Kejujuran

39 30 0
                                    

Sehabis Alyssa menelepon, aku tertidur lagi. Tanpa sarapan, hanya meminum obat dan mengoleskan salep juga pada luka yang memar.
Mungkin karena kecapekan, ku lihat jam pukul 2 siang saat terbangun.
Aku menengok ke kaca untuk melihat perubahan luka memar yang ada di muka ku.
Ternyata, sudah mendingan.
Obatnya cukup manjur, seperti nasihat orang tua jaman dahulu.
Lalu aku beranjak dari kasur untuk membersihkan diri lagi dengan mandi meskipun sudah ku lakukan saat shubuh tadi, dan selepasnya aku makan.
Setengah jalan ketika hendak menghabiskan makanan, Adik ku datang dan membuka pintu kamar.

"Mas, diluar ada Kak Mirzha dan Kak Nizar."

"Kenapa nggak suruh masuk aja? Mas kan sudah pernah bilang, Ri. Jika ada teman Mas yang kamu kenal, terlebih jika Mirzha dan Nizar, langsung kamu suruh ke dalam saja."

"Sudah, Mas. Mereka malu katanya."

Cih, sebal sekali aku ketika mendengarnya. Mereka bilang malu, padahal urat malu saja sudah putus.

"Sudah, kamu kembali dan bicara sekali lagi. Jika masih enggan biarkan saja, nanti juga masuk sendiri."

"Aku sudah bilang berkali-kali, Mas. Untuk tetap lanjutkan masuk saja, tapi mereka tetap menjawab tidak."
"Oh iya, mungkin karena ada satu perempuan. Yang memang barangkali tujuannya sama, datang ke Mas."

Hampir tersedak saat mendengar adik ku berkata seperti itu.

"Kenapa baru bilang sekarang, Riza. Minggir."

Lalu aku beranjak dan menyingkirkan pelan Adik ku dari pandangan untuk menghampiri.

Ternyata benar firasat ku, tidak jauh dan tidak bukan pasti wanita yang adik ku sebutkan itu Alyssa.
Ia datang bersamaan dengan Mirzha dan Nizar.

"Kalian bertiga memang janjian untuk datang kesini secara bersamaan?"

Aku bertanya.

"Enggak, nggak sengaja ketemu di depan."

Jawab Mirzha.

"Ya sudah, masuk. Ngapain di luar terus."

Aku mempersilahkan mereka bertiga masuk. Sedangkan Mirzha dan Nizar ku suruh untuk masuk kamar saja.
Alyssa biar berdua dengan ku di Ruang tamu.

"Zha, Zar. Masuk ke kamar saja.
"Alyssa ikut saya, ya. Ke ruang tamu."

Mereka bertiga seraya mengangguk bersama.
Aku dan Alyssa berjalan menuju ruang tamu.

"Kamu duduk dulu, saya ambilkan minum."

Ia mengangguk kembali.
Dan tak lama ku suguhkan air minum.

"Minum dulu, pasti haus."

Alyssa tersenyum, lalu menenggak gelas yang ku suguhkan sampai habis.
Ketika ia selesai minum, aku memulai topik pembicaraan.

"Tumben, Sa. Jam segini sudah pulang."

"Iya, aku izin pulang."

Alyssa menjawab dengan datar, seperti tidak ada masalah. Padahal, ini benar-benar bukan hal biasa.

"Lho? Kok izin, sih?"

"Sengaja, pelajaran terakhir tadi membosankan. Jadi aku izin pulang saja dengan alasan ada keperluan keluarga yang mendadak."

Benar-benar dibuat kaget aku setelah mendengar ia menjawab seperti itu.

Hati ku bergumam apa benar seperti itu adanya? Apa memang seperti ini seharusnya? Namun, terserah. Yang terpenting aku bahagia meskipun bercampur dengan kebingungan.

Lalu ia mengeluarkan sesuatu dari tasnya.

"Nih, aku bawain makanan.

"Lho, malah bikin repot kan jadinya."

Renjana, semestaku hanya tentangmu. (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang