"Mianhae" ujar Taehyung memecahkan keheningan di mobil. Tidak ada topik pembicaraan dan tampaknya Ae-ri masih marah soal kejadian tadi siang, tidak ada musik hanya suara deru mesin mobil yang menemani mereka berdua.Ae-ri mengabaikan ucapan Taehyung, kepalanya bersandar di jok mobil sambil memandangi jalanan Seoul melewati kaca mobil.
"Masih marah?" tanya Taehyung lagi.
Diam. Melainkan menjawab Ae-ri menghembuskan nafasnya gusar. Kepala Ae-ri dipenuhi banyak siasat dan jalan keluar, bagaimanapun Ae-ri ingin kembali ke kehidupan normalnya. Lagian kenapa Do-won sangat tega kepada putrinya sendiri. Disuruh mandiri? padahal Ae-ri rasa ia sudah cukup mandiri selama ini. Bangun jam sembilan pagi, mandi, turun kebawah langsung memakan sarapan yang dimasak oleh Ah-in ajumma, asisten rumah tangga di rumah Ae-ri. Pergi ke kampus, kuliah, pulang mampir ke mall, shopping, pulang, makan malam dan tidur. Hari-harinya ia lalui begitu saja, tidak merepotkan orang lain kecuali dompet Do-won yang terkuras, tetapi yang terpenting ayahnya kan tidak sampai bangkrut. Namun kenapa Do-won mengusirnya dari rumah dengan alasan harus mandiri?
Tak!
"Auch... " Ae-ri mengusap pelan keningnya yang habis di sentil oleh Taehyung. Mengalihkan pandangannya dari jalanan Seoul, Ae-ri menatap tajam Taehyung.
"Kau sudah bosan hidup ya?" tanya Ae-ri sarkas.
"Melamunkan apa sedari tadi?" mengabaikan pertanyaan tidak bermutu Ae-ri, Taehyung malah balik bertanya dengan pandangan yang masih fokus pada jalanan di depannya. Mobilnya berhenti tepat di samping rambu lalu lintas yang berubah merah.
"Bukan urusanmu"
"Urusanku, kau kan kekasihku" sahut Taehyung enteng.
"Kekasih-kekasih, apa kau mabuk tuan Kim?" melalui ekor matanya Ae-ri dapat melihat Taehyung terkekeh lagi.
Receh, batin Ae-ri mengejek.
"Sepertinya iya, aku sedang mabuk cinta sekarang"
"Simpan gombalanmu untuk gadis lain yang ingin kau kencani. Aku tidak akan terpengaruh dengan bualan cap kaki duamu itu," dengus Ae-ri sambil memainkan tombol kaca mobil. Naik. Turun. Naik. Sebanyak lima kali.
"Aku sedang tidak mengombal," balas Taehyung kemudian mengunci jendela mobil agar gadis itu tidak dapat memainkannya lagi.
"Kau memaafkanku soal tadi kan? Sebenarnya aku tidak akan melakukannya jika tidak terpaksa, walaupun jujur aku ingin," lanjut Taehyung menjelaskan.
"Permintaan maaf macam apa itu?" Ae-ri melayangkan protes. Untuk sekarang Ae-ri tidak bisa mendeteksi raut wajah bersalah dari wajah Taehyung.
"Itu hal yang wajar jika dilakukan kepada kekasihnya sendiri"
"Aku bukan kekasihmu. Kau kan sudah menolak ajakan kencanku sewaktu hujan di kafe, so sorry we are not dating now! "
Taehyung memutar kepalanya sembilan puluh derajat, "Kau akan menyesali kalimatmu ini," ujarnya menatap manik Ae-ri.
"Segera tarik kembali atau kau akan malu nantinya," sahut Taehyung kembali menjalankan mobilnya. Rambu lalu lintas sudah berubah warna menjadi hijau.
Memilih untuk mengabaikan perkataan Taehyung yang tidak jelas, Ae-ri menampilkan senyum penuh arti. Ia sudah menemukan jalan keluar dari masalahnya sekarang.
"Sebagai permintaan maaf yang tulus tidak seperti tadi, kau harus mencarikanku pekerjaan," Ae-ri berujar sambil menatap penuh harap ke Taehyung.
"Pekerjaan yang mudah dilakukan, tidak menguras emosi dan tenaga serta gajinya harus besar. Minimal gajinya satu juta won," sahut Ae-ri sembari menatap jari-jarinya untuk menghitung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny√
Fanfiction(COMPLETED) Park Ae-ri ditugaskan untuk mengurus kafe buku komik peninggalan neneknya. Dimana, pada suatu malam ia mendapat kunjungan seorang pelanggan misterius yang mengaku ingin berteduh karena derasnya hujan. Di luar dugaan sebuah hubungan simb...