/25.00/

306 216 59
                                    


"Pada zaman dahulu..... " Taehyung mengantungkan kalimatnya seraya menyunggingkan senyum manisnya ke Ae-ri.

Flashback on

"Nona muda, kemari! Nona muda! Nona muda! "

Seorang gadis kecil berperawakan mungil mencibikkan bibirnya. Ia menatap kesal ke arah si peneriak.

"Aku tidak mau ke sekolah!" teriaknya membalas.

Aksi lari-larian itu berlanjut dari kamar lantai dua, menuruni tangga dan sampai ke ruang tengah.

Tujuh langkah di belakangnya, seorang wanita dengan umur kisaran empat puluhan tahun menghela nafas lelah. Mulutnya sibuk mengambil nafas sambil memegangi pinggangnya. Encok sudah. Dengan sebuah tas ransel di bahu kanannya, ia terus mengejar si gadis kecil itu.

"Nona, anda sudah hampir telat,"

"Jam tujuh lewat lima gerbangnya akan tutup,"

"Ini adalah perintah dari ajussimu,"

Si suster tersenyum manis ketika mengatakan kalimat terakhirnya, sepertinya rencananya berhasil. Park Ae-ri, gadis kecil yang sedari tadi ia kejar itu sudah berbalik badan. Ae-ri kecil menatap si suster dengan kedua bola matanya yang bulat.

"Aku tidak percaya, itu adalah akal-akalanmu untuk menendangku ke sekolah," balas Ae-ri polos sembari menjulurkan lidahnya.

Ae-ri yang kecil dulunya tidak pernah mau ke sekolah. Setelah ibunya meninggal saat dia berumur delapan tahun, Ae-ri kecil terus mengurung dirinya di kamar. Hanya akan makan jika disuapi ajussinya. Hanya akan mandi jika disuruh ajussinya. Hanya akan belajar jika ajussinya yang mengajarinya.

Ae-ri kecil yang selalu menuruti perintah ajussinya.

"Ani, bukan begitu," si suster berjalan perlahan mendekatinya. Kemudian ia mengeluarkan ponsel dari sakunya yang menampilkan pesan dari ajussinya untuk menyuruhnya pergi ke sekolah.

Kedua bola mata bulat itu bergerak ke kanan dan kiri, membaca isi pesan itu dan wajah si suster yang sudah berubah sumringah.

Dengan lesu Ae-ri kecil mengangguk pasrah, si suster tersenyum dan langsung membawanya ke dalam mobil.

---

Kring! Kring! Kring!

Bunyi lonceng di sekolah tadika mesra menandakan jam istirahat sedang berlangsung. Ae-ri yang waktu itu umurnya baru delapan tahun. Ya, ia kelas tiga di sekolah dasar. Ae-ri keluar dari kelasnya dengan langkah lesu.

Kepalanya celingak-celinguk untuk mencari sesuatu yang seru untuk dilihat. Namun semuanya membosankan, ia menyesal umurnya yang terlambat lahir empat tahun dari ajussinya itu. Bel istirahat mereka tidak sama, kelas dan juga lantainya tidak sama.

"Gendut! Gendut! Gendut!"
"Culun! Culun! Culun! "
"Bantet! Bantet! Bantet! "

Teriakan keras itu sedikit menarik perhatian Ae-ri. Ia mengalihlan pandangannya ke taman belakang sekolah. Di belakang ayunan itu seorang anak laki-laki tengah jatuh tersungkur di tanah.

Kedua siku dan lutunya terluka, darah segar mengalir keluar. Ia mengigit bibir bawahnya untuk menahan rasa sakit itu. Ringisan kecil terdengar. Tidak ada yang berniat untuk menawarkan bantuan, termasuk kelima temannya yang sedang berdiri melingkarinya. Mereka hanya menatap dengan tatapan meremehkan, seakan itu adalah pertunjukan yang seru untuk di tonton.

Taehyung kecil yang notabenya anak laki-laki itu, terjatuh karena juluran kaki dari temannya, tetapi di reka seakan itu adalah ketidaksengajaan. Mereka sudah pandai berakting walaupun masih kecil.

Destiny√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang