di belakang.

Ae-ri menutup mulutnya dengan telapak tangannya,  ia mengeluarkan suara mualan lagi seperti tadi.

"Jangan bilang kau ingin muntah,"  ujar Taehyung menatap was-was gadis itu.

Ia paling tidak suka dengan yang namanya bau muntahan.

"Oukh... "

"Ya! Aku tidak segan-segan untuk melemparmu ke selokan jika kau sampai muntah!" teriak Taehyung memperingatkan.

"Hm...., kau sangat berisik," Ae-ri membuka matanya sebentar kemudian menutupnya lagi. Tidak ada suara muntahan lagi. Ae-ri
mendengkur halus sambil menetralkan nafasnya kembali. Ia menggesekkan kepalanya untuk mencari spot terbaik di ceruk leher Taehyung.

Taehyung mematung dengan perlakuan gadis itu. Jarak mereka terlalu dekat. Sinyal 'warning'  berkibar di otak tampannya.

"Gwenchanna? " tanya Taehyung lembut. Rasa manusiawinya muncul seketika.

Taehyung dapat merasakan anggukan dari belakang sebagai jawaban gadis itu. Ia tersenyum sekilas sambil melanjutkan langkahnya.

---

Kini mereka berdua sudah sampai di kafe Ae-ri. Taehyung bernafas lega, rasanya seluruh punggungnya mati rasa, seperti banyak semut menggerogoti tubuhnya.

Ia tidak tahu pasti kenapa tubuhnya bereaksi begitu, apa ia terkena penyakit serius?

Taehyung menggeleng pelan, perlahan ia mendudukkan Ae-ri di depan pintu kafe. Tatapannya beralih ke pintu kafe yang terkunci, gelap tidak ada cahaya sama sekali.

Destiny√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang