40

4.5K 474 29
                                    

Siang ini ruangan Joana benar-benar bising. Bising oleh suara jari-jarinya yang menari di atas keyboard juga oleh para rekannya yang keluar masuk ruangan untuk meminta tanda tangan atau sekedar konsultasi.

Sejak kemarin memang perusahaan sedang sibuk-sibuknya karena mendapat proyek iklan untuk sebuah perusahaan otomotif. Seluruh divisi antusias mempersiapkan semuanya karena perusahaan itu merupakan perusahaan besar yang memungkinan memberikan peluang terhadap berkembangnya Bellaro.
Saking antusiasnya Joana sampai belum sempat beranjak dari meja kerjanya sejak pagi tadi. Bahkan untuk sekedar membuat kopi pun rasanya sangat sulit.

"Huh."

Cewek itu menghela napasnya pelan. Masih setia menatap layar komputernya sebelum kemudian beralih pada benda pipih di samping komputernya itu.

"Ck!"

Decakan pelan terdengar keluar dari mulut Joana. Menyadari sejak semalam ponsel itu sangat damai. Cuma ada pesan masuk dari grup kantor dan juga beberapa pesan dari Dila. Lantas ke mana yang lainnya? Ah, bukan. Lebih tepatnya ke mana satu orang yang biasanya gemar mengirimkan rentetan pesan singkat padanya itu?

Joana jadi bertanya-tanya dan mulai memikirkan berbagai kemungkinan. Mungkin dia sibuk, mungkin dia sedang banyak pekerjaan, mungkin dia terlalu capek untuk sekedar memberinya kabar, mungkin dia bosan? Ah, untuk yang satu itu Joana enggan memikirkannya.

Rasa kesal langsung menghampirinya. Fokusnya yang semula hanya tertuju pada layar komputer itu kini malah terpecah ke mana-mana. Yang akhirnya membuatnya memutuskan untuk berhenti mengetikkan kata demi kata di layar komputer.

Dengan gusar Joana meraih ponselnya. Kemudian memeriksa aplikasi WhatsApp untuk melihat kalau-kalau ada pesan masuk dari Jeffrey. Tapi ternyata nggak ada. Hal itu berhasil membuat Joana mencebikkan bibirnya.

Saat sedang begini tiba-tiba aja jari-jarinya gatal ingin mengetikkan sesuatu untuk Jeffrey. Tapi seperti biasanya gengsi Joana selalu mengambil porsi lebih banyak dari wataknya yang lain. Akibatnya yang dapat dia lakukan hanya diam dan menahan diri agar nggak mengirimkan pesan apapun.

"Ck! Tahan, Jo. Lo cewek dan pantang buat cewek kasih kabar duluan, kirim pesan duluan," tutur Joana berusaha menyadarkan dirinya sendiri.

Tapi ternyata sangat sulit untuk Joana. Terlalu besar rasa penasarannya pada Jeffrey. Terlalu besar keinginannya untuk mengetahui kabar Jeffrey. Hingga akhirnya dengan segenap keberaniannya Joana memutuskan mengirimkan pesan singkat itu pada Jeffrey.

Udah makan siang?

Pesan itu terketik rapi lalu ibu jari Joana menekan ikon kirim pada aplikasi WhatsApp-nya. Sayangnya saat pesan sudah terkirim hanya ada tanda centang satu abu-abu di sana.

Sekali lagi Joana mencebikkan bibirnya. Tanpa aba-aba cewek itu melempar ponselnya ke atas meja kerja.

"Bodo amat," gerutu Joana sambil kembali duduk tegak menghadap layar komputer.

"Ah, kenapa gue jadi gini, sih? Gila kali ya gue?!" gerutu Joana.

Jari-jarinya menekan keyboard komputer dengan asal. Seakan ingin menjadikan keyboard nggak bersalah itu sebagai pelampiasan atas rasa kesalnya.

Tok Tok Tok

"Masuk!"

"Permisi, Kak."

Dila dan Naomi masuk ke dalam ruangan Joana. Lalu, Joana pun memusatkan perhatiannya pada dua orang rekannya itu.

"Kenapa?" tanya Joana dengan suara kelewat datar.

Dila dan Naomi saling berpandangan. Merasa heran dengan perubahan sikap Joana yang benar-benar beda dari biasanya.

30 Days With JTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang