/48.00/

168 57 168
                                    

Happy reading 💜

---

Jemari Taehyung meraba kain kasur di sekitarnya, terasa lembut seakan memanjakan jemarinya untuk tetap berada lebih lama di sana.

"Mungkin ingin membicarakan sesuatu kepadamu? " tanya Taehyung kembali dengan nada menggantungnya-tidak pasti. Ia melempar tubuhnya ke atas kasur, kaki panjangnya menjuntai dari atas kasur hingga menyentuh dinginnya lantai marmer. Taehyung merentangkan kedua tangannya, seolah tengah bermain di atas tumpukan salju musim dingin.

"Apa aku akan dimarahi? " tanya Ae-ri memelankan suaranya, ia berjalan cepat menghampiri tempat Taehyung berbaring kemudian duduk di sisi kanan kasur yang kosong.

Taehyung merapatkan bibirnya, menahan senyum, "Dimarahi? "

"Kau menceritakan konflik kita tadi kepada appa-mu? Jimin? Aku tidak mau pergi, appa-mu pasti galak," ujar Ae-ri kemudian menggeleng dua kali.

Dari cerita Jimin, appa Taehyung terkenal kejam. Setidaknya itu kesan pertamanya untuk sekarang, pria itu memaksa Jimin untuk pergi kuliah. Walaupun dengan alasan kebaikan pria itu, namun memaksa bukanlah hal terpuji apalagi ada niat terselubung di dalamnya. 

"Hei, aku bukan bocah yang selalu mengadu setiap kali ada masalah, " Taehyung bangkit dari posisi baringnya menjadi duduk. Memberi Ae-ri tatapan jengkelnya.

"Lalu?"

"Besok jam sepuluh pagi, aku akan menjemputmu," melainkan menjawab pertanyaan Ae-ri, Taehyung malah mengalihkan topik.

Hanya menampilkan senyum kecilnya ketika mendapati tatapan Ae-ri yang penuh dengan raut kebingungan.

Terkadang Taehyung memang penuh dengan teka-teki.

---

Drrtt...

"Yeoboseyo?" sapa Ae-ri setelah menerima panggilan yang masuk kedalam ponselnya. Dari tampilan layar depannya, panggilan itu berasal dari Taehyung. *halo

"Kau sudah di bawah? " Ae-ri menekan tombol speaker, agar suara Taehyung masih dapat terdengar oleh telinganya, kemudian meletakkan benda pipih itu ke atas kasur. Dirinya segera berbalik badan dan mengambil tas selempangnya secara terburu-buru.

"Ae-ri?"

"Park Ae-ri!" pekik Taehyung dari bawah balkon karena merasa diacuhkan. Sedang apa sebenarnya gadis itu dia atas? Sepertinya mereka berdua sudah tidak tampak seperti mengobrol lewat telfon lagi, balkon kamar lebih handal mengantarkan pekikan emosi Taehyung.

Taehyung sudah turun dari mobilnya dan sekarang ia seperti orang tengah kehilangan arah. Berdiri tanpa tujuan di depan kafe Ae-ri seraya menjerit tidak jelas. Teriakannya lumayan menyita beberapa perhatian tetangga di sekitar. Apalagi ini masih terbilang cukup pagi.

Bedak rias Ae-ri meleset jatuh dari tangannya-menuju lantai berkat pekikan nyaring Taehyung. Ae-ri merutuki jeritan keras Taehyung, ia menunduk untuk mengutip kembali alat make-upnya.

Ae-ri berlari kecil, meraih ponselnya yang berada di atas kasur kemudian menutup panggilan mereka berdua. Ia berbalik, berjalan menuju balkon kamarnya yang dapat menghubungkan dirinya dengan Taehyung. Nampak Taehyung yang sedang berdender di pintu mobilnya ketika Ae-ri menyibak gordennya.

"Jjamkaman, lima menit. Beri aku waktu lima menit lagi, " balas Ae-ri sedikit teriak dan nada memohonnya. Ia mengisyaratkan ucapannya dengan tangan terbuka lebar, menandakan angka lima. *tunggu sebentar

"Lima menit? Kau belum siap-siap sedari tadi? Kita hanya bertemu ayahku tidak perlu berdandan. Kau tidak terlalu jelek-jelek juga," komentar Taehyung dengan nada tidak bersalahnya. Menaikkan telapak tanganny ajuga, guna menghalau sinar mentari pagi yang kelewat menyehatkan tubuh itu.

Destiny√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang