Weekend ini sama seperti weekend sebelumnya. Nggak ada bangun siang. Nggak ada juga bangun pagi, lari keliling komplek atau pergi ke sasana boxing. Karena di sini, di dalam ruangan serba putih ini ada seseorang yang membuatnya melupakan semua rutinitas weekend-nya itu.
Jam di dinding sudah menunjuk angka 8 pagi. Matahari juga sudah bersinar terang dan menyeruak masuk melalui jendela ruangan tersebut.
Sambil sesekali menyipitkan matanya dari silau sinar matahari pagi Joana dengan telaten mengusap lengan dan punggung tangan Nilam menggunakan kain yang telah dia basahi dengan air hangat. Nggak jarang cewek itu juga mendaratkan kecupannya di tangan perempuan yang telah melahirkannya itu.
Setelah selesai mengelap lengan dan tangan Nilam kini Joana berpindah ke kaki perempuan itu. Sama seperti tadi kali inipun Joana melakukannya dengan lembut dan telaten. Begitu selesai Joana langsung menyingkirkan kain dan baskom berisi air hangat tadi ke kamar mandi. Nggak lama dia kembali dan beralih memijat kaki Nilam.
"Ma, hari ini Juna nggak bisa ke sini. Dia lagi ada kegiatan di Jogja. Pulangnya mungkin lusa."
Pelan-pelan Joana memulai ceritanya tentang Juna yang kembali bepergian ke luar kota. Selain bercerita tentang Juna cewek itu juga menceritakan kesibukannya di kantor berikut tingkah nyeleneh rekan-rekannya. Termasuk Dila yang akhir-akhir ini seperti sengaja bersikap nggak terlalu peduli padanya. Bahkan nggak jarang Dila juga mengabaikan kata-katanya saat di ruang rapat.
"Dila kayak lagi nyimpen kebencian ke aku, Ma. Tapi aku juga nggak tau pasti," ucap Joana melanjutkan ceritanya.
"Oh, iya! Mama pasti kangen sama Jeffrey. Udah berapa lama ya Jeffrey nggak ke sini? Mama mau Nana panggilin Jeffrey?"
Iya. Sejak malam itu mungkin terhitung sudah 5 hari Jeffrey sama sekali nggak berkunjung ke rumah sakit. Laki-laki itu juga cuma mengabari Joana saat jam makan siang saja. Sementara saat malam hari ponselnya selalu dinonaktifkan dengan alasan sedang sibuk-sibuknya di kantor.
Sebenarnya Joana tau apa yang mungkin sedang dilakukan dan sedang disembunyikan oleh Jeffrey. Tapi dia nggak berniat memastikannya. Dia cuma ingin melihat mau sampai kapan Jeffrey akan berlaku seperti ini.
Joana nggak sebodoh itu. Joana juga nggak akan semudah itu percaya dengan apa yang Jeffrey katakan. Tapi di sini Joana juga merasa nggak punya hak untuk bertanya atau menuntut apapun pada Jeffrey. Sekalipun status Joana adalah kekasih lelaki itu.
"Pagi, Mama Nilam."
Mata Joana mengerjap beberapa kali. Lalu, kepalanya menoleh ke belakang. Memastikan sosok yang baru dia dengar suaranya itu.
Di sana lelaki itu tengah tersenyum lebar, memamerkan lesung pipinya yang menawan sambil merentangkan dua tangannya. Mungkin bermaksud meminta Joana agar masuk ke dalam pelukannya.
Nggak ada alasan untuk Joana nggak menghambur ke dalam pelukan kekasihnya itu. Walau hati dan otaknya dipenuhi hal-hal janggal mengenai si lelaki Wilsen itu tapi tetap saja Joana nggak bisa memungkiri rasa rindunya.
"Aku kangen banget, Na," ungkap Jeffrey.
Jeffrey menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Joana. Ia menghirup dalam-dalam aroma tubuh Joana yang baginya sudah lama sekali nggak dia hirup itu. Walau nyatanya baru 5 hari berlalu.
"Kamu nggak kangen sama aku?"
"Kangen kok."
Kedua tangan Joana melingkar sempurna di pinggang Jeffrey. Menandakan kalau dia memang benar-benar rindu pada lelaki itu. Senyumnya juga merekah saat tau perilaku Jeffrey saat bersamanya nggak berubah sedikitpun. Ya, mungkin untuk kali ini Joana nggak akan terlalu memikirkan dugaan itu. Walau dia tau pasti akan kebenarannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Days With J
Fiksi PenggemarJoana tidak akan menikah. Joana akan menghabiskan seumur hidupnya dengan melajang. Tapi insiden malam itu malah membuat Joana terjebak dengan Jeffrey, laki-laki yang terobsesi ingin menjadikannya pasangan hidup. Joana sudah menolak Jeffrey tapi Jeff...