45

3.6K 423 31
                                    

"Kalo kalian berpikir sekarang saya hancur ... selamat! Kalian benar! Saya hancur!! Joana yang selalu keliatan kuat itu akhirnya hancur! Joana yang selalu arogan itu hancur!! Kalian puas, kan? Lo sendiri gimana, Jeff? Puas?!"

Persetan dengan orang-orang yang kini nggak suka dan bahkan merasa terganggu atas keberadaannya. Joana nggak perduli. Baginya sekarang yang penting adalah meluapkan semuanya. Kesedihan, kemarahan dan kebencian yang sekian tahun dia pendam dalam hatinya. Lalu, sepertinya sekarang kebenciannya bertambah pada satu orang lagi. Pada Jeffrey Wilsen yang sama sekali nggak pernah Joana sangka akan berada di samping Aslan.

"Jo, udah. Kita balik sekarang. Tante Nilam lebih penting daripada orang-orang brengsek ini!" tegas Ten seraya menarik bahu Joana.

Joana menahan tangan Ten yang masih bertengger di bahunya. Ia beralih menatap Aslan dengan sorot tajamnya.

"Kalo sampe terjadi sesuatu sama mama ... saya nggak akan pernah maafin Anda. Sekalipun Anda berlutut di depan saya," desis Joana.

Setetes air mata jatuh setelah Joana selesai merapalkan kalimat itu. Bukan main. Rasanya sekarang hatinya benar-benar sakit. Bahkan lebih sakit daripada beberapa tahun silam ketika ia tau bahwa Aslan berselingkuh. Lebih sakit dari saat Aslan sering memukulinya karena berpikir penyebab Nilam nggak mau bercerai adalah dirinya. Dan Joana sangat tau penyebab dari rasa sakitnya yang terasa berkali-kali lipat itu.

"Na ... aku bisa jelasin semuanya ...."

Karena lelaki yang baru aja bersuara itu. Karena lelaki itu sekarang hati Joana jadi makin hancur berkeping-keping.

"Apa? Apa yang mau lo jelasin?" tanya Joana dengan nada menuntut.

Jeffrey maju dan meraih tangan Joana namun secepat kilat Joana menghempaskan genggaman Jeffrey.

"Nggak usah sentuh-sentuh gue," desis Joana.

"Kita bicarain baik-baik, Na. Ini bener-bener nggak seperti yang kamu kir--"

"Joana!!"

Ten teriak saat tubuh Joana tiba-tiba aja limbung dan jatuh ke dalam pelukannya. Suasana lobi kantor pun jadi makin nggak terkendali. Banyak terdengar bisik-bisik yang kini terarah pada Aslan dan juga Jessica. Sementara Ten sama sekali nggak perduli dengan hal itu.

"Biar gue--"

"Minggir!" tukas Ten saat Jeffrey berniat mengambil alih Joana darinya.

Jeffrey mundur selangkah dan akhirnya membiarkan Ten menggendong kekasihnya itu. Sebelum meninggalkan lobi kantor Ten sempat menatap Aslan dan Jessica. Tentunya bukan tatapan ramah tapi tatapan permusuhan.

"Saya nggak nyangka Om akan bisa setega ini sama Joana," ungkap Ten.

Ada rasa kecewa yang tersirat dari perkataan Ten pada Aslan. Kecewa yang benar-benar nggak bisa lagi dia tutupi.

Ten pun berbalik dan meninggalkan Aslan, Jessica serta Jeffrey yang masih diam di tempat masing-masing.

*****

Ten menghela napas lega ketika Joana sudah selesai ditangani dokter. Ten lebih lega lagi karena kata dokter luka di kepala Joana nggak terlalu parah. Joana pingsan bukan karena luka di kepalanya tapi karena kelelahan dan kurang tidur. Wajar aja mengingat semalaman suntuk cewek itu sama sekali nggak tidur untuk menjaga Nilam.

Mata Ten berkedip cepat saat merasakan pergerakan tangan Joana yang tepat berada dalam genggamannya. Lalu dia tersenyum karena tau akhirnya Joana sadar setelah 2 jam pingsan.

30 Days With JTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang