Lalu, mengapa ragu?

14 8 1
                                    

Tuhan memang selalu baik.
Di tengah-tengah perasaanku yang sedang rapuh karena merasakan sakit yang mungkin melebihi rasa sakit lainnya, aku diberikan berkah dan rahmat-Nya berupa hasil nilai akhir semester dua yang nyaris sempurna.

Sepulang kuliah, saat aku hendak membereskan barang-barang berupa buku catatan dan yang lainnya karena kelas sudah usai, tiba-tiba Dosen yang mengajar di kelas akhir tidak mengizinkanku untuk pulang. Entah mengapa, katanya tunggu sebentar, ada hal penting yang perlu dibicarakan. Begitu, katanya.
Aku menurut, tidak menentang.

Lalu, saat semua mahasiswa/i keluar, beliau menghampiriku dan memberikan sebuah amplop putih, aku mengerutkan dahi, menggulirkan tatapan berulang kali kepadanya karena keheran, namun balasan dari beliau begitu tenang menampakkan raut biasa saja serta senyum simpul, dan berkata, Buka saja.

Ya, baiklah. Karena tidak ada kejanggalan sedikit pun, aku membukanya.
Setelah kubuka, ternyata amplop putih tersebut berisi tawaran untuk melanjutkan kuliah semester selanjutnya di luar Negeri berupa Beasiswa, aku terkejut sekali ketika mendapatkan kabar tersebut. Terbelalak tidak percaya saat membuka selembar kertas di dalam amplop berisi keajaiban dan kesempatan yang mungkin tidak akan pernah datang untuk kedua kalinya. ?Mungkin, Karena hal ini benar-benar di luar perkiraan, bahkan aku belum pernah menduga sedikit pun untuk perihal ini.

"Ini serius, Pak?"

Aku mempertanyakan kembali hal tersebut, untuk memastikan benar atau tidaknya.

"Ya, serius, lah. Masa iya bercanda."

Jawaban beliau memang tidak ada yang perlu diragukan lagi untuk perihal pertanyaan ini.

"Ada waktu untuk memikirkan terlebih dahulu tidak, Pak? Soalnya, saya pun tidak tahu diizinkan atau tidak oleh orang tua."

"Tentu saja ada, dong. Namun hanya satu minggu. Karena pihak Kampus yang memang memberikan wewenang tersebut secara langsung kepada kamu."

Aku menggigit bibir bawah, gemetar dan menggigil begitu menjalar pada tubuhku setelah mendengar pernyataan beliau dengan mantap.

"Ini kesempatan terbesarmu, lho, Nak. Jangan disia-siakan. Kapan lagi kuliah di luar Negeri lalu ditanggung pemerintah secara keseluruhan. Dan yang hanya perlu kamu lakukan untuk kesempatan ini hanyalah belajar dengan lebih sungguh-sungguh untuk meraih nilai yang lebih sempurna, juga mengharumkan nama kuliah."

Beliau menepuk pundakku seraya berlalu. Aku termenung, masih menatap kosong kertas ini dan menggenggamnya dengan tangan yang gemetar.

"Oh iya, selamat, ya. Atas prestasimu yang membanggakan. Bapak tidak menyangka di tahun ini ada mahasiswa yang memiliki dedikasi di luar rata-rata mahasiswa lainnya.
Turut senang dan terima kasih telah memilih Kampus ini."

Setelah beberapa langkah pergi, kemudian beliau kembali lagi dan menyampaikan hal yang mungkin tertinggal.
Responku hanya mengangguk seraya tersenyum simpul.

Cukup lama aku berdiam diri di tempat karena perasaan tak percaya masih menjadi topik utama di pikiranku. Bayang-bayang akan mereka seperti keluargaku, kerabat, sahabat, dan lainnya yang mungkin akan ikut serta terkejut untuk perihal kabar ini terbayang jelas.
Sebagaimana mungkin perasaan mereka ketika mendengar kabar ini akan ikut senang, haru, sedih dan mungkin tidak rela karena lagi dan lagi harapan dan mimpi yang perlu kuwujudkan tidak berada di tempat ini, bumi yang sedang kupijak ini, sebuah belahan dunia yang berada cukup besar di tengah-tengah.
Aku pun kadang ingin bertanya pada takdir, tentang alasan apa yang ia punya sehingga jalan yang perlu kutempuh selalu tak pernah berpihak di tanah kelahiranku sendiri.
Tetapi, akan munafik dan egois sekali rasanya jika aku terlarut dari perasaan dan pertanyaan itu.
Mungkin, yang perlu kulakukan hanyalah menjalaninya.
Seperti apa yang dikatakan Arief Muhammad di postingan media sosialnya berupa platform digital terbesar di dunia, katanya "Kalau mempunyai kesempatan, ambil saja. Soal cari caranya bekakangan."
Begitu, kira-kira.
Beliau memang merupakan salah satu Influencer favoritku dari jaman SMA kelas 2, aku mengenalnya di platform digital lainnya yang mungkin ramai di jaman itu.
Karena, jerih payah tentang perjalanan hidupnya mencapai titik yang ditandai keberhasilan oleh dirinya bahkan orang-orang disekitarnya tidak mudah, banyak sekali lika-liku yang curam untuk menjatuhkan.
Maka dari itu, aku langsung memantapkan langkah untuk terus melaju apapun yang terjadi setelah tiba-tiba terbesit salah satu quotes dari beliau. Karena, memang benar adanya. Ketika mempunyai kesempatan, lalu tidak digunakan, kesempatan tersebut tidak akan pernah datang kembali. Memang akan datang lagi, tetapi bentuknya berbeda, dan rasanya pun tentu saja akan jauh berbeda. Maka, baiklah.
Aku siap untuk ini semua, untuk memberikan kabar yang mungkin baik ketika disampaikan pada mereka yang dekat denganku.

Renjana, semestaku hanya tentangmu. (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang