54

6.2K 505 79
                                    

Atmosfer di tempat itu terasa amat kelam. Melukiskan betapa hancur perasaan dari dua bersaudara yang kini masih larut dalam tangis kepedihannya itu.

Di kursi koridor Juna duduk dengan kepala tertunduk. Di sampingnya ada Sean yang setia memeluk Joana.

Cowok beralis tebal itu terlihat berusaha menyudahi tangisnya. Tapi ketika melihat Kakaknya yang masih menangis bahkan sampai lemas kehabisan tenaga Juna pun kembali menjatuhkan air matanya. Hatinya kembali hancur jadi serpihan-serpihan yang mungkin nggak bisa kembali utuh.

Pada akhirnya Juna memilih memalingkan wajahnya. Dia nggak sanggup melihat Joana dalam keadaan seperti ini.

"Nana? Juna?!"

Atensi ketiga orang itu tersita oleh kedatangan pasangan ibu dan anak yang nggak lain adalah Herni dan Ten. Sayangnya kedatangan dua orang itu sama sekali nggak membuat Joana mau untuk sekedar menegakkan wajahnya. Cewek itu tetap berada dalam pelukan Sean dan nggak memperdulikan Herni serta Ten. Joana benar-benar larut dalam kesedihan yang amat mendalam.

Herni mengusap ujung matanya kemudian menghampiri Juna. Wanita itu memeluk Juna hingga akhirnya pertahanan Juna kembali runtuh. Sementara Ten sudah berlutut di depan Joana. Cowok itu meraih tangan Joana yang nggak memeluk Sean.

"Na ... jangan khawatir. Masih ada aku sama Mama," tutut Ten dengan nada lembut.

Respon yang Joana berikan cuma gelengan lesu. Kemudian cewek itu menenggelamkan wajahnya di dada bidang Sean. Beruntungnya Zia sudah dijemput oleh pengasuhnya jadi Sean bisa fokus pada Joana.

Sean menggelengkan wajahnya. Bermaksud memberi isyarat pada Ten agar membiarkan Joana tenang dulu. Karena bagaimanapun juga kondisi Joana beberapa saat yang lalu sangat mengkhawatirkan. Sekarang pun cewek itu masih cukup mengkhawatirkan.

Yang bisa Ten lakukan cuma mendesah pasrah. Ia pun berdiri dan memutuskan pergi untuk memeriksa persiapan kepulangan jenazah Nilam. Saat ini memang hanya hal itu yang bisa Ten lakukan. Memang hanya hal kecil itu yang bisa Ten lakukan untuk membantu Joana.

"Kamu yang kuat, Jo. Tante sekarang udah tenang di sana," ucap Sean. Suaranya terdengar amat lembut.

Joana kembali mencengkeram ujung kemeja Sean. Bibirnya pun kembali ia gigit hanya untuk melampiaskan sesak di rongga dadanya. Sean yang paham pun makin mendekap Joana. Berusaha menenangkan Joana dengan usapan-usapan lembutnya.

"Nana ...."

Lirihan itu terdengar amat jelas di koridor yang sunyi itu. Sean, Juna dan Herni pun memusatkan atensi mereka pada sosok yang kini berdiri di depan mereka. Namun berbeda dengan Joana yang lebih memilih tenggelam dalam pelukan Sean. Sekalipun dia tau siapa pemilik suara itu.

"Nana ... aku di sini, Na," ucap Jeffrey.

Lelaki itu mengayunkan langkahnya. Berniat menghampiri Joana tapi tiba-tiba Joana melepaskan diri dari pelukan Sean.

Cewek itu menghela napas beberapa kali dan mengusap air matanya.

"Kak, aku mau nyusul Ten dulu," kata Joana lalu berdiri.

Lelaki itu, Jeffrey berhenti tepat di depan Joana yang berdiri dengan tubuh rapuhnya. Perlahan tangannya terangkat dan bertengger di kedua bahu Joana. Matanya menampilkan sorot penuh kesedihan yang nggak terbantahkan. Sayangnya Joana sama sekali nggak membalas tatapan Jeffrey. Manik mata cewek itu terlihat kosong. Nggak ada emosi apapun di sana.

Jeffrey memeluk Joana dengan erat. Tapi sedikitpun Joana nggak membalas pelukan itu. Yang Joana lakukan cuma diam. Membiarkan Jeffrey memeluknya dan menumpahkan tangisnya.

30 Days With JTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang