Tiba hari dimana yang sudah kutentukan pada saat kemarin lusa.
Ya, hari ini.
Hari yang sudah kurencanakan ditabur tawaran untuk memiliki kesepakatan bersama dengan Alyssa, namun jawabannya masih abu apa akan terjadi atau hanya sebatas rancangan belaka.Namun dibalik rencana yang sudah kurencanakan dengan matang, kami berdua semakin hari semakin dekat meskipun hanya via virtual.
Sesekali sering kusempatkan untuk mencuri pandangan dari kejauhan saat lokasi kita sedang bersamaan.
Ya, di titik pertama kali pertemuan, yaitu Mesjid.
Jika ada kesempatan yang cukup besar, sering kali sengaja kuterobos pembatas perempuan secara diam-diam yang sudah ditentukan hanya demi melihatnya sedang mengerjakan apa dari kejauhan.— Pagi ini, setelah membereskan kewajiban.
Seperti mencuci motor, menyelesaikan tugas sekolah, dan membersihkan kamar.
Aku tidak berniat melakukan apa-apa lagi selain diam di teras rumah untuk sekedar membaca buku, membakar rokok, dan menyeruput kopi sembari menunggu kabar dari Alyssa.
Seperti kesepakatannya, tidak akan ada paksaan.
Jika diizinkan, maka berangkat.
Jika tidak, ya sudah.Selang beberapa waktu, setelah menghabiskan beberapa batang rokok, muncul dua makhluk yang berwujud mengerikan.
Ya, sahabatku. Mirzha dan Nizar.
Padahal tidak dikabari, tapi mereka tiba-tiba datang sendiri.
Seperti permainan sakral yang tidak boleh dimainkan. Ya, jelangkung."Sendiri aja nih bang."
"Mau gabung circle kita berdua nggak?"
Celetuk mereka memulai topik pembicaraan dengan bersahut-sahutan seraya mengejekku, cih.
"Kalau nggak ada keperluan, nggak perlu ke sini."
Jawabku dengan wajah flat yang memindahkan arah pandangan dari mereka ke buku yang sedang kugenggam, ditambah seru nada sebal.
"Galak bener ya gua lihat-lihat."
"Iya nih tahu bocah, kaya wadon lagi dateng bulan. Sensi."
Benar-benar menjengkelkan pelesetan mereka berdua.
"Nggak usah banyak basa-basi, kalau mau masuk ya masuk anjing. Jangan ngehalangin jalan."
Tegasku.
"Aduh, mau dong bang."
"Ayo masuk cepetan Zar, nanti bang jago makin marah hahaha."
Masih tetap seperti awal, mengejek tidak berhenti.
Lalu mereka berdua mengambil posisi duduk saling bersebelahan denganku.
"Eh Zar, gua denger-denger lu roman-nya lagi jatuh cinta."
"Jatuh cinta apaan anjing, enggak ada yang jatuh cinta."
"Ih, telmi tolol. Nggak bisa diajak kompromi."
Aku termenung sebentar saat mendengar percakapan mereka berdua, teralihkan, juga keheranan.
"Oh iya, lupa ih."
"Bener Zha, gua lagi fall in love for the first time.""Tau ah anjing udah basi, telat lu kebangetan orangnya udah nyadar."
Mereka berdua melanjutkan pembicaraan dengan masih saling bersahut-sahutan, namun ternyata rencananya gagal gara-gara salah satu dari mereka ada yang tidak kompak, yaitu Nizar.
"Dapet informasi darimana?"
Aku bertanya untuk meyakinkan apa yang sebenarnya terjadi sehingga mereka berdua bisa mengetahui, padahal, aku belum memberitahu pada siapa pun perihal ini.
"Ah, ada deh. Bener nggak, Zar?"
Ucap Mirzha mengajak Nizar menyetujui pernyataannya.
"Bener Zha."
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana, semestaku hanya tentangmu. (END)
RomanceBukan, ini bukan sepenuhnya tentang kisah cinta. Ini tentang perjalanan seorang laki-laki yang berusaha menjadi yang terbaik untuk keluarganya, untuk sahabatnya, dan untuk seseorang yang menjadi tumpuannya dalam melanjutkan kehidupan. Sebab, ia hany...