61

6.1K 474 62
                                    

Guys, sebelum scroll cuma mau kasih tau kalo aku ada cerita baru. Kali ini pake visual bubu. Jangan lupa mampir, ya.
😘😘😘

😘😘😘

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




1 tahun kemudian ...

BRAK!!

"SAYA BAYAR KALIAN BUKAN UNTUK SANTAI-SANTAI!!"

Tiga pria berbadan tegap itu menunduk dalam. Mereka terlihat pasrah menerima segala makian dari bosnya yang sebenarnya sudah hampir setiap hari mereka dengar.

Jeffrey Wilsen, lelaki yang menjabat sebagai pimpinan JF Holdings sekaligus atasan dari tiga pria itu sekarang sedang berdiri dengan dua tangan bertumpu pada tepi meja kerja. Mimik wajahnya sama sekali nggak menunjukkan kesan ramah.
Jelas saja begitu, mengingat hari ini untuk kesekian kalinya dia menerima laporan kegagalan atas pencarian Joana.

Benar. Ini sudah satu tahun berlalu tapi Jeffrey masih belum menemukan Joana. Setahun ini Jeffrey benar-benar kacau. Dia menjalani hari-harinya persis seperti robot. Bekerja tanpa henti dan memerintahkan orang-orangnya untuk terus mencari Joana. Lalu, saat kata gagal harus kembali dia dengar, maka sumpah serapah dan kemurkaan akan langsung Jeffrey luapkan pada orang-orangnya.
Seperti saat ini contohnya.

"Kalian tuli?!" desis Jeffrey.

"Maaf Tuan," ucap seorang pria paling pendek di antara ketiganya.

"Maaf?"

Jeffrey berjalan menghampiri mereka bertiga. Kekehan remeh mengalun samar dari bibirnya.

"Saya nggak menerima maaf!! Saya mau kalian bawa hasil pencarian kalian!!" tegas Jeffrey.

Ketiganya kembali bungkam. Nggak bersuara sama sekali setelah Jeffrey menunjukan amarahnya.

"Keluar!!" titah Jeffrey.

Mereka pun keluar dari ruang kerja Jeffrey. Meninggalkan Jeffrey yang masih tenggelam dalam amarahnya.

Tiba-tiba Jeffrey meraih gelas sedang berisi air mineral yang ada di meja kerjanya. Jeffrey melempar gelas tersebut hingga membentur dinding dan pecah berkeping-keping. Belum puas menghancurkan gelas kini Jeffrey beralih menyambar vas bunga dan kembali melemparnya.
Seketika lantai marmer itupun didominasi oleh pecahan gelas juga vas bunga.

Mata Jeffrey menatap nanar pada pecahan beling yang berceceran di depannya itu. Tangannya mengepal diiringi helaan napas panjang. Menandakan bahwa ia sedang berusaha menekan amarahnya yang masih belum mereda itu.

Jeffrey beranjak menuju depan jendela ruang kerjanya. Dia menatap hampa pemandangan kota Jakarta melalui lantai 20.

Amarah yang tadi sempat menderanya kini sirna. Tergantikan oleh raut sendu serta batin yang berdoa penuh keputusasaan.

30 Days With JTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang