47

3.6K 396 21
                                    


"Aku--"

"Nana?"

Joana menoleh ke belakang dan menemukan sosok yang sangat dia kenal.

"Kalian ngapain?"

"Jeffrey?"

Genggaman Tristan dilepas paksa oleh Joana. Lalu, cewek itu berdiri dan menghampiri Jeffrey yang berada nggak jauh di depannya.

"Kamu nangis? Diapain sama dia?!" tanya Jeffrey. Nada bicaranya terdengar kesal.

Jeffrey menatap Tristan dengan tajam sama halnya dengan Tristan. Ada atmosfer mencekam yang tiba-tiba memenuhi tempat itu. Membuat Joana merasa perlu untuk mengambil tindakan. Sebelum hal yang nggak diinginkan terjadi tentunya.

Cewek berhidung mancung itu menggamit lengan Jeffrey dan mengusapnya pelan. Bermaksud menenangkan Jeffrey yang kelihatan sudah siap meledakkan amarahnya.

"Aku nggak apa-apa, Jeff," ucap Joana dengan suara lembutnya.

"Bener? Kamu nggak apa-apa?" tanya Jeffrey. Matanya masih setia menatap tajam ke arah Tristan.

Joana mengangguk yakin. "Iya. Aku nggak apa-apa."

"Kalo gitu aku duluan, Na. Semoga tante cepet sembuh," ungkap Tristan sambil tersenyum tipis. Kemudian cowok itu berlalu meninggalkan Joana bersama Jeffrey.

Sepeninggal Tristan wajah Jeffrey masih tetap kaku. Entahlah. Mungkin cemburu karena sempat melihat bagaimana interaksi antara Joana dan Tristan.

"Ngapain sih dia di sini?" tanya Jeffrey dengan nada ketusnya.

Bibir Jeffrey mengerucut sementara matanya mendelik kesal. Namun di mata Joana ekspresi lelaki itu sungguh menggemaskan. Terlalu menggemaskan sampai membuat Joana reflek mencubit pipi Jeffrey gemas.

"Jangan cemberut gitu, Jeff," ucap Joana sambil senyum lebar.

"Ya, abisnya itu orang--"

Cup

Bibir Jeffrey terkatup rapat. Matanya membulat sempurna sementara wajahnya sudah berpaling ke arah Joana yang ada di sampingnya. Seolah ingin meminta penjelasan atas apa yang baru saja Joana lakukan.

"Udah, ya. Nggak usah bahas dia lagi. Tadi tuh aku emang bener-bener kebetulan ketemu dia."

"Ya, tapi nggak usah pake pegang-pegang tangan juga, kan?" gerutu Jeffrey.

Joana cuma tersenyum tipis kemudian mengajak Jeffrey duduk di kursi koridor. Setelah duduk cewek itu menyandarkan kepalanya di bahu Jeffrey sambil memainkan jari-jemari Jeffrey yang panjang.

"Mama gimana, Na?" tanya Jeffrey sambil sesekali mengecup puncak kepala Joana.

"Masih sama," jawab Joana.

"Kamu yang kuat, ya. Jangan lupa makan, jangan terlalu stres biar bisa jaga mama," kata Jeffrey lagi.

Hanya anggukan samar yang Joana berikan sebagai jawaban atas permintaan Jeffrey.

Saat ini jika disuruh untuk tetap kuat sebenarnya Joana nggak sanggup. Joana merasa ingin menyerah saat melihat raga Nilam yang masih terbaring di atas brankar dalam keadaan koma seperti ini. Tapi dia nggak bisa. Menyerah bukan pilihan untuknya meski dia ingin. Karena bagaimanapun juga dia adalah sulung. Dia satu-satunya orang yang bisa Juna dan Nilam andalkan. Jadi dia harus memaksakan diri untuk kuat. Dia harus keras pada dirinya sendiri.

"Udah makan malam?" tanya Jeffrey kali ini sambil merangkul bahu Joana.

"Udah. Kamu gimana?" Joana balas bertanya.

30 Days With JTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang