/57.00/(End)

201 48 164
                                    

Happy reading 💜

---

Satu minggu berlalu, selama itu pula Ae-ri berdiam diri di kamar. Menjalani hari-harinya layaknya sedia kala, membuka kafe di pagi hari kemudian tutup di malam hari. Utangnya kepada ayahnya sudah lunas, bahkan dari beberapa waktu lalu.

Namun sudah terbiasa hidup begini, di dalam kefe menjalankan usaha kecil peninggalan halmoni membuat Ae-ri lambat laun meninggalkan kehidupan berlimpahnya.

Dulu, setiap minggu ia akan memesan makanan dalam jumlah porsi yang banyak kemudian jika tidak habis, di biarkan saja dan itupun pelayan yang membersihkannya. Berbeda dengan sekarang ia harus mengumpulkan uang sendiri berkat pekerjannya, memasak sendiri, beres-beres sendiri, tanpa pembantu. Tanpa bantuan, semuanya sendiri. Ae-ri mengerti rasanya menjadi mandiri sekarang.

Hidup Ae-ri benar-benar berubah banyak setelah ia pindah.

Siang ini, matahari terik di atas sana mulai terasa. Ae-ri duduk termenung di kursi kasir. Jangan lupakan sebuah laptop terpampang nyata di depannya dengan layar kosong. Niat awal ingin melanjutkan ceritanya, namun mood tidak mendukung.

Pikirannya mulai bercabang kemana-kemana. Beruntung pelanggan hari ini tak begitu banyak, setidaknya ia tidak perlu menaruh fokus lebih ke sekitar.  Hanya dua bocah sedang duudk di antara lorong rak buku sambil membaca komik.

"Kemana dia pergi," gumam Ae-ri, kembali menekan kontak Taehyung. Sudah kesekian kalinya menelepon, tetapi pria itu tidak angkat smaa sekali. Seminggu sudah mereka tidak bertemu, semenjak Jimin sudah kembali, Ae-ri memberikan sedikit waktu untuk keluarga itu menghabiskan waktu bersama. Berlibur atau sekedar mengobrol santai di rumah mungkin. Pertanyaan tentang perjodohan itu pun Ae-ri belum sempat menanyakannya.

Namun anehnya Taehyung tak pernah mengabari dirinya lagi tentang apapun. Ae-ri mengetukkan jari-jarinya ke meja, seolah tengah berpikir keras.

"Apa yang mereka lakukan? Liburan?" Ae-ri mulai bermonolog sendiri tanapa memutuskan panggilannya ke Taehyung.

Pria itu masih tidak mengangkatnya.

Asumsi aneh di pikirannya mulai bermunculan. Sebaiknya Ae-ri menelepon Jimin, mungkin pria itu tahu.

Beberapa detik kemudian, panggilan itu tersambung. Beruntung Jimin menjawabnya.

"Yeoboseyo, Jim kau tahu Tae dimana?" tanya Ae-ri tanpa basa-basi.

"Nugu? "suara Jimin terdengar di seberang telfon. *siapa

"Ouh, Ae-ri ssi! Setelah sekian lama kita berbicara, kau malah menanyakan Taehyung? " terdengar nada kesal yang di buat-buat oleh Jimin.

Ae-ri menghembuskan nafas panjang, "Aku serius Jim, " ujarnya kemudian mulai menerima sebuah buku komik dari pelanggannya untuk di bayar. Bunyi ketikan mesin kasir mulai terdengar setelahnya.

"Arraseo, pria itu sangat sibuk hari ini. Kau tidak tahu? Dia sedang mempersiapkan lamar.... "

Gerakan tangan Ae-ri yang hendak menyerahkan uang kembalian terhenti, nafasnya tercekat bersamaan dengan perutnya yang menegang. Ae-ri menarik nafas, berusaha membuang persepsi anehnya.

Ae-ri buru-buru menyelesaikan transaksi pelangannya, setelah memastikan pelanggan itu pergi Ae-ri segera membalik papan ke tanda close. Firasatnya aneh, sebaiknya ia menutup kafe segera.

"Apa maksudmu, lamaran apa? Menangnya dia mau melamar siapa?"
Selepas menyelesaikan pekerjannya, Ae-ri buru-buru menuntaskan rasa ingin tahunya.

"Jim?" panggil Ae-ri karena merasa tidak ada jawaban dari seberang sana.

"Jim!"

Tit. Panggilan itu di putus sepihak.

Destiny√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang