/14.00/

322 240 41
                                    

-
-
Terkadang suatu perselisihan membuat kita menjadi lebih mengenal satu sama lain
-
-


Dengan satu tarikan cepat, tubuh
Ae-ri sudah berada tepat di depan Taehyung. Lebih tepatnya menabrak dada bidang laki-laki itu.

"Auch!" ringis Ae-ri sambil mengusap pelan jidatnya beberapa kali. Ia mendongak untuk melihat si pelaku, alisnya menyatu disertai tatapan penuh tanda tanyanya. Taehyung, menatapnya dengan sorot matanya yang tajam, seperti harimau buas yang siap menerkam mangsanya. Membayangkannya saja membuat Ae-ri berdigik ngeri.

Jarak sedekat itu, di tempat seperti itu, membuat para pelanggan yang berlalu lalang masuk atau keluar dari bilik toilet menyempatkan diri untuk menolehkan kepala dua kali ke arah mereka. Bisikan-bisikan sayton mulai terdengar.

Ae-ri menatap sekeliling, mereka menjadi pusat perhatian. Dan lebih parahnya di depan toilet, apa tidak ada tempat yang lebih bagus dari ini.

Taehyung menatap tajam ke sekeliling kemudian menunduk menatap gadis yang tingginya hanya sebahunya itu.

"Ikut aku,"

Taehyung menarik cepat tangan Ae-ri dan secepat itulah mereka berdua sudah sampai di tempat kumuh. Ya, tempat ini lebih buruk dari bilik toilet tadi. Taehyung membawa Ae-ri melewati sebuah celah atau gang di belakang restoran, kemudian keluar dan sampai ke tempat yang biasanya digunakan untuk pembuangan sampah dapur atau tempat menaruh dinding kipas angin ac. Taehyung sendiri tidak mau sampai ketahuan oleh Se-ji jika keluar melalui pintu depan. Akan beresiko jika keluar memalui pintu depan.

"Kemarikan uang itu," desis Taehyung tidak sabaran. Nada bicaranya berat dan menuntut.

"Uang apa?" tanya Ae-ri pura-pura bodoh, tangannya menyembunyikan amplop putih itu di belakang tubuhnya berusaha menggapai tas selempangnya agar dapat memasukkannya ke dalam sana. Ia berbalik namun kalah cepat dengan tangan Taehyung yang menariknya kembali.

Sekarang amplop putih itu sudah berpindah tangan.

"Apa yang kau lakukan dengan uangku!" teriak Ae-ri, melemparkan tatapan mematikannya walaupun sedetik kemudian ia menatap takut. Tatapan Taehyung lebih kuat.

"Kau menjualku?" tanya Taehyung, ia berusaha untuk berbicara dengan nada sesantai mungkin. Jangan sampai emosi.

"Apa maksudnya, menjual? Ginjal, jantung, semua organ tubuhmu masih utuh. Aku tidak sesadis itu untuk menjualnya, walaupun aku ingin"

Taehyung menggeram, berbicara dengan nada santai tidak akan membuat gadis itu mengerti. Taehyung mendorong tubuh Ae-ri hingga membentur tembok dingin di gang.

"Kau menjual setiap momen berharga kita," Taehyung menajamkan kedua matanya sejenak kemudian membukanya lagi. Ia menunduk untuk melihat Ae-ri.

Jika Ae-ri menerima uang itu, berarti ia harus menepati kesepakatannya dengan Se-ji. Putus dari Taehyung, menjauh dari putranya.

Ae-ri menghela nafas, entah Ae-ri yang tidak mengerti arah pembicaraan mereka atau Taehyung yang mutar-mutar bicaranya.

"Ibu mu hanya salah tangkap, ia pikir kita berpacaran. Lagian kau kan kaya, apa salahnya memberikanku sedikit uangmu. Dan momen berharga apa yang kau bilang, aku tidak mengerti" Ae-ri berujar panjang lebar kemudian berniat keluar dari kurungan harimau itu. Tetapi lengan kekar Taehyung tidak mau bergerak.

Destiny√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang