Maafkan aku, Alyssa.

23 15 0
                                    

Detik demi detik tumbang begitu cepat, waktu terus bergulir tanpa pernah sedikitpun berniat kembali meski hanya sepenggal saja.
Tidak terasa, ini sudah bulan ke empat aku menginjakkan kaki di kota ini sendirian. Ya, meskipun bersama Pamanku, tetapi tetap saja aku berjuang tanpa siapapun yang terikat melekat di dalamnya.
Aku pun sudah belajar membiasakan dengan keadaan dan perlahan mulai menikmati perjuangan yang tengah ku gerus sekarang.
Meskipun awalnya, ya, seperti itu, lah.
Kau pun bisa memahaminya.

Dua bulan yang lalu, kekasihku telah menyelesaikan pendidikan terakhirnya dengan meraih nilai yang sempurna. Selang waktu tidak lama dari itu ia langsung segera mendaftar ke Universitas yang selama ini telah didambakannya melalui jalur perekapan hasil dari akhir ujiannya kemarin. Orang-orang sering menyebutnya dengan SNMPTN.
Berkat rahmat dan rezeki dari Tuhan, ia berhasil lulus seleksi dari ribuan manusia yang berusaha masuk juga dan menjadi salah satu bagian dari Universitas yang selama ini dimimpikannya.
Sungguh, aku turut senang dan bangga bukan kepalang ketika mendengar kabar itu meskipun secara tidak langsung. Karena, sebuah angan yang sudah lama sekali dinantikan kekasihku berbuah manis dan menuai keindahan.
Namun, dibalik itu semua.
Ada rasa kekecewaan yang merundung diriku sendiri karena.. Karena di bulan ini dia akan memasuki hari pertamanya dalam kuliah. Aku berjanji padanya saat itu sebelum pergi ke sini untuk mengusahakan 'ada' di hari-hari penting saat ia membutuhkanku. Tetapi, ternyata aku tidak bisa memenuhi semua itu. Semua ucapan yang pernah ku keluarkan dari mulutku seolah menuai dusta. Kebohongan yang ku benci kini sedang ku nikmati bersama air liurku sendiri. Sebab, perjalanan yang sedang ku perangi ini sedang berada di titik puncaknya.
Klient demi klient mulai membasuh setiap kepalaku dengan pemasukan dan pengeluaran yang perlu ku amati lebih teliti, belum lagi deadline yang perlu ku siapkan dengan waktu yang benar-benar tidak menentu.
Ah, keparat.

Alyssa, maafkan aku.

***

Bulan sedang berada di tengah-tengah bintang, sinarnya sangat tenang melebihi lampu temaram.
Tersimpanlah aku dibawahnya yang sedang duduk di rooftop sembari menyulut beberapa batang nikotin dan secangkir kafein.
Aku tidak ditemani siapapun, hanya sendirian saja. Mungkin semilir angin yang menemaniku dalam menikmati indahnya malam.
Tiba-tiba, telepon yang sedang ku simpan di meja di sisi kopi dan rokok berdering, memunculkan notifikasi panggilan. Lain dan bukan adalah kekasihku, Alyssa.
Aku langsung mengangkatnya tanpa mengulur waktu kembali ketika langsung melihat notifikasi itu.

*Klik* Suara telepon tersambung.

"Halo, Assalammualaikum!"

Ucapan pertama yang dikatakan kekasihku dari seberang untuk memulai pembicaraan.

"Wa'alaikumsalam."

"Gimana kabar kamu? Maaf, ya, aku selalu sulit untuk dihubungi. Karena kemarin-kemarin aku sangat sibuk mengurusi berkas-berkas dan banyak hal yang perlu ku persiapkan untuk hari pertama kuliahku minggu depan."

"Iya, nggak pa-pa, kok. Aku mengerti."

Akhir-akhir ini, kami memang kesulitan untuk berkomunikasi dan saling memberikan kabar. Tetapi sebenarnya, aku tidak sesibuk itu. Karena di sela-sela kesibukan sekali pun, aku selalu berusaha untuk menyempatkan waktu meskipun sedikit saja hanya demi mengabarinya. Pikirku, agar dia tidak memiliki kekhawatiran.
Terlebih terhadap hubungan yang tengah kami jalani sekarang dengan jarak yang tidak lagi dekat.
Aku mengerti perasaan Alyssa, dan aku mengerti perasaan wanita.
Mereka sering kali cemas yang berlebihan pada hal-hal yang belum tentu terjadi. Maka dari itu, aku menginisiatifkan diri agar sesuatu yang menyebalkan tidak terjadi.
Tetapi sebaliknya, dia yang sering kali mengabaikan kabar dariku.
Namun, bukan hal yang fatal.
Karena aku memahami ia sedang benar-benar bergelut dibalik kabarnya yang jarang sekali ku dapat untuk memerangi sesuatu yang akan datang. Hal yang wajar dan lumrah sekali dalam menjalani hubungan, bukan? Didasari saling mengerti dan saling mempercayai satu sama lain.

Renjana, semestaku hanya tentangmu. (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang