13

5.5K 588 11
                                    


"Ada kelas pagi?"

Juna mengangguk sambil mengunyah  sandwich-nya. Cowok itu keliatan sudah rapi dengan pakaian kasualnya. Mungkin beberapa menit lagi dia akan ke kampus. Begitu pula dengan Joana. Cewek itu juga sudah rapi dengan setelan kantornya.
Ia pun duduk di depan Juna dan ikut memakan sandwich.

"Kakak berangkat sama siapa? Kemarin aku liat mobil Kakak nggak ada," ujar Juna tiba-tiba.

Benar. Hari ini Joana berangkat sama siapa? Mobilnya masih di tempat Jeffrey. Dia juga lupa meminta Ten untuk datang menjemput. Kalaupun dia telepon Ten sekarang kecil kemungkinan Ten akan mau datang. Karena ini sudah cukup siang. Jeffrey? Lupain. Nggak mungkin Joana minta cowok itu untuk jemput. Sekalipun mereka sudah mencapai kata sepakat buat menjalin hubungan. Tapi bagi Joana cowok itu tetap orang asing.

"Kak?" tegur Juna.

Joana mengerjapkan matanya beberapa kali.

"Kamu keberatan nggak kalo anterin Kakak ke kantor?" tanya Joana.

Juna mengangguk setuju. "Oke. Tapi ...." Cowok itu menjeda ucapannya dan beralih mengulurkan tangan ke depan Joana. Seolah sedang minta sesuatu. Apalagi kalau bukan uang saku? Juna benar-benar pintar memanfaatkan Kakaknya.

Saat itu juga Joana mendengus pelan lalu membuka tasnya. Meraih dompetnya dan mengambil 4 lembar uang 100 ribuan. Cewek itu meletakkan uang tersebut di atas telapak tangan Juna.
Juna menerimanya sambil senyum cengengesan. Merasa puas bisa memeras Kakaknya.

"Jangan boros!" desis Joana.

"Oke, Bu Bos!" seru Juna.

Lalu, pagi itu akhirnya Joana ke kantor dengan diantar oleh Juna menggunakan Scoopy merah kesayangan Juna.
Juna memang lain daripada yang lain. Disaat cowok-cowok seumuran dia berlomba-lomba buat pake motor sport dia justru lebih milih Scoopy merahnya. Scoopy itu juga hadiah dari Joana waktu Juna berhasil masuk kampus dengan jalur undangan.

*****

Jeffrey duduk di kursi kebesarannya. Menatap lurus ke depan dengan sorot penuh kekesalan. Entah apa yang sekarang lagi menghuni benaknya. Yang pasti nggak ada kata yang tepat buat mendeskripsikan keadaannya selain bad mood. Ya, Jeffrey keliatan lagi bad mood parah. Sampai-sampai saking parahnya dari tadi pagi sekretaris maupun pegawai-pegawai yang lain nggak berani masuk ke ruangan Jeffrey untuk sekedar minta tanda tangan. Miris, kan?

Kini, mata Jeffrey beralih menatap ponsel mahalnya yang ada di atas meja. Ponsel itu keliatan damai dan itu makin membuat Jeffrey kesal.

Tunangan?

Tiba-tiba kata itu memenuhi benak Jeffrey. Membuat Jeffrey nggak bisa berpikir jernih dan makin menaikkan kadar amarahnya. Ia jadi berpikir kalau memang benar cowok bernama Juna itu tunangannya Joana berarti selama ini dia udah mengejar calon istri orang. Dan mirisnya selama ini Joana juga nggak bilang apapun soal statusnya. Joana cuma berusaha keras buat menolaknya. Apa mungkin Juna adalah alasan Joana menolaknya?

"Ck! Sial!" maki Jeffrey.

Jeffrey menjambak rambutnya sendiri. Nggak tahan sama segala dugaan yang memenuhi rongga kepalanya.

Tiba-tiba aja ponselnya berkedip-kedip. Menampilkan pesan masuk dari orang yang nggak pernah Jeffrey duga.

Mata Jeffrey memicing sekedar untuk memastikan kalau dia nggak salah liat. Dan ternyata memang benar pesan itu dari cewek yang semalam mendatanginya ke apartemen. Jeffrey buru-buru membaca pesan tersebut.

30 Days With JTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang