Targetnya nggak tercapai jadi, malam ini update satu part aja, ya.
Manusia itu tempatnya khilaf, tempatnya salah. Jadi jangan heran kalau tiba-tiba seseorang yang biasanya begitu sabar, begitu dewasa dan begitu hati-hati tiba-tiba aja jadi emosional. Tiba-tiba aja jadi seenaknya sendiri, memutuskan sesuatu dengan terburu-buru karena mengikuti emosinya. Jangan heran juga kalau setelahnya orang itu akan menyesal.
Persis seperti apa yang kini Jeffrey alami.Tadi siang dia mendatangi Joana. Niat hati ingin mengajak Joana makan siang bersama. Kemudian tanpa pertimbangan sama sekali dia pergi setelah mendengar Sean meminta Joana datang ke rumah. Bahkan Jeffrey nggak mau repot-repot mendengarkan penjelasan Joana.
Lantas sekarang dia sendiri yang repot dengan penyesalan dan rasa bersalahnya."Ck! Gue bego banget, sih," gerutu Jeffrey.
Entah sudah berapa kali Jeffrey merutuki dirinya sendiri. Mengacak-acak rambut hitamnya dan mengusap wajah tampannya dengan kasar. Yang pasti semua itu nggak akan bisa membuat penyesalan Jeffrey berkurang. Justru makin lama makin menumpuk aja.
Jeffrey memeriksa jam tangannya. Ternyata sudah jam 7 dan dia masih berada di ruang kerjanya. Padahal bisa dipastikan seluruh karyawannya sudah pulang ke rumah masing-masing. Mengingat jam kerja selesai pukul 5 sore.
Sekarang apa yang mesti Jeffrey lakukan? Menghubungi Joana? Mendatangi Joana? Setelah amarahnya tadi siang? Jeffrey yakin pasti Joana akan menghadiahkan kata-kata pedasnya tepat saat melihat Jeffrey. Tapi Jeffrey juga nggak tenang kalau cuma diam seperti ini.
Pilihannya jatuh pada ponselnya yang tergeletak di atas meja. Jari-jarinya langsung mendial nomor Joana pun menempelkan ponsel tersebut di telinganya.
Detik demi detik berlalu. Yang dapat Jeffrey dengar cuma dering telepon yang nggak kunjung diangkat. Apa Joana marah? Karena kelakuannya tadi siang? Atau sekarang Joana sedang di rumah Sean?
"Ck!"
Decakan pelan keluar dari mulut Jeffrey. Lalu, diikuti oleh panggilannya yang diputus.
Nggak lama ponselnya bergetar. Reflek Jeffrey langsung memeriksanya. Ia pikir Joana menghubunginya lagi tapi ternyata bukan Joana. Cuma ada deretan nomor asing di sana.
Ragu-ragu Jeffrey mengangkat panggilan tersebut. Mulutnya terkunci rapat. Membiarkan sosok di seberang sana bicara lebih dulu."Siapa?"
Itulah pertanyaan yang keluar dari mulut Jeffrey setelah sosok di seberang sana nggak kunjung bicara.
" .... "
"Terus?"
" .... "
"Gue nggak ada urusan sama lo!"
Tut
Jeffrey memutuskan panggilan secara sepihak. Menyisakan keheningan di ruang kerjanya. Bersama wajahnya yang mendadak begitu kaku dan dingin. Seakan ada amarah yang tengah melingkupinya.
Namun, wajah itu tampak dihias senyum setelah melihat pesan masuk dari seseorang yang sejak tadi memenuhi benaknya.Dengan gerakan cepat Jeffrey berdiri dan memakai tuksedonya. Ia bergegas pergi dari kantornya untuk menemui sang pujaan hati.
*****
Joana menatap sanksi pada layar ponselnya. Deretan pesan yang baru dia kirimlah yang membuatnya betah bersilaturahmi dengan benda pipih itu.
Gue nggak jadi ke rumah Sean. Puas lo?!
Bermenit-menit berlalu namun nggak ada tanda-tanda akan pesannya yang dibalas. Padahal tanda check list dua sudah berganti warna jadi biru. Yang berarti pesannya sudah dibaca oleh si penerima.
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Days With J
FanfictionJoana tidak akan menikah. Joana akan menghabiskan seumur hidupnya dengan melajang. Tapi insiden malam itu malah membuat Joana terjebak dengan Jeffrey, laki-laki yang terobsesi ingin menjadikannya pasangan hidup. Joana sudah menolak Jeffrey tapi Jeff...