/12.00/

335 258 52
                                    


"Permisi, apa kalian sedang memperebutkanku?" tanya Ae-ri mengedipkan matanya beberapa kali, tidak percaya dengan fakta yang baru saja keluar dari bibir keringnya.

Ae-ri berdiri tepat di sudut meja, diantara mereka berdua. Ia menatap berbinar kedua pria tampan itu, menunggu jawaban.

"Turunkan tingkat kepedeanmu, aku pulang," ujar Taehyung kemudian bangkit dari kursinya. Ia berjalan melewati Ae-ri, melupakan utang yang ingin ditagihnya tadi. Ae-ri berbalik menatap punggung Taehyung yang perlahan hilang.

Ae-ri bersorak penuh kemenangan, laki-laki itu melupakan utangnya. Setidaknya Ae-ri tidak perlu di ceramahi panjang lebar karena meminta uang lagi. Memikirkannya saja membuat telinga Ae-ri berdengung seketika.

Kemudian Ae-ri berbalik lagi menatap Jimin, "Aku berutang banyak denganmu, kau adalah penyelamatku," seru Ae-ri anutsias.

Jimin yang tidak mengerti maksud perkataan Ae-ri hanya mengerutkan alisnya.

---

"Apa yang kalian lakukan tadi?", tanya Jimin sambil menatap Ae-ri yang sibuk melahap es krim ditangannya.

"Hanya sedikit berbincang," ujar Ae-ri ragu. Ia tidak berbohong sepenuhnya, memang sedari tadi mereka hanya berbincang, serius.

"Apa yang kalian bincangkan?" Jimin bertanya lagi.

Ae-ri menghela nafas sabar, "Kau sangat banyak tanya"

Setelah mendengar kalimat itu, Ae-ri dapat melihat perubahan raut wajah drastis Jimin.

"Kalau begitu aku akan pulang, sampai jumpa besok"

Setelah mengatakan itu Jimin berjalan keluar dari pintu kafe.

---

Ae-ri menghela nafas untuk keberapa kalinya. Ia sedang berada di kamar tidurnya, berbaring telengkup dengan laptop di depannya. Mengacak rambutnya frustasi, tangannya sibuk menari-nari diatas keyboard kemudian beberapa saat kemudian ia menekan tombol 'backspace'. Mengetik kemudian backspace lagi, sudah puluhan kali Ae-ri melakukannya.

Saat ini Ae-ri tengah melanjutkan ceritanya yang sempat tertunda beberapa waktu ini. Kuliah dan mengurus kafe, dua hal itu sudah cukup menyibukkan harinya.

Mencoba untuk tenang, Ae-ri menarik nafas kemudian menghembuskannya kembali. Ia berniat untuk membaca ulang beberapa bab cerita sebelumnya, berharap akan muncul ide.

Naas, ekspetasi tidak sesuai realita, yang Ae-ri dapati hanya ekspresi wajahnya yang bingung. 

Sejak kapan ceritanya se-membosankan ini? Alur, penokohan, latar, semuanya sangat mudah ditebak, bahkan sekarang dirinya enggan untuk membaca ulang ceritanya sendiri. Padahal dulu Ae-ri sangat pede dengan cerita buatannya.

Kalau penulisnya sendiri sudah enggan membacanya, apalagi orang lain. Ae-ri menghembuskan nafasnya kasar, ia memutuskan untuk menutup kotak hitam itu kemudian berbaring di atas kasur. Menyelimuti tubuhnya dengan selimut sebatas dada, tangannya bergerak untuk meng-scroll layar ponselnya. 

Tiba-tiba sebuah pesan misterius masuk, Ae-ri mengerutkan dahinya. Kenapa belakangan ini ia selalu mendapat pesan dari nomor yang tidak dikenal. Untuk menuntaskan rasa penasarannya, Ae-ri menekan notifikasi pesan itu.

Destiny√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang