46

3.5K 397 128
                                    

Pukul 7 malam Jeffrey tiba di kediaman orang tuanya. Dia baru saja memarkirkan mobilnya di halaman kemudian masuk ke dalam rumah.

"Welcome home!"

Anna menyambut kedatangan putranya dengan sapaan dan pelukan hangat. Jeffrey pun membalas pelukan Anna walau hanya sekilas.

"Papa mana, Ma?" tanya Jeffrey tanpa basa-basi.

Memang malam ini tujuannya pulang adalah untuk bertemu Dave. Bukan sekedar bertemu dan mengobrol biasa tapi bertemu untuk membicarakan perihal kerjasama JF dengan perusahaan papa Joana.

Mendengar Jeffrey mencari Dave Anna pun mengangkat kedua alisnya heran. Sebab nggak biasanya Jeffrey akan langsung mencari papanya begitu tiba di rumah.

"Tumben nyariin papa?" tanya Anna.

"Papa di ruang kerja?" Jeffrey balas bertanya dan diangguki oleh Anna.

Tanpa menunggu persetujuan Anna putra tunggal keluarga Wilsen itu langsung beranjak menuju ruang kerja papanya. Begitu tiba di depan pintu Jeffrey diam sebentar untuk mengontrol dirinya. Barulah tangannya mengetuk pintu itu dan membukanya perlahan.

"Lagi sibuk, Pa?" Jeffrey bertanya basa-basi.

Dave yang semula berkutat dengan laptopnya pun langsung mematut atensi pada raga Jeffrey yang berada di ambang pintu.

"Nggak juga. Kenapa?" tanya Dave sambil melepas kacamata minusnya.

"Ada yang mau J bicarain," tutur Jeffrey.

Lelaki itu duduk di sofa tengah ruangan. Lalu, Dave pun menyusul duduk di sofa tunggal yang ada di depan Jeffrey.

"Mau bicara apa?" tanya Dave.

Jeffrey diam sejenak untuk menyusun kata-kata yang tepat. Sejujurnya nggak gampang bagi Jeffrey untuk membahas masalah kerjasama itu. Apalagi sejak awal dia tau betul seberapa besar minat Dave atas kerjasama itu.

"J?" tegur Dave.

"Pa ... ini soal kerjasama dengan pak Aslan," ucap Jeffrey.

"Kenapa? Ada masalah? Tadi pagi kamu udah ketemu pak Aslan, kan?" tanya Dave masih dengan nada santai.

Jika Dave terlihat santai, maka lain halnya dengan Jeffrey. Wajah Jeffrey sudah menampilkan raut tegangnya. Sementara bola matanya bergulir ke sana kemari hanya agar bisa menutupi ketegangan yang dia rasakan. Dave yang peka pun berdehem pelan.

"Kenapa, J? Bilang aja," tutur Dave.

Jeffrey menarik napas pelan dan menghembuskannya dengan pelan pula. Demi apapun sekarang lelaki itu tengah mengumpulkan seluruh keberaniannya agar bisa mengungkapkan keinginannya pada sang Papa.

"Aku mau Papa batalin kerjasama itu."

"Tiba-tiba?"

Dave memperbaiki posisi duduknya jadi lebih tegak. Ekspresinya yang semula santai pun langsung berubah jadi lebih serius setelah rungunya mendengar permintaan Jeffrey.

Mata Dave memicing ke arah Jeffrey. Seolah ingin mengorek isi pikiran Jeffrey hanya melalui raut wajahnya.

"Kenapa? Apa alasannya?" tanya Dave. Nada bicaranya terdengar begitu datar.

Untuk kesekian kalinya Jeffrey menarik napas pelan. Mencoba memberikan banyak oksigen pada paru-parunya yang terasa sesak cuma karena berhadapan dengan Dave dalam situasi yang seserius ini.

"Pak Aslan itu papanya Joana, Pa," kata Jeffrey.

Dave mengangguk paham. "Ya, bagus dong. Papa malah nggak tau kalo Aslan itu papanya Joana. Berarti Joana sama Jessica saudara," sahut Dave terlihat senang.

30 Days With JTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang