"Bisakah aku berteduh disini sampai hujan reda? "
---
Berat...
Kesan pertama yang Ae-ri dapat setelah mendengar suara itu. Ae-ri rasa sebentar lagi telinganya itu akan meleleh ke bawah meninggalkan pemiliknya yang bodoh.
Kesan kedua yang membuat ia salah fokus, wajahnya tampan bak pangeran. Bahkan sebuah pertanyaan melintas di otaknya, apakah yang dihadapannya ini manusia?
Ae-ri menggeleng mengenyahkan pertanyaan bodohnya, menurutnya ada hal yang lebih penting dari itu.
Seakan menang undian berhadiah, sebuah ide muncul di otak cantik Ae-ri. Ia tahu harus bagaimana untuk mewujudkan cita-citanya itu. Bibir pucatnya melengkung keatas.
Karena tidak kunjung dijawab, pemilik suara berat itu melambaikan tangannya beberapa kali.
"Ini bukan waktunya untuk menjadi patung Ae-ri ya, tegapkan badan dan tembak," ujarnya memberi semangat dalam hati.
"Ekhm... apakah kau ingin berkencan dengaku?" Ae-ri membersihkan tenggorokannya yang kering kemudian mengatakan itu dengan satu tarikan nafas.
Setelah dipikir-pikir itu pertama kalinya ia menembak orang. Sial, jantungnya malah sibuk mengadakan lomba lari marathon di dalam sana.
1 detik. 2 detik. 3 detik.
Datar, raut wajah lelaki itu tidak bisa dibaca. Mulutnya tidak terbuka, matanya tidak berkedip bahkan tubuhnya masih di tempat yang sama tidak bergerak se-inci pun.
"Jeogiyo."
Untuk kedua kalinya kata itu terdengar.
Ae-ri mengangkat satu alisnya, sambil mengunyah sisa kimchi yang ternyata nyangkut di sela giginya.
"Aku harap kau cepat sembuh," pria misterius itu mengeluarkan beberapa lembaran kertas dari sakunya kemudian diarahkan ke hadapan Ae-ri.
Apa maksudnya itu? Otak Ae-ri berputar layaknya spinner, apa ia baru saja ditolak? Dan pria itu memberikan uangnya sebagai tanda kasihan?
Park Ae-ri menatap lembaran kertas itu kemudian beralih menatap wajah sang pemberi, bola matanya bergerak secara berulang.
"Tanganku pegal," protes si pria misterius.
Tidak bisa dibiarkan, Ae-ri tidak akan membiarkan cowok itu bertindak semaunya. Walaupun sebenarnya Ae-ri itu tipe gadis penggila uang, tapi untuk kali ini Ae-ri akan membela harga dirinya.
"Ya, jangan bertindak seenaknya. Walaupun aku baru saja ditolak, harga diriku masih ada sisa lima puluh per... "
"Bayaran sampai hujan reda," ujarnya lagi memotong perkataan Ae-ri.
Ae-ri rasa pipinya mulai memanas, ia malu sekarang. Ae-ri menunduk tidak berani menatap balik pria misterius itu. Pelan tapi pasti tangan kanannya mengambil satu lembaran merah dan ia simpan ke saku.
"Tataplah mata orang jika sedang berbicara," lanjutnya.
Ae-ri mendongak merasa familiar dengan kalimat itu, pandangan mereka terkunci selama lima detik sebelum Taehyung yang memutuskannya terlebih dahulu.
"Satu lembar saja cukup," cicit Ae-ri sambil menggeleng pelan, berusaha menghilangkan prasangkanya.
Tidak mungkin, batin Ae-ri bersuara.
Setelah berkata begitu Ae-ri langsung menerima lembaran itu dan lari masuk ke dalam kolong meja kasir, ia terduduk lemas di lantai.
"Pabo pabo pabo pabo! " ujarnya kesal sambil menyepak angin secara berulang, menyalurkan emosi yang sudah memuncak ke ubun-ubun. Ia sudah terlanjur malu hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny√
Fanfiction(COMPLETED) Park Ae-ri ditugaskan untuk mengurus kafe buku komik peninggalan neneknya. Dimana, pada suatu malam ia mendapat kunjungan seorang pelanggan misterius yang mengaku ingin berteduh karena derasnya hujan. Di luar dugaan sebuah hubungan simb...