Joana mengamati pantulan tubuhnya di depan cermin besar yang ada di kamar Jeffrey. Cewek itu menatap lamat celana kotak-kotak dan hoodie abu-abu yang melekat di tubuhnya. Untungnya tubuhnya termasuk tinggi jadi, nggak terlalu tenggelam. Walau masih keliatan kebesaran.
Sekarang setelah mandi dan ganti baju Joana harus keluar kamar. Karena tadi Jeffrey mengajaknya makan malam bersama. Sejujurnya Joana malas buat makan. Dia lagi nggak punya nafsu makan. Tapi karena ingat dia sudah merepotkan Jeffrey jadi mau nggak mau Joana harus menemani cowok itu makan.
"Jangan jadi nggak tau diri, Jo. Lo udah bikin dia repot jadi, lo juga harus jaga perilaku," ujar Joana memperingati diri sendiri.
Saat Joana sudah akan beranjak keluar ponselnya malah berdenting. Benda pipih yang tergeletak di atas meja rias itu menyala dan menampilkan nama Ten.
Baru aja Joana berniat membuka pesan dari Ten tapi, Ten sudah menelponnya lebih dulu.
Kalau sedang khawatir Ten memang suka seperti ini.Joana meraih ponselnya dan mengangkat telepon dari Ten.
"Halo, Ten."
"Lo di mana? Udah pulang? Udah makan?"
"U-udah. Ini gue mau makan."
"Gue ke sana, ya? Daripada lo sendirian. Sekalian gue beliin makanan kesukaan lo."
"Nggak usah!!"
Tepat saat ia berseru pintu kamar tampak dibuka. Jeffrey berdiri di ambang pintu. Melayangkan tatapan penuh tanya pada Joana yang tengah bertelepon. Sementara Joana mengalihkan pandangannya.
"Udah dulu, ya. Gue mau makan."
"Bener? Mau makan?"
"Iya, Ten."
"Awas kalo besok tau-tau lo sakit."
"Iya-iya. Ya, udah. Gue tutup dulu."
"Oke. Jangan lup--"
Joana nggak mendengarkan wanti-wanti dari Ten sampai selesai. Karena dia benar-benar sudah merasa nggak enak akibat kehadiran Jeffrey yang seakan sengaja menguping obrolannya dengan Ten.
"Udah?"
"Hah?"
Kenapa sekarang Joana jadi bodoh? Kenapa dia nggak seperti Joana yang biasanya? Biasanya Joana akan dengan mudah menanggapi ocehan Jeffrey. Tapi sekarang? Entahlah. Joana nggak tau apa yang lagi terjadi sama dirinya.
"Yuk! Aku udah masak makan malam buat kita," ujar Jeffrey.
"O-oke."
Lalu, Joana mengikuti Jeffrey menuju dapur sekaligus ruang makan di kediaman cowok itu.
Keduanya duduk berhadapan. Di atas meja pantry sudah tersedia beberapa hidangan rumahan.
"Aku cuma masak nasi. Makanan yang lain itu buatan mama aku," terang Jeffrey.
"Lo cuma ngangetin doang?" tebak Joana.
Cowok itu mengangguk sambil meraih sendok dan garpu. "Ngangetin makanan juga perlu tenaga."
Joana nggak menjawab lagi. Dia ikut mengambil sendok dan garpu setelah tadi mengisi piringnya dengan nasi.
"Nih, makan supnya. Hujan-hujan gini paling pas kalo makan pake sup."
Cewek berhidung mancung itu masih betah diam dan membiarkan Jeffrey terus mengoceh sambil memenuhi piring Joana dengan aneka masakan mamanya.
Bicara soal mama, Joana jadi kepikiran sama mamanya. Gimana keadaan mamanya setelah kedatangan laki-laki itu? Joana bahkan belum sempat menghubungi mamanya. Tapi sekarang dia malah sibuk makan malam sama orang lain.

KAMU SEDANG MEMBACA
30 Days With J
Fiksi PenggemarJoana tidak akan menikah. Joana akan menghabiskan seumur hidupnya dengan melajang. Tapi insiden malam itu malah membuat Joana terjebak dengan Jeffrey, laki-laki yang terobsesi ingin menjadikannya pasangan hidup. Joana sudah menolak Jeffrey tapi Jeff...