/51.00/

124 59 171
                                    

Happy reading 💜

---

"Tae," panggil Ae-ri memecah keheningan di tengah mobil yang mereka tumpangi.

Taehyung berdehem untuk menjawabi, tatapannya yang tidak teralihkan dari jalanan di depan.

"Kau sudah tahu ingin mencari Jimin kemana? " tanya Ae-ri, karena pasalnya otaknya sama sekali buntu, tidak bisa memikirkan suatu area-pun yang kemungkinan di kunjungi oleh Jimin.

"Dari rumahnya mungkin?" tanya Taehyung dengan nada tak yakinnya.

"Dia sudah pindah dari seminggu lalu. Jimin tidak lagi tinggal di sebelah kafe."

Taehyung berdesis sekali, seolah memikirkan tempat yang mungkin di kunjungi Jimin. Tapi dimana? Mereka berdua terlalu jarang mengobrol dan bertemu pandang, mereka tidak dekat.

Ae-ri memijat pelipisnya, ikut pusing memikirkan hal ini. Apa yang ada di pikiran Jimin, kenapa pria itu bisa kepikiran untuk kabur. Padahal sewaktu mereka makan berdua kemarin, Jimin memutuskan untuk mempertimbangkan usulan Yeon-seok bukannya menolak dengan bersikeras.

Dari serangkaian tempat yang terpintas dalam pikiran Ae-ri, tiba-tiba perkataan Yeon-seok tentang perjodohan Taehyung kembali berkumandang. Seakan menarik setengah dari fokusnya terhadap masalah Jimin.

Ae-ri menggigit bibir bawahnya, ingin bertanya tapi sekiranya waktunya kurang tepat-saat ini.

"Ada yang ingin kau tanyakan? " tanya Taehyung ketika menyadari kegelisahan dari gadis di sampingnya itu.

Ae-ri menggeleng gelagapan, "Tidak ada. "

---

"Hae-won ya," Ae-ri memutuskan untuk bertanya kepada Hae-won. Karena pada dasarnya, Jimin selama ini lebih sering keluar makan atau jalan-jalan dengan Hae-won. Mereka berdua lebih dekat, sepertinya. Setelah panggilannya tersambung Ae-ri segera bertanya tanpa basa-basi lagi.

"Kau tahu tempat yang sering di kunjungi Jimin? "

"Dia sepertinya hilang, mungkin untuk menenangkan diri sebentar. Kalau kau tahu tolong beritahu aku ya."

"Ide yang bagus, kita akan menghajarnya habis-habisan begitu ketemu."

"Ne, nanti aku akan menghubingimu lagi." *baiklah

Ae-ri menutup panggilannya kemudian menyimpan ponselnya ke dalam tas.

"Bagaimana? " tanya Taehyung langsung, pria itu menghentikan mobilnya sejenak di pinggir jalan, karena jika dijalan pun ia tidak tahu tujuannya kemana.

"Hae-won menyuruh kita untuk mencari di kedai kopi dekat kampus, atau sekitaran kampus mungkin."

"Oke,kita coba ke sana habis ini,"usul Taehyung yang disetujui Ae-ri, ia segera menancap gas ke arah kampus mereka.

"Tapi Tae, mengapa kau tiba-tiba ingin mencari Jimin? " Ae-ri memalingkan pandangannya dari jendela mobil ke wajah Taehyung.

"Sebagai saudara yang budiman aku seharusnya mencarinya. Atau kau ingin kita berkencan melainkan mencari jimin? Saranmu boleh juga," perkataan Taehyung membuat Ae-ri menghembuskan nafas lelah.

"Aku serius Tae... " melas Ae-ri berharap mendapat jawaban yang lebih masuk akal.

"Aku... haish! Aku hanya tidak mau eomma bersedih," jawab Taehyung dengan decakan di awal dan berakhir dengan sekali tarikan nafas.

Ae-ri tercenung mendengar pengakuan itu, setahunya selama ini Taehyung membenci ibunya. Ani, lebih tepatnya tidak begitu suka.
Lagian seorang anak bagaimana bisa membenci ibunya sendiri sampai sedalam itu. Taehyung memilih keputusan yang benar.

"Aku bangga mempunyai namjachingu seeprtimu, "

Kalimat blak-blakan dari mulut Ae-ri menyebabkan terciptanya senyum kotak andalan Taehyung. Manis dan mematikan di saat yang bersamaan. Jantung Ae-ri memompa lebih cepat sekarang.

"Itu pasti," jawab Taehyung sambil mengedipkan matanya, berniat menggoda.

---

"Ini tempatnya? "

Pertanyaan Taehyung berakhir dengan langkah kaki mereka yang masuk ke dalam sebuah kedai kopi modern, didirikan tepat di samping kampus. Menjadi tempat nongkrong bagi mahasiswa ataupun menghilangkan penat sejenak.

"Sepertinya, " jawab Ae-ri tidak yakin, menyapukan pandangannya ke sekitar, tetapi tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Jimin.

Hanya terdapat dua mahasiswa yang tengah minum selagi mengobrol di ujung, mengingat ini hari minggu jadi kedainya tidak begitu ramai.

"Jimin tidak ada disini, kaja kita lanjut cari ke dalam gedung," Taehyung mengenggam tangan Ae-ri dan membawa gadis itu pergi dari sana.

Sepertinya mereka akan mulai dari perpustakaan kampus. Berbeda dengan di kedai, perpustakaan sedikit ramai hari ini, banyak mahasiswa yang ingin belajar ataupun mencari referensi untuk tugas mereka.

"Lebih baik kita berpencar," usul Taehyung dibalas anggukan Ae-ri.

Mereka berpisah dari pintu masuk, Ae-ri mencari mulai dari area kanan kemudian ke tengah dan Taehyung dari area kiri kemudian ke tengah.

Ae-ri mulai memfokuskan pandangannya, tidak ingin melewatkan sejengkalpun area yang dapat memberinya secercah info. Rak pertema, nihil matanya tidak menangkap sama sekali sosok Jimin disana. Hingga rak ke-dua, ke-tiga dan sialnya rak ke-empat ia malah memergoki sepasang insan sedang beradengan mesra disana.

"Jeongsohamnida, " Ae-ri membungkuk untuk meminta maaf karena tidak sengaja menonton adengan yang seharusnya tidak ia lihat. Ae-ri buru-buru pergi dari sana dengan mulutnya yang sibuk berkomat-kamit meluapkan kekesalannya. *maaf

"Ketemu? " tanya Taehyung nafas pria itu terlihat memburu menandakan pria itu sehabis berlari mengelilingi jejern rak buku ini.

Ae-ri menggeleng membuat keduanya menghela nafas. Sepertinya pencarian mereka hari ini tidak berhasil. Harapan mereka sedikit demi sedikit mulai sirna.

---

"Jangan khawatir, Jimin pasti ketemu," ujar Taehyung menyakinkan setelah diliriknya wajah putus asa Ae-ri.

Lengkungan bibir ke bawah, bahu yang merosot, berjalan seakan tidak memiliki tenga padahal mereka sempat makan siang tadi. Tak terhitung perbedaan porsi makanan mereka dari biasanya.

Taehyung menepikan mobilnya tepat di depan kafe yang gelap gulita itu. Bulan sudah mulai menampakkan dirinya.  Melirik sejenak ke arah jam tangan yang melingkar di tangannya, jam sembilan malam. Seharian berkeliling mencari Jimin, sedikit meremukkan tubuh Taehyung. Rasanya ia ingin segera kembali ke apartemen dan membersihkan dirinya. 

"Tae, bagaimana kalau dia berniat bunuh diri? Orang yang memiliki banyak pikiran tidak dapat berpikir jernih, " sanggah Ae-ri dengan nada khawatirnya. Raut wajahnya sudah menampilkan orang yang  tengah ketakutan. Pikiran Ae-ri berkelabat mulai berekspetasi hal-hal yang aenh.

"Ya, itu sama saja kau menganggap Jimin stress. Pria itu tidak mungkin melakukan hal-hal yang di luar naluri, menikah saja belum. Dia tidak mungkin ingin bunuh diri," balas Taehyung melepas seatbeltnya.

"Jangan berpikiran yang aneh-aneh, cepatlah masuk ke dalam kemudian beristirahat. Kau pasti sangat capek hari ini, " Taehyung mengelus surai Ae-ri pelan, menenangkan gadisnya itu.

Ae-ri mengangguk, "Jangan lupa besok jam tujuh ke kafe, kita harus mulai lebih pagi."

"Aku tidak akan lupa."

Ae-ri ikut melepas seatbelnya kemudian membuka pintu mobil dan keluar dari sana. Setelah berdiri tepat di depan pintu kafe, Ae-ri berbalik melambaikan tangannya ke arah Taehyung.

"Jalja."

"Jalja, aku akan menghubungimu jika appa sudah menemukannya. Tidur dan mimpi indah Ae-ri ssi," ujar Taehyung tersenyum sebelum mobilnya meninggalkan perkarangan kafe.

----

Sincerely,
-A. W

7 Maret 2021

-Thanks for reading-

Destiny√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang