/3.00/

575 374 178
                                    

"YA PARK JIMIN KENAPA KAU BERKUNJUNG JAM SEGINI!! "

---

Drama pagi tadi berakhir dengan tragis. Sebuah lebam berwarna biru terlihat jelas di jidat kiri Jimin.

"Tidak berperasaan," Jimin mengerucutkan bibirnya kesal. Tidak terima dengan perlakuan yang ia dapatkan sekarang.

Setelah diijinkan masuk tadi, Jimin malah dilempari sandal karena ulahnya yang membangunkan Ae-ri pagi-pagi. Seharusnya tadi ia kabur begitu melihat tatapan mengintimidasi Ae-ri. Kedua kakinya itu terlalu lama untuk sekedar melangkah pergi.

"Jahat"
"Kejam"
"Gadis gi... "

Kalimat Jimin terhenti di udara setelah melihat dua bola mata di depannya menatapnya horor.

"Keu...emm.."

Ucapan Ae-ri kurang jelas karena pipi gembungnya yang penuh dengan makanan. 

"Kunyah dulu," peringat Jimin sambil megompresi lukanya dengan kompresan es. Sesekali meringis kesakitan.

Park Ae-ri segera mengunyah 'mochi' hasil curiannya beberapa waktu lalu hingga tandas. Dengan tidak malunya ia makan dengan tenang setelah menjadi penyebab lebam biru di jidat Jimin.

"Kenapa kau tiba-tiba datang? " tanya Ae-ri selesai mengunyah mochi tadi.

"Kenapa-kenapa, aku berbaik hati ingin memberimu mochi sebagai tetangga yang baik. Tapi kau malah melempariku," Jimin berujar dengan nada tinggi sambil menuangkan segelas air.

Ae-ri menyengir. Siapa suruh, laki-laki itu berkunjung dengan cara yang tidak biasa, mengedor pintu rumah orang.

"Maaf aku terbawa emosi tadi," Ae-ri menerima air pemberian Jimin dan meneguk gelas berisi air itu hingga tandas.

"Gomawo,"

Jimin mengangguk. Setelah itu tidak ada percakapan lagi, seketika suasana berubah menjadi cringe layaknya film horor. Jimin harus mencari topik agar suasana menjadi tidak canggung.

"Ngomong-ngomong di mana teman seperjuangan.. "

"Heol! Aku lupa hari ini ada janji dengan Hae-won," Ae-ri memotong kalimat Jimin dengan teriakan histerisnya. Matanya sukses membulat.

Secepat kilat Ae-ri berlari ke arah tangga, sebelum kakinya menyentuh tanngga pertama ia berbalik.

"Terima kasih karena sudah mau mengantarku, kau memang pria yang baik hati," ujarnya sambil tersenyum manis kemudian mengedipkan matanya sekali. Setelah itu arwahnya hilang seperti terpaan angin.

Jimin melongo di tempatnya. Menggeleng tidak percaya, kenapa ia mendapat tetangga modelan seperti Ae-ri.

Tanpa sadar sebuah lengkungan tercipta, terlihat dari pantulan kaca di sudut ruangan.

---

"Hae-won ya!"

Teriakan itu menggelegar dari sisi seberang jalan. Ae-ri menurunkan kaca mobil Jimin dan melambai ke arah sahabatnya sambil tersenyum lebar. Ia baru saja sampai di salah satu pusat pembelanjaan, Seoul.

Untungnya Ae-ri sampai tepat waktu,  jika tidak sahabatnya itu pasti akan mengomel karena tunggu terlalu lama, kulit hitam, rambut kusut, make-up luntur, mungkin sejenis itu ocehannya nanti.

"My friend! "
"My Chingu! "

Melihat Hae-won yang tidak kunjung membalas lambaian tangannya, Ae-ri berteriak sekali lagi. Kali ini suaranya lebih nyaring memekakkan kuping.

Destiny√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang