16

5.4K 571 21
                                    

Mobil BMW X5 itu berhenti di halaman mansion nan luas dengan dominasi pepohonan rimbun di sekitarnya. Nggak lama pemilik mobil pun turun dan bergegas ke dalam mansion. Ia disambut oleh para pelayan yang sibuk membereskan dan membersihkan mansion kediaman keluarga Wilsen.

"J? Kamu pulang?"

Cowok yang dipanggil J itupun merotasikan pandangan ke lantai dua. Lalu netranya menemukan sosok wanita yang masih keliatan cantik walau sudah nggak muda lagi. Wanita itu memasang senyum manisnya. Dia mulai menuruni tangga melingkar yang menghubungkan lantai satu dan lantai dua.

"Mama kangen, J. Kenapa baru pulang sekarang?" tanya Anna Wilsen, Mama Jeffrey.

Anna memeluk Jeffrey dengan erat. Jeffrey pun membalas pelukan sang Mama tak kalah erat. Cowok itu tersenyum senang karena akhirnya bisa kembali merasakan pelukan dari Mama tersayangnya setelah lebih dari 6 bulan nggak pulang.

"Jadi ... kenapa kamu tiba-tiba pulang?" tanya Anna setelah melepas pelukannya.

Anna menuntun Jeffrey untuk duduk di sofa ruang santai.

"Anaknya pulang ke rumah kok malah ditanya kenapa pulang?" balas Jeffrey.

"Ya, karena Mama tau kamu nggak akan pulang kalo nggak ada kepentingan mendesak," ujar Anna seraya merengut kesal.

Jeffrey terkekeh pelan. Ia memeluk Anna dari samping dan mengelus lengan wanita itu dengan lembut. Niatnya sih untuk menghentikan Anna yang akan meluapkan kekesalannya.

Jeffrey sudah hapal di luar kepala dengan kebiasaan Mamanya yang akan mengomelinya panjang lebar ketika dia lama nggak pulang ke rumah. Dan sekalinya pulang pasti nggak sampai 24 jam di rumah.

"Nanti nginep, ya?" bujuk Anna.

"Liat nanti aja, Ma. Kalo nggak ada halangan J nginep," jawab Jeffrey dengan hati-hati.

Anna mendengus pelan. Sudah terlampau sering mendengar jawaban putra tunggalnya itu.

"Papa ke mana, Ma?" tanya Jeffrey.

"Lagi main golf sama kolega bisnisnya. Kamu tau nggak, sih? Tiap hari tuh Mama ditinggal sendiri di mansion segede ini. Papa kamu selalu sibuk kerja, main golf, dan segala macam. Kamu juga nggak pernah pulang. Mama tuh cuma punya anak satu, J. Kamu tuh ... ah, udahlah! Percuma ngomong sama kamu. Kamu sama aja sama papa kamu. Sama-sama gila kerja!"

"Ma, nggak gitu. J cuma--"

"Cuma apa? Hah? Bilang aja kamu udah nggak sayang sama Mama. Kamu bosen kan denger Mama ngomel kek gini?"

"Nggak gitu, Ma. Beberapa bulan ini J lagi sibuk ngurusin proyek iklan sama Bellaro. Terus bulan ini J juga ada rencana buat desain--"

Jeffrey menghentikan ucapannya karena jari telunjuk sang Mama sudah mendarat cantik di atas bibirnya.

"Bellaro? Bellaro yang itu? Perusahaan iklan punya Sean?" cerca Anna penasaran.

Mata Jeffrey berotasi malas. Lalu memberi isyarat pada sang Mama supaya menjauhkan telunjuk sang Mama dari atas bibirnya. Lalu, tak lama wanita itu tersadar. Ia menjauhkan jari telunjuknya dan membiarkan Jeffrey bicara.

"Bellaro cuma ada satu, Ma," kata Jeffrey.

"Terus gimana? Perempuan yang waktu itu--"

"Ma, Jeffrey ke kamar dulu, ya. Mau istirahat bentar," tukas Jeffrey.

Tanpa menunggu persetujuan dari Anna, Jeffrey melenggang ke dalam kamarnya. Meninggalkan Anna yang masih mengomel kesal karena sikap Jeffrey.

Sementara di dalam kamar Jeffrey sudah sibuk mengobrak-abrik laci meja kerjanya. Seakan sedang mencari sesuatu yang amat penting. Atau mungkin memang penting.

30 Days With JTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang