63

8K 489 77
                                    

Jangan skip dulu.
Mau promosi bentar. Hehehe.

Nah, udah liat, kan?
Kalo udah liat jangan lupa mampir. Tinggalkan vote dan komentar yang banyak. Pokoknya ramein sampe serame-ramenya, hehehe.



"Kita mau ke mana?"

Sudah lebih dari 10 kali Jeffrey menanyakan hal yang sama sejak taksi itu melaju di tengah jalanan pulau Jeju. Di sampingnya Joana masih betah diam dengan pandangan yang tertuju pada luar jendela.

"Nana?" tegur Jeffrey.

"Nanti juga kamu tau," jawab Joana sembari melirik Jeffrey sekilas.

"Kamu ... beneran nggak nikah sama Sean?"

Kali ini seluruh atensi Joana benar-benar tertuju pada lelaki berkemeja putih itu.

"Enggak, Jeff," jawab Joana.

Jeffrey menggenggam tangan Joana lembut. Senyum di bibirnya pun nggak kalah lembut. Sementara kedua matanya menatap Joana penuh kehangatan. Perasaannya juga luar biasa lega setelah mendengar pernyataan Joana.

Pandangan Joana terpatri pada telapak tangan Jeffrey yang masih terdapat bercak darah akibat terkena pecahan gelas tadi. Dalam hati Joana meringis ngilu melihat luka di tangan Jeffrey. Tanpa pikir panjang Joana merogoh saku celananya dan mengeluarkan sehelai sapu tangan bermotif tartan. Ia membalutkan kain kecil tersebut di telapak tangan Jeffrey lalu mengikatnya tidak terlalu kuat.

"Harusnya tadi kita obatin tangan kamu dulu," ujar Joana khawatir.

Jeffrey tersenyum pun berkata, "Ini udah lebih dari cukup buat aku, Na."

Joana diam dan hanya menatap lamat wajah Jeffrey yang sebenarnya terlihat pucat. Joana juga baru sadar kalau tubuh Jeffrey jauh lebih kurus daripada setahun yang lalu. Bibir lelaki itu juga berwarna agak hitam.

"Kamu ngerokok?" tanya Joana. Tangannya reflek menyentuh bibir Jeffrey.

"Sesekali kalo aku lagi kangen kamu," jawab Jeffrey dengan jujur.

Faktanya dia memang sering bahkan hampir setiap jam menghabiskan batang nikotin itu hanya untuk melampiaskan stres yang dia rasakan akibat memikirkan Joana. Semenjak Joana pergi Jeffrey selalu menjadikan alkohol dan rokok sebagai bahan pelariannya.

"Maaf," gumam Joana.

"Nggak apa-apa. Kamu nggak salah, Na. Lagipula ... aku emang pantes rasain penderitaan itu karena aku udah nyakitin kamu."

Pernyataan Jeffrey nggak sempat Joana respon sebab taksi yang tiba-tiba berhenti. Jeffrey membayar taksi tersebut lalu keluar diikuti oleh Joana. Kini, mereka sudah berdiri di depan sebuah rumah minimalis dengan bunga-bunga aneka warna di halamannya. Rumah ini menghadap ke pantai yang jaraknya agak jauh dari sana.

30 Days With JTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang